BerandaAdventurial
Minggu, 27 Mei 2023 21:46

Menilik Kehidupan Umat Buddha di Kaloran, Temanggung

Kehidupan umat Buddha di Kaloran, Temanggung, Jawa Tengah. (Humas.Jatengprov)

Di Kaloran, Temanggung, ada sekitar 8000 umat Buddha yang beribadah di 46 vihara. Seperti apa ya kehidupan para umat Buddha di wilayah pedesaan tersebut?

Inibaru.id – Kalau kamu lewat jalan Sumowono, Kabupaten Semarang – Temanggung, pasti melihat sesuatu yang unik di pinggir jalan. Setelah melewati jalan berkelok dengan pemandangan alam spektakuler dari Sumowono, di Kecamatan Kaloran, Temanggung, bakal sering melihat vihara di pinggir jalan.

Keberadaan vihara-vihara tersebut nggak jauh dari musala, masjid, atau bahkan gereja terdekat. Yap, di Kecamatan Kaloran, memang bukan hal yang aneh melihat tempat ibadah dari 3 agama yang berbeda berada di lokasi yang nggak jauh. Di sana, masyarakat juga sudah terbiasa hidup rukun tanpa mempermasalahkan kepercayaan orang lain.

Mengingat umat Buddha di Indonesia tergolong sebagai minoritas, keberadaan sekitar 46 vihara di Kecamatan Kaloran dengan jumlah umat hampir 8.000 jiwa tentu cukup menarik.

Menurut Buddhazine (13/8/2015), pada 1966 lalu, Kaloran memang menjadi basis agama Buddha di Tanah Air. Tapi, deklarasi ‘kebangkitan’ agama Buddha di Kaloran baru benar-benar dilakukan pada 1 Juni 1968. Sejak saat itu, penganut agama Buddha di kecamatan yang dikenal punya suhu udara sejuk tersebut semakin meningkat.

“Saat pertama kali agama Buddha dibuka di Kaloran, setidaknya 1.500 orang datang mendaftar. Kabar tentang munculnya agama Buddha menyebar hingga ke pelosok Kaloran,” tulis Ngatiyar pada buku berjudul Berpeluh Berselarah: Buddhis-Muslim Meniti Harmoni yang terbit pada 2010 lalu.

Yang menarik, di Kampung Mranggen, Dusun Kandangan, ada satu orang yang dianggap sebagai ‘penanda’ berkembangnya agama Buddha di kampung tersebut. Nama orang tersebut adalah Budho yang lahir pada 1969.

“Lahirnya bapak ini adalah penanda tumbuhnya agama Buddha di sini. Karena itu namanya Budho,” ucap sesepuh kampung Muntoyo sembari menunjuk ke arah Pak Buddho.

Hidup Rukun Berdampingan dengan Umat Beragama Lain

Salah satu vihara di Kaloran yang ada di tengah-tengah permukiman warga. (Humas.Jatengprov)

Karena jumlah umat Buddha di Kaloran cukup banyak, kamu bisa melihat mereka hidup berdampingan dengan umat muslim yang jadi mayoritas di sana dan umat-umat beragama lain. Di sana, bukan hal yang aneh melihat seorang Bhante mengobrol atau kerja bakti bersama dengan guru ngaji.

Hal ini dibenarkan oleh Kepala Desa Kalimanggis Didik Agung Susilo. Di sana, umat dari agama Islam, Buddha, Katolik, Kristen dan aliran kepercayaan yang terorganisir dalam Persatuan Warga Sapta Darma (Persada) sudah biasa saling membantu selama puluhan tahun.

“Kalau ada selamatan ya doanya dari semua agama. Pas Maulid Nabi beberapa saat lalu, semuanya ikut kerja bakti, membuat panggung,” ucapnya sebagaimana dilansir dari Jatengprov. (19/7/2019).

Hal serupa diungkap Bante Thitasaddho. Laki-laki kelahiran Kalimanggis yang beribadah di Wisma Bhikku Jaya Wijaya senang dengan kerukunan yang dijaga warga desa tempat tinggalnya. Umat Buddha di sana pun semakin mantap menjalankan ajaran Buddha yang menekankan pentingnya menyebarkan cinta asih tanpa pilih kasih.

“Inti ajaran Buddha kan nggak boleh berbuat jahat, saling menolong, dan menghormati,” ucapnya.

Semoga saja semangat kerukunan yang terjadi di Kaloran juga bisa menyebar di wilayah-wilayah lain di Indonesia, ya, Millens? (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024