BerandaHits
Senin, 3 Apr 2022 11:00

Kelompok Sandiwara Dardanella Asal Sidoarjo Populer Hampir di Seluruh Dunia

Kelompok sandiwara Dardanela. (Faturrahman.id)

Kelompok sandiwara Dardanella berasal dari Sidoarjo, Jawa Timur yang mendunia di era kolonial. Walaupun memakai bahasa melayu pada saat itu, para pemain berasal dari berbagai etnis. Nggak heran, jika tontonan ini disukai lintas suku.

Inibaru.id - Pada pertunjukan perdana Dardanella di Batavia tahun 1929, kelompok sandiwara asal Jawa Timur ini tampil beda karena nggak mengadakan pembukaan sebelum pentas dimulai. Pasalnya, dalam dunia sandiwara upacara pembukaan rupanya dianggap seperti ritual sakral.

Dardanella adalah kelompok sandiwara yang sudah ada sejak 1926, yang didirikan oleh Willy Klimanoff di Sidoarjo, Jawa Timur. Kemudian Willy Klimanoff mengganti namanya menjadi A. Piedro. Berdirinya kelompok Dardanella disebabkan ketidakpuasan A. Piedro yang saat itu menjadi pemain peran dalam Komoditi Stambul “Constantinopel” yang memberi kebebasan berekspresinya sebagai seniman. Bahasa yang dipakai para pemain Dardanella adalah bahasa Melayu.

Sebelum pentas drama dimulai, biasanya para pemain naik ke panggung buat memperkenalkan diri di depan penonton. Berbeda, kelompok Dardanella memilih untuk nggak membuat pembukaan. Tindakan itu disebut terlalu berani karena nggak mau membuang waktu untuk prolog yang bertele-tele. Jadi begitu lampu mati dan tirai naik, lagu pembuka berjudul Dardanella langsung dilantunkan.

Saat itu, Dardanella pentas di Gedung Thalia di jalan mangga besar dan membawakan lakon berjudul The Sheik of Arabia. Pemain bergantian muncul dan memakai kostum khas Timur Tengah sembari melemparkan lelucon lewat dialog dan nyanyian Bahasa Melayu.

Hiburan ini disebut komedi stambul yang menjadi favorit masyarakat Hindia Belanda sejak pertama kali muncul di akhir abad 19. Apalagi Dardanella berhasil memiliki sekitar 150 anggota, yang mana memiliki latar belakang etnis. Karena itu, kelompok sandiwara ini jadi populer hampir di semua kalangan kelas sosial Hindia Belanda.

Kelompok sandiwara Dardanella. (Wikipedia)

Kelompok Dardanella juga semakin populer setelah Andjar Asmara, wartawan Bintang Timur memutuskan bergabung pada tahun 1930. Andjar ikut mengurus reklame pertunjukan Dardanella bersamaan dengan menulis naskah. Dia adalah orang yang meninggikan mutu Dardanella dengan naskah-naskah orisinal yang berisi latar kehidupan masyarakat Hindia Belanda. Wah, keren ya Millens?

Tapi, lakon ciptaan Andjar memang lebih berat dipahami karena dimaksudkan buat memenuhi selera seni khalayak terpelajar. Karyanya yang terkenal bisa menarik banyak penonton, khususnya lakon Dr. Samsi yang dipertunjukkan pada akhir 1931.

Misbach Yusa Biran dalam Sejarah Film 1900-1950 (2009) mengatakan kalau Dardanella mempromosikan Dr. Samsi yang diberi label “Moderne Indische Roman” atau roman modern Hindia. Dalam lakon tersebut peranan Leo Van de Brink yang dipegang Tan Tjeng Bok memiliki lagak menyebalkan tapi mampu membuat gelak tawa dari penonton.

Pada akhirnya, kelompok Dardanella bubar saat pecahnya Perang Dunia II. Saat itu, mereka sedang tur di Eropa. Walau begitu, namanya akan tetap dikenal dan dikenang sebagai kelompok sandiwara terbesar di era kolonial. Dardanella bahkan disebut-sebut sebagai cikal bakal teater di Indonesia.

Sayang banget ya karena sudah bubar. Eh, kamu sudah pernah nonton pertunjukan sandiwara secara langsung belum, Millens? (Tir/MG41/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024