BerandaHits
Rabu, 1 Okt 2024 17:20

Ekonomi Indonesia Deflasi Lima Bulan Beruntun, Apa Dampaknya?

Ekonomi indonesia mengalami deflasi lima bulan beruntun. (Kompas/Mita Amalia Hapsari)

BPS menyebut ekonomi Indonesia terus mengalami deflasi dari Mei sampai September 2024. Hal ini menandakan daya beli masyarakat yang semakin melemah. Tanda awal krisis ekonomi?

Inibaru.id – Mau dibantah dengan cara apapun, masyarakat kelas menengah dan kelas bawah di Indonesia merasakan betul ada masalah di ekonomi Indonesia. Yang paling kentara adalah semakin banyak orang membuka bisnis UMKM, tapi nggak banyak yang jadi pembelinya. Daya beli masyarakat yang semakin rendah ini semakin dibuktikan dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut Indonesia sudah mengalami deflasi selama lima bulan beruntun.

Laporan ini diungkap Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti. Dalam laporan tersebut, Indonesia sudah mengalami deflasi dari Mei sampai September 2024. Khusus untuk September, tercatat deflasi sebesar 0,12 persen.

“Deflasi terbentuk karena harga turun, utamanya karena turunnya harga pangan seperti produk tanaman pangan dan holtikultura seperti cabai merah, cabai rawit, tomat, daun bawang, kentang, wortel, dan produk peternakan,” ucapnya sebagaimana dilansir dari Detik, Selasa (1/10/2024).

Sebelumnya, Indonesia juga pernah mengalami deflasi pada Juli 2020 hingga September 2020. Kala itu, Indonesia dilanda pandemi Covid-19 dan kondisi ekonomi kala itu terhambat begitu banyak pembatasan. Deflasi pada Desember 2008 dan Januari 2009 dipicu oleh menurunnya harga minyak dunia. Selain itu, deflasi juga terjadi pada Maret 1999 sampai September 1999 alias pada saat Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sangat parah.

Kalau menurut Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, deflasi terkini dipicu oleh faktor domestik sehingga harus ditanggapi dengan lebih serius.

Daya beli masyarakat yang lesu bikin banyak UMKM kesulitan. (Kompas/Dinda Aulia Ramadhanty)

“Untuk yang sekarang deflasi lebih banyak disebabkan oleh lemahnya daya beli akibat kebijakan pemerintah yang kurang tepat yang berimbas pada pelemahan industri dan investasi yang seret. Kalau terus dibiarkan, efek spiralnya bisa ke mana-mana. Ini harus disikapi sebagai tanda bahaya karena kondisinya mirip krisis 1997-1998,” ucapnya sebagaimana dilansir dari Cnn, Selasa (3/9).

Ekonom senior Indef Didik J Rachbini juga menyebut deflasi di Indonesia dalam beberapa bulan belakangan sebagai alarm bahaya. Meski terlihat menguntungkan karena banyak harga barang jadi lebih rendah, nyatanya hal ini justru menunjukkan kalau masyarakat lagi nggak leluasa untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan.

“Deflasi ini kan secara umum merupakan gejala konsumen secara luas tidak bisa mengonsumsi barang dengan wajar atau setidaknya menunda konsumsinya,” ucap Didik sebagaimana dilansir dari Cnn, Jumat (2/8).

Lantas, harus bagaimana untuk mengatasi deflasi yang ternyata nggak bisa disepelekan ini? Beberapa saat terakhir BI sempat meminta masyarakat kembali banyak belanja untuk menjaga pertumbuhan ekonomi. Kita bisa melakukannya dengan membeli di UMKM atau toko kelontong agar mereka juga bisa terus menggerakkan usahanya.

Selain itu, kita tinggal menunggu pemerintah menerapkan kebijakan yang tepat agar ekonomi Indonesia membaik sehingga beban masyarakat dalam beberapa bulan belakangan yang banyak mengalami kesulitan hingga daya belinya menurun drastis bisa terangkat. (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024