BerandaHits
Senin, 3 Apr 2022 18:00

Kapok Jadi Buangan di Boven Digul, Mustajab Budrasa Pilih Jadi Seniman

Mustajab Budrasa saat memainkan satu adegan film. (historia.id)

Pernah dibuang di penjara alam yang mengerikan, membuat Mustajab Budrasa memilih jalan hidup sebagai artis. Dia sibuk keluar-masuk kelompok sandiwara hingga menjadi aktor hingga akhir hayatnya.

Inibaru.id - Terkadang, pengalaman pahit bisa mengubah jalan hidup seseorang. Itulah yang terjadi pada Mustajab Budrasa. Usai merasakan derita dibuang ke Boven Digul, penjara bagi orang buangan yang dibangun Belanda, Mustajab memilih jadi artis.

Dia lahir di Tegal pada 13 April 1901. Saat menginjak pada masa-masa remaja, dia masuk ke Sekolah Guru Normal dan lulus pada 1918. Sebagai informasi, sekolah Guru Normal adalah sekolah yang melatih lulusan SMA untuk menjadi guru. Kalau zaman sekarang, setara dengan perguruan tinggi keguruan. Lulus dari sini, Mustajab menjadi guru Sekolah Dasar di Pekalongan sampai 1925.

Ditulis surat kabar Merdeka, Mustajab sangat pengin untuk mencapai kemerdekaan. Karena itu, dia bergabung dengan Sarekat Rakyat yang merupakan pecahan Sarekat Islam yang mengusung Semaoen. Dia ini ketua umum pertama Partai Komunis Indonesia.

Begitu bergabung, Mustajab menjabat sebagai ketua cabang Tegal. "Berhubung dengan itu ia lalu meninggalkan kalangan perguruan dan dengan adanya pemberontakan pada tahun 1926, oleh pemerintah penjajah sdr. Moestajab diasingkan ke Boven Digul," demikian tulis Merdeka, 12 Feb 1947.

Lelaki ini kemudian dibebaskan pada 1931 dan bergabung dengan kelompok sandiwara Dardanella. Bersama kelompok sandiwara yang sedang booming itu, Mustajab diajak tur ke Malaya, Muangthai, hingga India pada 1934. Selang dua tahun, Mustajab mendirikan kelompok sandiwara bersama Bachtiar Effendi yang dinamai Bolero.

Bachtiar Effendi, rekan Mustajab. (Wikipedia)

Namun, Perang Dunia II pecah ketika dia sedang pentas di Singapura. Mustajab baru bisa pulang usai perang mereda pada akhir 1945. Setelah pulang, dia bergabung dengan kelompok sandiwara Dewi Mada, tapi itu nggak lama. Dia bergabung dengan kelompok Bintang Surabaya dan Irama Masa. Karena dianggap berpengalaman, dia diangkat menjadi pemimpin di dua kelompok tersebut.

Bisa dibilang, karier Mustajab di dunia sandiwara cukup panjang. Setelah berganti-ganti kelompok, dia lantas bergabung dengan sandiwara Pantjawarna dan Bintang Timur pimpinan Djamaludin Malik. Dia kemudian dipercaya Djamaludin untuk memimpin Pantjawarna.

Masuk Industri Film

Ketertarikan Mustajab pada seni peran merambah ke layar lebar. Film pertama yang dia bintangi berjudul Terang Bulan dirilis pada 1950.

Meski sibuk di dunia film, Mustajab masih saja gencar melakukan propaganda revolusi Indonesia dan perebutan Irian Barat, lo. Dia belajar hal ini ketika Jepang menjajah Indonesia. Jadi, pemerintah Jepang kerap memanfaatkan seniman sebagai alat propaganda politik.

Meski begitu, kecintaannya pada seni peran agaknya memang serius. Terbukti dalam arsip Sinematek, selama 1950, sudah banyak judul film yang dia bintangi. Beberapa di antaranya Djembatan Merah (1950), Ajah Kikir (1951), Si Mintje (1952), Lagu Kenangan (1953), Kasih Sajang (1954), dan Kasih dan Tjinta (1956). Seenggaknya ada 32 judul film yang dibintanginya selama dekade tersebut. Wo, banyak banget ya?

Pada 1960-an, Mustajab tetap aktif di dunia perfilman, Millens. Dia membintangi sejumlah judul seperti Djakarta By Pass (1962) dan Kami Bangun Hari Esok (1963), Pada 1970-an, Mustajab juga kebagian peran di film Ratu Amplop (1974) bersama Benyamin Sueb.

Film terakhir Mustajab rilis pada 1977 berjudul Manager Hotel. Dia meninggal pada 12 September 1977 di Jakarta. Sayangnya, nggak banyak orang yang tahu berita duka ini termasuk sesama artis. Hanya aktor Darussalam dan sang istri, Netty Herawati yang hadir di pemakamannya.

Hm, menarik juga ya kisah hidup aktor kawakan yang satu ini, Millens? (His/MG43/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024