BerandaHits
Jumat, 19 Jun 2025 12:08

AW Prihandita, Fiksi Spekulatif, dan Nebula Awards Pertama Indonesia

Ilustrasi: Keberhasilan AW Prihandita di Nebula Awards membuktikan bahwa karya fiksi spekulatif bukan sekadar imajinasi, tapi bisa digarap dengan sangat serius. (Theseventhspark)

Lewat novelet fiksi spekulatifnya, AW Prihandita meraih Nebula Awards 2025, menjadi yang pertama dari Indonesia. Apakah fiksi spekulatif itu?

Inibaru.id - Anselma Widha Prihandita, penulis muda yang lebih dikenal dengan nama pena AW Prihandita, menorehkan sejarah sebagai orang Indonesia pertama yang meraih Nebula Awards, salah satu penghargaan tertinggi untuk mengapresiasi karya-karya bergenre fiksi ilmiah dan fantasi yang terbit di AS ini.

Bertempat di Kansas City Marriott Country Club Plaza, AS, jebolan Sastra Inggris Universitas Indonesia itu menerima penghargaan Best Novelette melalui novel pendeknya yang berjudul Negative Scholarship on the Fifth State of Being pada ajang Nebula Awards 2025 yang digelar pada 5-8 Juni 2025 lalu.

Novelet Negative Scholarship on the Fifth State of Being yang terbit di majalah fiksi ternama Clarkesworld pada November 2024 berhasil mencuri perhatian pembaca dan penulis profesional anggota Science Fiction & Fantasy Writers Association (SFWA) yang menjadi satu-satunya dasar penilaian Nebula Awards.

Karya ini bercerita tentang seorang dokter yang harus merespons makhluk alien tanpa petunjuk teknologi, menggambarkan keterasingan budaya dan pentingnya empati. Tema ini menarik karena genre sastra yang bernaung di bawah "fiksi spekulatif" itu bukanlah genre dominan di Indonesia.

Mengenal Fiksi Spekulatif

Lebih imajinatif dari imajinasi, begitulah gambaran singkat tentang fiksi spekulatif. Di dunia sastra, ia adalah "payung" yang mencakup berbagai genre yang nggak terikat pada realitas atau dunia nyata, di antaranya fiksi ilmiah, fantasi, horor, distopia, utopia, dan sejarah multiversi, atau dunia alternatif.

Bagi sebagian orang, genre ini mungkin sekadar sarang cerita tentang alien, hantu, robot, atau sihir. Namun bagi para penulisnya, fiksi spekulatif seringkali berfungsi sebagai "laboratorium ide".

Dalam genre ini, pengarang bebas menciptakan latar waktu dan tempat alternatif, entah futuristik, lampau, atau fantasi, sebagai cermin tajam bagi kenyataan. Isu-isu sosial, ras, identitas, bahkan kolonialisme pun bisa dibedah lewat fiksi spekulatif, yang seringkali dengan cara yang lebih mengena ketimbang debat akademis.

Bagi Anselma, fiksi spekulatif bukan cuma tempat berkhayal liar, tapi juga alat dekolonialisasi pengetahuan. Dalam beberapa wawancaranya, dia kerap menekankan pentingnya membawa sudut pandang Asia Tenggara, khususnya Indonesia, ke panggung sastra global, melalui genre yang sering dianggap "barat" ini.

Menulis Fiksi Spekulatif

lustrasi: Acap dianggap sebagai bacaan anak kecil, fiksi spekulatif bukanlah karya yang bisa diterima semua kalangan di Indonesia. (Pixabay/Nick Magwood)

Anselma saat ini bermukim di AS. Selain menjadi penulis, peraih gelar PhD jurusan Language and Rhetoric di University of Washington itu juga tercatat sebagai dosen di bekas kampusnya tersebut. Dia mengajar retorika. meneliti bahasa, dan merancang silabus fiksi spekulatif Asia Tenggara.

"Karya (Negative Scholarship on the Fifth State of Being) ini adalah ‘perpanjangan bab’ dari disertasi saya (untuk meraih gelar PhD)," kata dia, dalam sebuah wawancara pada Mei 2024, dikutip dari laman University of Washington.

Pengakuan Anselma membuktikan fiksi spekulatif nggak sekadar imajinasi yang dituliskan, tapi bisa juga berasal dari karya akademik dan riset kritis, yang kemudian dituangkan menjadi kisah fiksi dengan narasi yang lebih populer. Terasa ringan, padahal sejatinya sangatlah berat.

Kita tahu bahwa fiksi spekulatif bukanlah genre dominan di Indonesia. Pembaca dan penerbit di Tanah Air cenderung mengakrabi sastra realis, romansa, atau fiksi sejarah. Namun, keberadaan penerbit daring seperti webtoon dan majalah global membuka celah bagi kita yang pengin menggeluti genre-genre ini.

Fiksi Spekulatif sebagai Jembatan

Anselma kini telah menjadi bagian dari deretan panjang penulis fiksi spekulatif yang pernah berdiri di panggung yang sama, di antaranya Isaac Asimov, Ursula K Le Guin, hingga NK Jemisin. Nebula Awards adalah bukti bahwa genre-genre ini punya potensi yang luar biasa di masa depan.

Kemenangannya mengingatkan kita bahwa ide-ide lintas budaya punya tempat di genre fiksi spekulatif. Kita tentu boleh berandai-andai akan ada lebih banyak karya spekulatif berbahasa Indonesia dengan tema yang begitu dekat seperti fenomena alam, perubahan iklim, klenik ilmiah, bahkan mitologi lokal.

“Saya ingin fiksi spekulatif menjadi jembatan; penghubung antara riset dan imajinasi, dunia akademik dan populer, serta lokal dan global," tandasnya.

Hm, tantangan yang menarik ya, Millens? Jika masih berpikir bahwa karya sastra bergenre fiksi ilmiah atau dunia fantasi hanya cocok untuk dinikmati anak-anak sehingga kamu menghindarinya, sepertinya kamu keliru! Dalam banyak hal, fiksi spekulatif justru menjadi karya yang jauh lebih "berat" saat dibaca, lo! (Siti Khatijah/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: