BerandaHits
Kamis, 14 Feb 2024 09:00

Banjir di Demak Lebih dari Sekadar Curah Hujan yang Tinggi

Kondisi salah satu pemukiman di Kabupaten Demak yang terendam banjir. (Inibaru.id/ Ayu Sasmita)

Sudah hampir sepekan, banjir di Kabupaten Demak tak kunjung surut. Apakah benar curah hujan yang tinggi di daerah hulu jadi penyebab utamanya?

Inibaru.id - Banjir di Kabupaten Demak tak hanya melumpuhkan aktivitas warga. Pergerakkan perekonomian turut terdampak lantaran jalur utama Pantura Demak-Kudus ikut terdampak.

Sampai sekarang banjir di beberapa wilayah di Kabupaten Demak tak kunjung surut sejak Kamis (8/2/24). Berdasarkan laporan tertulis yang diterima, intensitas hujan di beberapa wilayah Kabupaten Demak dan daerah hulu jadi penyebab tanggul-tanggul sungai jebol.

"Beberapa tanggul sungai tidak mampu menahan derasnya aliran air sehingga menyebabkan tanggul jebol di beberapa titik," ucap Kepala Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) Demak, M Agus Nugroho dalam keterangan resminya.

Dari informasi yang dihimpun, tercatat ada 10 tanggul yang jebol. Akibatnya terdapat 7 kecamatan yang terendam luapan air sungai. Hingga hari ini (14/2/24), jumlah pengungsi terdampak banjir terus bertambah menjadi 21 ribu orang. Para pengungsi tersebar di 27 titik seperti gedung sekolah, balai desa, tempat ibadah, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya.

Cari Akar Penyebabnya

Truk-truk besar turut terdampak banjir dan tidak bisa bergerak di ruas jalan Demak-Kudus. (Inibaru.id/ Ayu Sasmita)

Aktivis lingkungan, Iqbal Alma Ghosan Altofani kurang setuju jika menyalahkan curah hujan sebagai biang bencana banjir. Lelaki yang akrab disapa Iqbal ini ingin pemerintah setempat terlebih dahulu mencari tahu akar permasalahannya: apakah benar karena curah hujan semata atau ada permasalahan serius di daerah hulu yang kurang optimal sebagai wilayah tangkapan air.

"Harus dicek juga seberapa besar perubahan landscape di daerah Tungtang, sehingga Kabupaten Demak ini tidak menerima beban kiriman air hujan dari wilayah hulu," ujar Iqbal.

Iqbal yang aktif di organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Wahli) Jawa Tengah paham betul soal kondisi pesisir yang rentan terjadi bencana banjir. Menurutnya, hampir 70 persen wilayah pesisir Jateng setiap tahunnya seringnya dilanda bencana banjir.

Bukannya ada evaluasi atau perbaikkan untuk mencegah bencana banjir. Selama ini Iqbal melihat Pemerintah Provinsi Jateng seperti tidak pernah serius dalam menangani persoalan banjir.

Apalagi dalam draft terbaru perubahan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Pemprov Jateng akan menghilangkan 18 ribu hektar wilayah konservasi dan 81 ribu hektar kawasan lindung.

"Jateng ini gudangnya bencana, tapi kami tak pernah melihat ada keseriusan pemerintah mengevaluasi serta membuat mitigasi bencana banjir," terangnya.

Perketat Aturan Tata Ruang

Kondisi terkini banjir Demak. (Twitter/linggaralfi)

Pakar Tata Ruang dan Lingkungan, Mila Karmila turut menyoroti bencana banjir yang terjadi di Kabupaten Demak. Dia melihat bencana itu terjadi bukan karena intensitas hujan semata, melainkan alih fungsi daerah hulu yang tidak optimal sebagai wilayah tangkapan air.

"Iya, daerah hulu yang seharusnya jadi daerah resapan sudah banyak berubah," kata perempuan yang akrab disapa Mila tersebut. "Berkurangnya tangkapan air di daerah hulu bikin pergerakkan air ke bawah semakin besar".

Dosen Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang ini lantas meminta pemerintah setempat untuk memperketat aturan tata ruang dan membatasi alih fungsi lahan di daerah hulu. Menyalahkan curah hujan yang tinggi menurutnya bukan sebuah alasan yang logis.

"Berkaca dari rencana tata ruang wilayah hulu itu sebenarnya jadi daerah tangkapan air. Tapi sering kali implementasinya tidak sesuai, walaupun sudah ada aturan ketat," resahnya.

Ya, semoga segala masukkan yang baik bisa diterima oleh pemerintah setempat ya, Millens! Jangan sampai masyarakat yang terus jadi korban karena kebijakan-kebijakan yang tidak ramah lingkungan. (Fitroh Nurikhsan/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT