BerandaAdventurial
Rabu, 19 Apr 2022 03:30

Jembatan Berok dan Batas Kelas Sosial di Semarang Tempo Dulu

Jembatan Berok dan Batas Kelas Sosial di Semarang Tempo Dulu

Jembatan Berok tampak depan dengan tiang penyangga yang terlihat kokoh. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Alih-alih menghubungkan, Jembatan Berok justru pernah menjadi batas kelas sosial di Semarang tempo dulu.

Inibaru.id – Berok atau lidah medok orang Jawa bilang "Mberok" adalah jembatan penghubung Jalan Pemuda dengan Kota Lama Semarang. Siapa pun bebas melintas di atas jembatan yang berdiri di atas Kali Semarang itu, hal yang nggak bisa dilakukan sekitar tiga abad lalu.

Perlu kamu tahu, pada masa kolonialisme Belanda sekitar abad ke-18, Kota Lama adalah Atherton-nya Semarang. Di situlah orang-orang kaya Londo mendirikan permukiman dan kantor, yang dikelilingi pagar berbentuk segi lima. Nah, salah satu jalan masuknya melalui Jembatan Berok.

Merunut ke belakang, Tjahjono Rahardjo, anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Semarang mengungkapkan, Kota Lama atau oud stand terbentuk saat Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), kongsi dagang Belanda di Hindia Timur, memindahkan pemerintahan dari Jepara ke Semarang.

"Berdasarkan perjanjian, Raja Mataram Amangkurat II memberikan daerah Semarang kepada VOC yang telah membantunya menumpas pemberontakan Trunojoyo di Jawa," ujar lelaki bersahaja yang akrab disapa Tjahjono tersebut. "Saat itulah VOC memindahkan pemerintahan ke Semarang."

Kepindahan itu nggak serta-merta disambut baik oleh masyarakat setempat. Para pemberontak ini, Tjahjono memaparkan, nggak hanya datang dari orang Jawa asli, tapi juga kelompok pendatang yang sudah mukim di Semarang sebelum kedatangan VOC.

"Semarang adalah pusat transportasi dan perdagangan, yang jalan masuknya via Kali Semarang," ujar Tjahjono. "Sebagian dari mereka tinggal untuk mengembangkan bisnis, kemudian membentuk kelompok-kelompok etnis seperti Tionghoa, Arab, dan Melayu, di sekitar Kota Lama."

Benteng yang Mengitari Kota Lama

Pemotor melewati Jembatan Berok pada sore hari. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

VOC yang datang ke Semarang kemudian mendirikan benteng utama sebagai pusat militer pada 1705, yang dikenal sebagai Vijfhoek. Tepat di sebelah timur benteng tersebut, Tjahjono mengungkapkan, orang-orang Belanda juga mendirikan beberapa bangunan.

"Jembatan Berok juga dibuat sekitar tahun itu," ujar Dosen Tata Ruang Unika Soegijapranata Semarang tersebut.

Keberadaan VOC di Semarang rupanya menyulut pemberontakan sejumlah pihak. Nggak hanya warga pribumi, pemberontakan juga dilakukan kelompok-kelompok etnis yang bermukim di Kota Lunpia. Sebagai langkah antisipasi, VOC pun memperkuat pertahanan Kota Lama.

"Belanda merobohkan Vijfhoek, lalu membangun benteng yang lebih besar, mengitari Kota Lama," terang Tjahjono.

Benteng itu, imbuhnya, memiliki tiga gerbang untuk akses keluar-masuk, salah satunya Gerbang de Zuider Port yang berada di bibir Kali Semarang. Gerbang berjembatan tersebut kemudian resmi berganti nama menjadi Gouverments Brug.

"Masyarakat pribumi yang sulit menyebut Gouverments Brug kemudian bilang 'Berok'. Jadilah Jembatan Berok," ujar lelaki murah senyum tersebut.

Dibongkar pada 1824

Jembatan Berok yang posisinya sejajar dengan Jalan Pemuda Semarang. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Jembatan Berok tergolong sebagai bangunan dengan teknologi mutakhir pada zamannya. Panjangnya nggak lebih dari 10 meter. Namun, bagian tengah jembatan tersebut bisa diangkat saat ada kapal besar melintas di bawahnya.

Tjahjono mengungkapkan, Gouverments Brug nggak dibuka untuk umum. Ada gerbang yang bisa dibuka tutup untuk akses kaum elite Belanda keluar-masuk Kota Lama. Sementara, orang pribumi dan komunitas etnis lain dilarang melintas tanpa keperluan yang jelas.

Kebijakan itu berlangsung selama lebih dari satu abad hingga akhirnya Gouverments Brug dibongkar pada 1824. Begitu dinding dibongkar, masyarakat pribumi dan etnis lain pun bisa leluasa berinteraksi dengan orang-orang Belanda.

"Begitu Gouverments Brug dibongkar, masyarakat Semarang pun bisa bersinggungan langsung dengan orang Belanda hingga seterusnya," pungkas lelaki yang dikenal sebagai sejarawan aktif di Semarang ini.

Melihat kondisi sekarang, barangkali nggak banyak yang menyangka jembatan yang kini mungkin hanya dikenal sebagai tempat kupu-kupu malam mangkal ini pernah menjadi pembatas kelas sosial di Kota Semarang. Kamu tahu fakta ini, Millens? (Kharisma Ghana Tawakal/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Iri dan Dengki, Perasaan Manusiawi yang Harus Dikendalikan

27 Mar 2025

Respons Perubahan Iklim, Ilmuwan Berhasil Hitung Jumlah Pohon di Tiongkok

27 Mar 2025

Memahami Perasaan Robot yang Dikhianati Manusia dalam Film 'Companion'

27 Mar 2025

Roti Jala: Warisan Kuliner yang Mencerminkan Kehidupan Nelayan Melayu

27 Mar 2025

Jelang Lebaran 2025 Harga Mawar Belum Seharum Tahun Lalu, Petani Sumowono: Tetap Alhamdulillah

27 Mar 2025

Lestari Moerdijat: Literasi Masyarakat Meningkat, tapi Masih Perlu Dorongan Lebih

27 Mar 2025

Hitung-Hitung 'Angpao' Lebaran, Berapa Banyak THR Anak dan Keponakan?

28 Mar 2025

Setengah Abad Tahu Campur Pak Min Manjakan Lidah Warga Salatiga

28 Mar 2025

Asal Usul Dewi Sri, Putri Raja Kahyangan yang Diturunkan ke Bumi Menjadi Benih Padi

28 Mar 2025

Cara Menghentikan Notifikasi Pesan WhatsApp dari Nomor Nggak Dikenal

28 Mar 2025

Hindari Ketagihan Gula dengan Tips Berikut Ini!

28 Mar 2025

Cerita Gudang Seng, Lokasi Populer di Wonogiri yang Nggak Masuk Peta Administrasi

28 Mar 2025

Tren Busana Lebaran 2025: Kombinasi Elegan dan Nyaman

29 Mar 2025

AMSI Kecam Ekskalasi Kekerasan terhadap Media dan Jurnalis

29 Mar 2025

Berhubungan dengan Kentongan, Sejarah Nama Kecamatan Tuntang di Semarang

29 Mar 2025

Mengajari Anak Etika Bertamu; Bekal Penting Menjelang Lebaran

29 Mar 2025

Ramadan Tetap Puasa Penuh meski Harus Lakoni Mudik Lebaran

29 Mar 2025

Lebih dari Harum, Aroma Kopi Juga Bermanfaat untuk Kesehatan

29 Mar 2025

Disuguhi Keindahan Sakura, Berikut Jadwal Festival Musim Semi Korea

29 Mar 2025

Fix! Lebaran Jatuh pada Senin, 31 Maret 2025

29 Mar 2025