BerandaAdventurial
Selasa, 17 Apr 2023 14:00

Kehidupan Nh Dini di Kampung Sekayu; Cerita dari Kerabat

Salah satu rumah yang pernah ditinggal sastrawan termuka Nh Dini di Kampung Sekayu, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang. (Inibaru.id / Fitroh Nurikhsan)

Novel 'Sekayu' yang ditulis mendiang Nh Dini menjadi bukti bahwa kampung ini cukup berarti baginya. Berdasarkan cerita dari kerabat, gimana kehidupan Nh Dini di Kampung Sekayu?

Inibaru.id - Sastrawan masyhur Tanah Air Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin atau akrab disapa Nh Dini memiliki kenangan manis di Kota Semarang, tepatnya di satu permukiman padat di pusat kota yang dikenal sebagai Kampung Sekayu.

Perkampungan yang kini dikelilingi gedung pencakar langit itu pernah ditinggali Nh Dini dalam rentang waktu cukup lama. Perkampungan ini diabadikan perempuan yang pernah menikah dengan lelaki berkebangsaan Prancis Yves Coffin tersebut dalam novel bertajuk Sekayu (1981).

Sore itu, bersama beberapa kawan, saya sengaja bertandang ke Kampung Sekayu untuk "napak tilas", menilik rumah yang pernah disinggahi Nh Dini. Dari kejauhan, rumah yang berlokasi di Jalan Sekayu No 348 itu terlihat seperti bangunan kuno yang didominasi rangka-rangka dari kayu jati.

Jalan menuju halaman rumahnya yang menanjak juga tampak teduh karena samping kiri dan kanannya ditumbuhi pepohonan menjulang dan berbagai tanaman di sekitarnya.

"Oh, (Nh Dini) lahirnya nggak di sini, tapi pernah tinggal lama dan dapat inspirasi tulisan di rumah ini," ucap seorang kerabat Nh Dini, Oeti Siti Adiati, sesaat setelah dia menemui saya.

Lahirkan Banyak Karya

Kerabat Nh Dini, Oeti Siti Adiati, sedang berbagi cerita tentang perjalanan hidup Nh Dini di Kampung Sekayu. (Inibaru.id / Fitroh Nurikhsan)

Rumah yang didominasi cat berwarna putih tersebut hanya ditinggali dua perempuan paruh baya termasuk Oeti. Menurut penuturan Oeti, Nh Dini melahirkan cukup banyak karya di tempat tersebut. Sekurangnya ada empat novel yang dihasilkannya.

Keempat novel itu antara lain Sebuah Lorong di Kotaku (1978), Padang Ilalang di Belakang Rumah (1979), Sekayu (1981) dan Tirai Menurun (1997). Oeti yang kebetulan baru pulang dari acara pengajian bercerita, karya-karya Nh Dini sebagian besar berdasarkan apa yang dia lihat dan rasakan di sekitarnya.

"Memang benar, dulu di belakang rumah ini, sebelum banyak bangunan seperti sekarang, adalah kebun kosong yang tak terawat. Ada kandang bebek juga, bahkan Dini sering memberi pakan bebek-bebek itu," ucap Oeti.

Dia mengenang, Nh Dini adalah sosok yang cenderung lebih suka suasana sunyi saat menulis. Jika ada suara bising, kerabatnya itu justru sangat sulit untuk berkonsentrasi.

"Dini, kalau sedang mengetik, kayak nggak mau diganggu," tutur Oeti.

Hubungan Tanpa Restu

Potret kerabat Nh Dini, Oeti Siti Adiati saat ditemui di kediamannya di Kampung Sekayu. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Selain menceritakan kenangan Nh Dini sewaktu tinggal di kampung Sekayu, Oeti juga membeberkan pernikahan Nh Dini dengan Yves Coffin yang sempat ditentang orang tuanya. Dia mengatakan, eyangnya nggak merestui pilihan Nh Dini menikahi diplomat asal Prancis tersebut.

"Eyang nggak kasih restu. Tapi, lambat laun hubungan itu diterima. Ya sudahlah, pilihan hidup Dini mau seperti itu, gimana lagi, kan?" kata Oeti.

Setelah menikah, Nh Dini tinggal di Prancis bersama suaminya, lalu dikaruniai dua anak, yakni Marie-Claire Lintang dan Pierre Coffin. Namun, rumah tangga Nh Dini retak, sehingga dia pun memutuskan kembali ke Tanah Air, tinggal di rumah sepupunya di Jakarta, dan kembali jadi warga negara Indonesia.

"Saya lupa tahunnya, yang pasti saat itu saya duduk di bangku SMA," kenang Oeti.

Mengitari rumah tua di Sekayu itu membuat saya bertanya dalam hati, di mana Nh Dini kecil membaca surat cinta teman sekelasnya seperti dikisahkan dalam Sekayu, ya? Ha-ha.

Kepada Kampung Sekayu, semoga nggak akan berganti nama di masa mendatang seperti harapan mendiang Nh Dini. (Fitroh Nurikhsan/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024