BerandaTradisinesia
Sabtu, 19 Jun 2020 13:47

Wisuda Daring, Fase Puncak di Universitas yang Dirasa Garing

Fatikhatun Nikmah sedang mengikuti wisuda daring dari kamar kosnya. (Inibaru.id/ Audrian F)

Tanpa greget, begitu kira-kira pendapat para wisudawan daring di Undip. Momen yang mereka tunggu-tunggu selama menuntut ilmu di universitas itu nyatanya terjadi tanpa kesan. Hm, saya baru menyadari kalau ada hal menyenangkan yang nggak disambut dengan semburat bahagia; wisuda daring!<br>

Inibaru.id - Fatikhatun Nikmah tengah berada di kamar kosnya. Di hadapannya sebuah laptop menyala berada di atas meja kecil. Sesekali dia melihat jam digital pada layar laptop. Dia pengin memastikan belum terlambat mengikuti prosesi wisuda online.

Yap, perempuan yang akrab dipanggil Fatma ini termasuk salah seorang calon wisudawan periode 158 yang diadakan Universitas Diponegoro. Dia berasal dari jurusan Sastra Indonesia. O ya, biarpun acara diadakan secara streaming, Fatma tetap dandan. Dia mau terlihat cantik pada hari istimewanya.

Fatma memakai setelah hitam putih, dress code yang diminta panitia wisuda. Tangannya sibuk mengusap wajah dengan spon bedak. Selempang bertuliskan cumlaude juga dikenakannya.

“Nggak apa-apa, biar bisa bikin instasory,” ucapnya sambil terkekeh, Kamis (18/6).

Fatma tetap berdandan. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Fatma tersenyum melihat penampilannya yang paripurna. Sekarang dia percaya diri mengikuti streaming. Di tengah keseriusannya menyimak wisuda daring, Fatma mengaku sedih. Sungguh bukan prosesi wisuda seperti ini yang dia impikan selama kuliah.

Memang, meniadakan keramaian merupakan jalan terbaik. Tapi seperti masih ada yang mengganjal. Iri rasanya pada kampus Unnes yang wisudawannya tetap menggunakan toga meski sama-sama daring.

Karena nggak jadi memakai toga, Undip mengembalikan biaya sewa kepada seluruh wisudawan. Masing-masing menerima uang Rp 200 ribu ditambah Rp 100 ribu untuk membeli kuota. "Uang saku" untuk beli kuota ini dibagikan merata meski calon wisudawan nggak ikut streaming. Halal saja kalau mau dipakai beli barang lain.

Mengenakan selempang cumlaude. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Ngenes banget. Masa nggak pakai toga begini. Padahal aku udah lama ngidam,” ucap perempuan yang kini resmi menyandang titel Sarjana Sastra ini.

Saya paham kenapa perempuan asal Kendal ini sambat. Bagi sebagian orang, wisuda merupakan momen unjuk pencapaian kepada semua orang. Dia pengin memperlihatkan bahwa dia sudah berhasil bertahan dan lulus dari universitas.

Nggak ingin ikut hanyut dalam emosi, saya berusaha menenangkannya. Saya pikir dia harus bersyukur karena sudah wisuda. Kalau saya entah kapan bisa menyusul.

Habis dari Fatma, saya bergeser ke Dinna Islamiati. Jurusannya sama dengan Fatma yaitu Sastra Indonesia. Meski dapat jatah uang untuk beli kuota, Dinna memilih numpang wifi-an di kos temanya. Sendirian, dia menyimak wisuda daring ini.

Dinna menyimak wisuda daring dari gazebo kos-kosan. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Saya lihat Dinna lebih "cuek" dandanannya. Dia merasa nggak perlu menggunakan selempang segala. Menurutnya, kalaupun dipakai nggak berpengaruh apa-apa. Nggak ada yang melihat. Kocak sih tapi masuk akal.

“Jadi begini doang wisuda daring?” ujar Dinna dengan nada sinis.

Mungkin bagi Dinna, wisuda hanya semacam pemanis tambahan. Lagipula, orang tuanya nggak terlalu ambil pusing. Lagi pandemi, yang penting lulus. Begitu kata mereka pada Dinna. Ditambah, Dinna sudah diterima bekerja menjadi pegawai provider. Jadi, dia nggak punya alasan untuk sentimentil. He

Meski lebih praktis, banyak yang merasa kurang "sreg" dengan wisuda daring. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Beda halnya seperti teman saya yang dari jurusan Ilmu Komunikasi Undip yakni Mahardika Indra Pratama. Dia rela meninggalkan pekerjaannya di Semarang hanya untuk mengikuti wisuda daring di rumah bersama orang tuanya di Pekalongan.

Sebetulnya Indra juga kecewa. Baginya, sistem daring menghilangkan nilai kesakralan tradisi wisuda. Karena itu, dia nggak menyimak prosesi lengkapnya.

“Penginnya orang tua lihat aku wisuda karena sudah menyekolahkan bertahun-tahun,” pungkasnya.

Hm, jadi begitu ya perasaan mereka soal wisuda daringnya. Kalau kamu pilih wisuda daring apa luring, Millens? (Audrian F/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024