BerandaFoto Esai
Senin, 3 Sep 2023 09:00

Merawat Kesenian Jawa bersama Anak-Anak di Sanggar Monod Laras

Orang tua turut mendampingi anaknya memainkan alat musik gamelan.

Bertempat di gedung cagar budaya Monod Diephuis di Kota Lama Semarang, tiap Minggu pagi anak-anak merawat kesenian jawa melalui Sanggar Monod Laras. Apa saja yang mereka lakukan?

Inibaru.id - Bunyi demung, gong, gambang, dan kenong yang ditabuh sudah nyaring terdengar saat kedua kaki saya menapaki selasar Gedung Monod Diephuis Semarang minggu lalu. Memasuki gedung bersejarah itu, saya dibuat terkejut karena para penabuhnya ternyata masih anak-anak.

Penabuh gamelan di benak saya biasanya adalah para paruh baya karena menurut saya, nggak banyak lagi generasi muda yang berminat menggeluti kesenian tradisional tersebut. Namun, saya keliru. Di tempat itu, anak-anak justru tampak bersemangat sekali memainkan gamelan.

Dalam lima tahun terakhir, tiap Minggu gedung yang beralamat di Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, itu memang selalu dibanjiri puluhan anak yang tergabung dalam Sanggar Monod Laras. Sejak pagi hingga pukul 15.00 WIB, mereka belajar kesenian jawa, termasuk bermain gamelan.

Tjahjono Rahardjo, salah seorang pengurus Sanggar Monod Laras yang saya temui seusai mengajar anak-anak mengatakan, fokus utama mereka sejatinya adalah mendalang. "Tapi dalang nggak bisa lepas dari gamelan, jadi mereka (anak-anak) belajar (gamelan) juga," imbuhnya.

Oya, Sanggar Monod Laras dibuka untuk siapa saja, terutama anak-anak, yang mau belajar mendalang. Di sanggar tersebut, Tjahjono menjelaskan, anak-anak diajari dasar-dasar menjadi seorang dalang, mulai dari cara memegang wayang hingga karawitan, termasuk di dalamnya memainkan gamelan.

"Kenapa menyasar anak-anak? Tentu untuk regenerasi!" lontarnya berapi-api. "Kami ingin sedini mungkin memperkenalkan kesenian ini kepada generasi muda dengan harapan mereka yang akan melestarikannya ke depan."

Bukan Pekerjaan Mudah

Tjahjono bercerita, memperkenalkan kesenian jawa ke anak-anak bukanlah pekerjaan mudah. Banyak tantangan yang dihadapi lelaki paruh baya itu saat mendampingi mereka berlatih. Yang paling sedih adalah ketika ada anak yang memutuskan untuk nggak berlatih lagi di Sanggar Monod Laras.

"Konsentrasi anak ini terbatas. Setengah jam masih bisa diatur, tapi setelahnya semrawut, lari-lari ke sana ke mari. Di sinilah sebetulnya peran orang tua sangat penting. Mereka yang seharusnya paling mampu mendukung dan mendorong anak-anak untuk berlatih," terangnya.

Menyadari hal ini, lelaki yang berprofesi sebagai dosen di Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Semarang itu mengaku nggak ingin muluk-muluk. Dia nggak bisa berharap para anak didiknya akan menjadi pedalang nantinya. Baginya, yang terpenting adalah kesenian itu nggak pudar.

"Kami cuma bisa berharap, suatu hari nanti saat anak-anak ini jadi pejabat, guru, atau pengusaha, mereka bisa terus menghargai dan mengapresiasi kesenian jawa," kata Tjahjono.

Harapan itu sepertinya disambut baik oleh Jagad Dita Natanegara. Mulai berkenalan dengan kesenian jawa sejak balita, anggota sanggar yang kini berusia 11 tahun ini terbilang rajin mengikuti kegiatan di Sanggar Monod Laras saban minggu.

Jagad, begitu dia biasa memperkenalkan diri, mengaku memang bercita-cita menjadi pedalang. Berawal dari membaca buku tentang wayang, bocah lucu ini nggak bisa berhenti mengulik tentang kesenian tersebut, yang berujung pada keinginan untuk menyelaminya lebih dalam.

Dukungan Keluarga

Dari ketertarikan pada wayang, Jagad pun mulai mencari tahu lewat media sosial. Nggak berhenti di situ, dia bahkan sempat mengikuti pelatihan kesenian jawa di Sanggar Sobokartti, sebuah perkumpulan seni budaya di gedung cagar budaya Sobokartti Semarang.

"Saya menikmatinya. Cita-cita saya jadi dalang dan arsitek. Karena itu, kecuali sakit, saya nggak bakal absen latihan setiap Minggu (di Sanggar Monod Laras) ," janji bocah yang tiap latihan selalu diantar sang nenek ini.

Nenek Jagad, Pia Widya Laksmi, memang sangat mendukung kegiatan cucunya tersebut. Sudah sekitar tiga tahun dia rutin mengantarkan Jagad berlatih ke Sanggar Monod Laras. Baginya, dalam hal ini dukungan dari keluarga sangatlah penting.

"Saya senang lihat dia bersemangat belajar kesenian jawa. Dulu saya nggak ada kesempatan untuk belajar. Ya sudah, sekarang Jagad yang punya kesempatan saya dukung," tukas perempuan 69 tahun tersebut dengan ekspresi penuh kebanggan.

Pia menambahkan, minat Jagad pada kesenian jawa memang sangatlah besar. Berbeda dengan anak kecil pada umumnya yang suka nonton film kartun atau ngegim, cucunya justru lebih suka menggambar wayang

"Dia juga sering menonton pertunjukkan wayang lewat gadget," tandas Pia.

Senang sekali mendengar cerita tentang orang-orang yang meluangkan banyak waktu untuk merawat budaya daerah seperti mereka. Panjang umur, kesenian tradisional! (Fitroh Nurikhsan/E03)

Seorang siswa di Sanggar Monod Laras sedang belajar menjadi seorang dalang.
Para siswa di Sanggar Monod Laras secara bergantian unjuk gigi memerankan seorang dalang.
Salah satu pembina Sanggar Monod Laras mengarahkan para siswa untuk mengikuti kunci lagu saat memainkan gamelan.
Anak-anak di Sanggar Monod Laras tampak antusias memainkan alat musik gamelan.
Sebuah aturan tertulis yang harus dipatuhi bagi orang-orang yang menggunakan gedung Monod Diephuis.
Seorang pembina memberikan contoh cara menabuh kenong dengan baik.
Seorang pembina Sanggar Monod Laras turut memainkan alat musik gong.
Anak-anak di Sanggar Monod Laras benar-benar fokus mengikuti instruksi pembinanya saat latihan memainkan alat musik gamelan.
Latihan kesenian jawa di Sanggar Monod Laras dibuka dengan belajar alat musik gamelan, lalu ditutup dengan belajar menjadi seorang dalang.

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024