Inibaru.id - Kolang-kaling adalah salah satu makanan yang mudah ditemui di bulan Ramadan. Biasanya, kolang-kolang hadir bersama dengan kolak. Nah, di Semarang ternyata ada satu kampung yang telah lama menjadi sentra perajin kolang-kaling. Kampung ini ada di Jatirejo, Gunung Pati.
Sejak tahun 2017, Pemkot Semarang memang sudah menyulap Desa Jatirejo menjadi kampung tematik kolang-kaling atau yang disingkat dengan “Kaloka”. Saya pun menyempatkan diri untuk berkunjung ke sana.
Begitu tiba, saya sudah mendapati dua rumah yang berisi sejumlah warga yang sedang mengolah kolang-kaling. Tampak sekawanan ibu rumah tangga sedang menggepengkan kolang-kaling dengan sebuah kayu yang berbentuk barbel.
Namun, produksi kolang kaling ini tampaknya sudah dalam bentuk matang. Padahal saya ingin melihat prosesnya sejak masih dalam bentuk buah aren. Akhirnya, salah seorang warga mengarahkan saya ke rumah produksi lain yang masih dalam bentuk buah aren.
Saya kemudian menemui Royan. Dia dibantu oleh beberapa ibu-ibu tampak sedang sibuk mengolah buah aren. Masing-masing punya tugas. Ada yang memisahkan kolang-kaling dari tangkai, merebus, hingga mengupas kulit aren untuk diambil kolang-kalingnya.
“Saya mungkin sudah lebih dari 20 tahun produksi kolang-kaling,” kata Royan.
Kata Royan, karyawan pembuatan kolang-kaling semuanya berasal dari Desa Jatirejo. Nggak ada yang memakai tenaga dari desa lainnya.
Bertahun-tahun lalu, jumlah rumah produksi kolang-kaling di Desa Jatirejo cukup banyak. Mungkin sekitar 50-an. Namun setiap tahun jumlahnya terus menyusut hingga kini hanya menyisakan 3 rumah saja.
“Sudah pada pindah profesi. Lagipula kolang-kaling juga nggak menentu,” tambahnya.
Awalnya, kolang-kaling yang diolah di Desa Jatisari berasal dari buah aren yang berada di sekitar desa. Namun, lambat laun, jumlah buah aren nggak mencukupi pesanan. Sayangnya, jumlah pohon aren juga semakin berkurang.
Alhasil, banyak rumah-rumah produksi yang kini harus membeli bahan kolang-kaling dari daerah lain seperti Wonosobo, Temanggung, dan Pekalongan. Bahan yang dibeli bukan lagi berbentuk buah aren, namun sudah berbentuk kolang-kaling. Royan merupakan satu-satunya warga yang masih memesan dalam bentuk buah aren.
Rupiase, pemilik salah satu rumah produksi mengungkapkan jika alasan mengapa kini nggak mau memesan buah aren adalah proses pengolahannya yang cukup lama dan ribet.
“Mahal sedikit nggak masalah tapi pengolahannya lebih simpel. Kami tinggal menggepengkan saja,” jelasnya.
Sayangnya, meski harganya lebih mahal, nggak ada jaminan kolang-kaling yang dipesan berkualitas. Penyuplai hanya menjual dalam bentuk paket ton-tonan kolang-kaling yang nggak dicek kualitasnya.
Setiap kilogram kolang-kaling yang diolah di Desa Jatisari dihargai Rp 13 ribu. Hanya, kebanyakan pembeli nggak mengambil dalam bentuk kiloan, melainkan per karung. Para pembeli ini biasanya adalah pedagang di pasar-pasar Kota Semarang.
Sebenarnya, selain produksi kolang-kaling, Desa Jatirejo juga memiliki daya tarik lainnya seperti lokasi untuk river tubing, bumi perkemahan, serta beberapa homestay. Berniat main ke sana nggak nih, Millens? (Audrian F/E07)
Baca Juga:
Yang Baru dari Aksi Bagi-Bagi Takjil