Inibaru.id – Di Indonesia, cincin kawin sering dianggap sebagai simbol cinta abadi antara dua insan. Namun, di Korea Selatan, maknanya kini mulai bergeser. Di tengah biaya pernikahan yang kian tinggi, banyak pasangan muda Negeri Ginseng yang justru mulai mempertanyakan apakah cincin pernikahan masih sepenting itu?
Sebuah survei oleh biro perjodohan Duo mencatat, rata-rata pasangan Korea menghabiskan hingga 360 juta won atau sekitar Rp4,6 miliar untuk persiapan pernikahan, termasuk rumah baru. Tak heran, banyak yang mulai memangkas pengeluaran, salah satunya di bagian cincin.
“Rasanya hanya formalitas,” ujar Oh Ga-yeon (25), calon pengantin yang memilih tidak membeli cincin kawin baru sebagaimana dinukil dari Koreaherald, Senin (20/10/2025). “Kami sudah punya cincin pasangan sejak pacaran, jadi rasanya mubazir kalau harus beli lagi.”
Padahal, tradisi tukar cincin di Korea punya sejarah panjang. Sejak gaya pernikahan Barat masuk pada 1970-an, cincin pertunangan dan cincin kawin menjadi dua hal wajib. Kemudian, budaya itu berkembang menjadi lebih kompleks. Ada “couple ring” untuk menandai hubungan pacaran, hingga “guard ring” untuk memperindah cincin utama. Alhasil, makna cincin pernikahan yang dulunya sakral kini terasa menipis.
Fenomena ini bahkan sempat jadi bahan lelucon di aplikasi anonim Blind. Seorang pengguna menggambarkan jari yang dipenuhi enam cincin berbeda sambil menulis, “Harus beli cincin tunangan, cincin kawin, dan cincin pas pacaran. Buang-buang uang!”
Meski begitu, tidak semua orang sepakat bahwa cincin kawin kehilangan maknanya. Bagi sebagian, justru di situlah nilai emosionalnya tetap hidup. “Cincin kawin itu lambang komitmen,” ujar Lee Jeong-min (24), calon pengantin yang tengah menyiapkan pesta pernikahannya. “Kalau cincin tunangan cuma buat dipamerkan di Instagram, cincin kawin itu simbol kesungguhan. Kamu nggak bisa asal lepas dari tradisi.”
Lee menganggap cincin bukan sekadar perhiasan, melainkan penghormatan bagi keluarga dan tanda pengikat dua pihak. “Pernikahan di sini bukan cuma menyatukan dua orang, tapi dua keluarga,” katanya.
Namun, survei lain dari Gayeon menunjukkan sisi berbeda. Sekitar 41 persen responden mengaku tidak membeli cincin kawin karena merasa nggak benar-benar penting. Sementara 24 persen lainnya memilih mengalokasikan uangnya untuk membeli rumah alih-alih cincin atau benda simbolik lainnya.
Hal ini juga dialami Kim Seong-joo (26), yang menikah pada 2024. Ia dan pasangannya memilih menggunakan cincin pertunangan mereka saat upacara pernikahan. “Daripada beli dua cincin untuk dua acara, lebih baik memakai yang sudah ada,” ujarnya.
Menurut Kim, tren baru ini justru lebih praktis. Banyak pasangan muda kini juga memilih cincin simpel tanpa berlian, bukan karena pelit, tapi karena ingin fungsional. “Kami lebih baik pakai uangnya buat hal yang lebih berarti,” tambah Oh Ga-yeon.
Fenomena ini mencerminkan perubahan nilai generasi muda Korea, dari yang dulu mengedepankan simbol kemewahan menjadi simbol kesederhanaan. Cinta, bagi mereka, tak lagi harus dibuktikan dengan kilau cincin mahal, tapi lewat pilihan hidup yang realistis dan penuh makna.
Kalau menurut kamu sendiri, Gez, budaya tukar cincin apakah juga sudah nggak sepenting itu? (Arie Widodo/E07)
