Inibaru.id - Pada pertunjukan perdana Dardanella di Batavia tahun 1929, kelompok sandiwara asal Jawa Timur ini tampil beda karena nggak mengadakan pembukaan sebelum pentas dimulai. Pasalnya, dalam dunia sandiwara upacara pembukaan rupanya dianggap seperti ritual sakral.
Dardanella adalah kelompok sandiwara yang sudah ada sejak 1926, yang didirikan oleh Willy Klimanoff di Sidoarjo, Jawa Timur. Kemudian Willy Klimanoff mengganti namanya menjadi A. Piedro. Berdirinya kelompok Dardanella disebabkan ketidakpuasan A. Piedro yang saat itu menjadi pemain peran dalam Komoditi Stambul “Constantinopel” yang memberi kebebasan berekspresinya sebagai seniman. Bahasa yang dipakai para pemain Dardanella adalah bahasa Melayu.
Sebelum pentas drama dimulai, biasanya para pemain naik ke panggung buat memperkenalkan diri di depan penonton. Berbeda, kelompok Dardanella memilih untuk nggak membuat pembukaan. Tindakan itu disebut terlalu berani karena nggak mau membuang waktu untuk prolog yang bertele-tele. Jadi begitu lampu mati dan tirai naik, lagu pembuka berjudul Dardanella langsung dilantunkan.
Saat itu, Dardanella pentas di Gedung Thalia di jalan mangga besar dan membawakan lakon berjudul The Sheik of Arabia. Pemain bergantian muncul dan memakai kostum khas Timur Tengah sembari melemparkan lelucon lewat dialog dan nyanyian Bahasa Melayu.
Hiburan ini disebut komedi stambul yang menjadi favorit masyarakat Hindia Belanda sejak pertama kali muncul di akhir abad 19. Apalagi Dardanella berhasil memiliki sekitar 150 anggota, yang mana memiliki latar belakang etnis. Karena itu, kelompok sandiwara ini jadi populer hampir di semua kalangan kelas sosial Hindia Belanda.
Kelompok Dardanella juga semakin populer setelah Andjar Asmara, wartawan Bintang Timur memutuskan bergabung pada tahun 1930. Andjar ikut mengurus reklame pertunjukan Dardanella bersamaan dengan menulis naskah. Dia adalah orang yang meninggikan mutu Dardanella dengan naskah-naskah orisinal yang berisi latar kehidupan masyarakat Hindia Belanda. Wah, keren ya Millens?
Tapi, lakon ciptaan Andjar memang lebih berat dipahami karena dimaksudkan buat memenuhi selera seni khalayak terpelajar. Karyanya yang terkenal bisa menarik banyak penonton, khususnya lakon Dr. Samsi yang dipertunjukkan pada akhir 1931.
Misbach Yusa Biran dalam Sejarah Film 1900-1950 (2009) mengatakan kalau Dardanella mempromosikan Dr. Samsi yang diberi label “Moderne Indische Roman” atau roman modern Hindia. Dalam lakon tersebut peranan Leo Van de Brink yang dipegang Tan Tjeng Bok memiliki lagak menyebalkan tapi mampu membuat gelak tawa dari penonton.
Pada akhirnya, kelompok Dardanella bubar saat pecahnya Perang Dunia II. Saat itu, mereka sedang tur di Eropa. Walau begitu, namanya akan tetap dikenal dan dikenang sebagai kelompok sandiwara terbesar di era kolonial. Dardanella bahkan disebut-sebut sebagai cikal bakal teater di Indonesia.
Sayang banget ya karena sudah bubar. Eh, kamu sudah pernah nonton pertunjukan sandiwara secara langsung belum, Millens? (Tir/MG41/E05)