BerandaHits
Rabu, 10 Jan 2023 14:02

Hukum Kebiri untuk Pelaku Kekerasan Seksual, Sudah Tepatkah?

Ilustrasi: Eks komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mendesak agar pelaku kekerasan seksual dihukum kebiri. (Canva)

Setiap kali ada kasus pemerkosaan atau kekerasan seksual, publik menuntut pelaku untuk dihukum seberat-beratnya. Sebagian pihak mendesak pelaku diberi hukuman tambahan yaitu kebiri. Sebenarnya, sudah tepatkah pelaku kekerasan seksual dihukum kebiri?

Inibaru.id – Lagi-lagi, okum guru ngaji dikabarkan mencabuli anak didiknya. Sebanyak 21 anak di Kabupaten Batang Jawa Tengah mengalami pelecehan seksual oleh orang yang sehari-hari mengajari mereka mengaji.

Atas tindakan kejam tersebut, eks komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mendesak agar pelaku dihukum kebiri. Pemerhati anak tersebut mendorong kepolisian menuntut hukuman seberat-beratnya bagi pelaku sesuai ketentuan UU Nomor 35/2014 tentang Perlindungan Anak.

“Karena korban banyak dan pelaku adalah orang terdekat korban, maka polisi dapat menerapkan pemberatan hukuman 1/3, menjadi 20 tahun penjara dan dapat ditambah hukuman kebiri sesuai perundangan yang berlaku,” katanya, Senin (9/1/2023).

Hukum kebiri kimia pernah kembali menyeruak kala memperbincangkan kasus Herry Wirawan, pemuka agama yang melakukan pemerkosaan kepada 13 santriwati. Hal itu dipicu oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang memberikan tuntutan maksimal berupa hukuman mati dan kebiri kimia.

Peraturan Pemerintah tentang Kebiri

Ilustrasi: Di Indonesia, aturan tentang hukum kebiri kimia ada pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.(Freepik)

Sebenarnya, bisa nggak para pelaku kekerasan seksual itu dihukum kebiri kimia? Di Indonesia dasar hukum kebiri kimia ada pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.

Dalam Pasal 1 ayat 2 PP Nomor 70 Tahun 2020, dijelaskan bahwa tindakan kebiri kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain. Hukuman kebiri ini dilakukan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

“Sehingga menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi,” demikian salinan aturan tersebut.

Kebiri Nggak Manusiawi?

Pemerkosa atau pelaku pelecehan seksual memang harus dihukum berat. Banyak pihak bahkan sepakat sebaiknya ada hukuman tambahan berupa kebiri kimia. Namun, Komnas HAM punya pandangan lain soal hukuman yang satu ini.

Menurut Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI Sandrayati Moniaga, tindakan tersebut nggak manusiawi atau merendahkan martabat manusia.

Dia berpendapat, kebiri kimia merupakan prosedur medis yang harus mendapatkan persetujuan. Selain itu, penambahan pidana kebiri kimia nggak akan secara substantif mengatasi persoalan akses keadilan yang dihadapi korban.

Rupanya, soal hukum kebiri ini masih banyak pro dan kontranya ya, Millens? Kamu tergolong yang mendukung atau sebaliknya? Tapi, kalau pelaku kekerasan seksual harus dihukum berat sesuai dengan undang-undang yang berlaku, sepakat kan? (Siti Khatijah/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Tanda Diabetes pada Kulit yang Jarang Disadari

8 Des 2024

Berapa Luas Kamar Tidur yang Ideal?

8 Des 2024

Piknik Santai di Rowo Gembongan Temanggung

8 Des 2024

Ombudsman: Terkait Penanganan Kasus Penembakan Siswa SMK, Polrestabes Semarang Nggak Profesional

8 Des 2024

Dekat dengan Candi Prambanan, Begini Keindahan Candi Sojiwan

8 Des 2024

Pemprov Jateng: Pagu 10 Ribu, Makan Bergizi Gratis Nggak Bisa Sediakan Susu

8 Des 2024

Hadirkan Stefan William di Acara Pembukaan, Miniso Penuhi Gaya Hidup Modern dan Kekinian Warga Kota Semarang

8 Des 2024

Ada Tiga Bibit Siklon Tropis Kepung Indonesia, Apa Dampaknya?

9 Des 2024

Menilik Hasil Rekapitulasi Suara Pilkada 2024 di Lima Daerah

9 Des 2024

Produksi Genting di Desa Papringan, Tetap Autentik dengan Cara Tradisional

9 Des 2024

Rekor 1.000 Poin Megawati Hangestri di Liga Voli Korea

9 Des 2024

Peringati Perang Diponegoro, Warga Yogyakarta Gelar Kirab Tongkat Kiai Cokro

9 Des 2024

Tanpa Transit! Uji Coba Direct Train Gambir-Semarang Tawang, KAI Tawarkan Diskon 50 Persen

9 Des 2024

Sidang Kode Etik Kasus Penembakan di Semarang, Hadirkan Saksi dan Keluarga Korban

9 Des 2024

Apa yang Bikin Generasi Z Sering Dideskripsikan sebagai Generasi Paling Kesepian?

9 Des 2024

Kasus Polisi Tembak Siswa SMK, Robig Dipecat Tidak Dengan Hormat!

10 Des 2024

Penembak Siswa SMK 4 Semarang Dipecat; Ayah Korban: Tersangka Nggak Minta Maaf

10 Des 2024

50 Persen Hidup Lansia Indonesia Bergantung pada Anaknya; Yuk Siapkan Dana Pensiun!

10 Des 2024

Asap Indah Desa Wonosari, Sentra Pengasapan Ikan Terbesar di Jawa Tengah

10 Des 2024

Hanya Membawa Kerugian, Jangan Tergoda Janji Manis Judi Online!

10 Des 2024