BerandaHits
Selasa, 29 Mei 2023 18:54

ChatGPT dan AI Generatif Lain Memang Keren, Tapi Masih Nggak Ramah Lingkungan

Energi yang dibutuhkan ChatGPT cukup besar. (Theconversation/AP Photo - Steve Helber)

Energi yang dibutuhkan ChatGPT dan AI generatif lain untuk menyelesaikan sebuah permintaan atau perintah mencapai 4-5 kali lebih besar dari yang dilakukan mesin pencari. Masalahnya, energi yang dipakai asalnya dari pembangkit listrik yang belum tentu ramah lingkungan.

Inibaru.id – Belakangan ini teknologi baru seperti ChatGPT bikin heboh banyak orang. Banyak orang yang yakin jika chatbot AI bakal mengubah kehidupan manusia, termasuk menyebabkan hilangnya sejumlah pekerjaan. Yang lebih mengerikan, peneliti AI bernama Kate Saenko dari Boston University, Amerika Serikat menuding ChatGPT bisa membahayakan lingkungan.

Karena bisa diminta untuk menyelesaikan berbagai macam perintah sehingga diyakini akan mempermudah manusia, chatbot AI bersifat generatif. Artinya, teknologi baru ini mampu mengolah sekaligus memproduksi data kompleks dalam waktu yang cepat. Oleh karena itulah, ChatGPT mampu diminta untuk menjawab pertanyaan, membuat paragraf, gambar, serta membuat video dengan durasi pendek.

Bukankah hal tersebut baik? Sekilas memang begitu. Masalahnya, nggak banyak orang yang menyadari jika ada konsekuensi dari semakin cerdasnya sebuah teknologi. Untuk mampu melakukan perintah-perintah tersebut, dibutuhkan energi yang sangat besar.

Menurut Saenko dalam “Is Generative AI Bad for the Environment? A Computer Scientist Explains the Carbon Footprint of ChatGPT and Its Cousins” yang diterbitkan The Conversation pada Selasa (23/5/2023), pada 2019 lalu saja, pengembangan sebuah AI generative bernama BERT memerlukan energi yang sama dengan penerbangan antar-benua sekali jalan.

Lantas, bagaimana dengan ChatGPT? Khusus untuk pengembangan terbarunya, yaitu GPT-3, mampu membuat emisi yang sama dengan emisi yang diproduksi mobil dengan bahan bakar bensin yang terus berjalan selama satu tahun, lo! Ingat, angka ini baru dihitung dalam proses pengembangan, belum melibatkan seberapa banyak energi yang digunakan jika nantinya AI tersebut dipakai oleh banyak orang.

Banyak perusahaan teknologi yang masih memakai sumber energi dari pembangkit listrik yang belum ramah lingkungan. (Belasting.id)

Penelitian juga mengungkap bahwa untuk menyelesaikan satu permintaan, AI generatif bisa membutuhkan energi 4 sampai 5 kali lebih besar dari pada dengan yang dihabiskan mesin pencari dalam mencarikan satu jawaban dari pengguna. Masalahnya, permintaan atau pertanyaan yang diajukan nantinya akan semakin banyak dan semakin rumit. Artinya, energi yang dibutuhkan nantinya akan semakin besar.

Bukankah energi yang dibutuhkan untuk menyalakan komputer dan mesin-mesin yang menjalankan AI generatif itu adalah energi listrik? Bukannya BBM atau energi lain yang nggak ramah lingkungan? Hal itu memang benar. Masalahnya, sumber pembangkit energi listrik yang digunakan oleh perusahaan-perusahan pengembangan teknologi tersebut belum tentu ramah lingkungan.

Asal kamu tahu saja ya, Millens, salah satu penyumbang terbesar dari emisi karbon global terbesar dunia adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara. Berdasarkan laporan Bloomberg NEF, sumbangannya bahkan sampai 30 persen dari total emisi karbon. Dampaknya bisa menyebabkan kenaikan suhu rata-rata bumi sampai 0,3 derajat Celcius lo.

Masalahnya, Indonesia bersama dengan Amerika Serikat dan India masuk dalam negara-negara dengan PLTU batu bara terbanyak di dunia. Negara-negara lain yang juga getol mengembangkan teknologi seperti Tiongkok, Afrika Selatan, Brasil, Jepang, India, Korea Selatan, Turki, hingga sejumlah negara seperti Italia dan Jerman juga masih banyak yang memakai PLTU yang nggak ramah lingkungan ini.

Ke depannya, Saenko berharap para pengembang teknologi AI mampu membuat teknologinya lebih efisien sehingga nggak menghabiskan energi lebih banyak. Diharapkan, hal ini bisa membantu menurunkan emisi karbon yang dihasilkan. Setuju, Millens? (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: