BerandaTradisinesia
Senin, 26 Nov 2017 15:55

Ulos, Kisah Kebudayaan Panjang dalam Selembar Kain Tenun

Mutiara Pandiangan (72), penenun dari Muara, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, tengah menenun ulos Harungguan, Sabtu (10/9/2016). Mutiara adalah penenun yang menenun ulos Harungguan untuk Presiden Joko Widodo.(KOMPAS.com/NURSITA SARI)

Selembar kain ulos memiliki makna kehidupan dan representasi semesta alam. Ia juga simbol restu, kasih sayang, dan persatuan.

Inibaru.id – Membicarakan budaya Batak tanpa menyebut ulos ibarat makan tanpa lauk. Ya, ulos adalah salah satu kreasi budaya Indonesia yang berasal dari salah satu peradaban tertua di Asia sejak 4.000 tahun lalu, yaitu kebudayaan Batak. Ulos bahkan telah ada jauh sebelum bangsa Eropa mengenal tekstil.

Seperti ditulis Zoraya Ralie (Beritagar.id, 25/11/2017), di Batak, khususnya di kawasan Danau Toba, ulos merupakan simbol adat yang dinilai sakral dan tradisinya masih lestari. Kain itu sangat penting digunakan oleh orang Batak untuk upacara adat, pernikahan hingga kematian.

Namun, meski ulos telah ditetapkan sebagai Warisan Kebudayaan Tak Benda Nasional sejak tanggal 17 Oktober 2014 dan sedang gencar dijadikan warisan budaya dunia melalui UNESCO, tak banyak yang tahu filosofi sebenarnya dari ulos.

Selain nilai estetika, pada sehelai ulos juga sarat nilai seni, sejarah, religi, dan budaya. Tiap motif, pilihan warna, jenis, hingga cara pemakaian dan pemberian ulos, semua punya makna tersendiri.

Secara garis besar, ulos memiliki makna kehidupan dan representasi semesta alam. Ulos juga simbol restu, kasih sayang dan persatuan.

Ulos secara harfiah berarti “selimut”. Dulunya nenek moyang suku Batak adalah orang gunung. Mereka menganggap ulos paling nyaman, praktis, dan aman bagi kehidupan sehari-hari, untuk menghangatkan tubuh dan melindungi dari dingin, ketimbang matahari dan api.

Baca juga:
Ini Dia 19 jenis Ulos Batak Toba
Pandapotan Nasution, Pemangku Adat untuk Pernikahan Kahiyang-Bobby

Lambat laun ulos menjadi kebutuhan primer dan semakin penting, terlebih ketika tetua adat menggunakannya pada pertemuan adat resmi. Pun perempuan-perempuan Batak yang bangga menenun, memakai, dan mewariskannya kepada keluarga sebagai suatu pusaka.

Mengingat tingginya nilai ulos bagi kehidupan, dibuatlah aturan adat yang mengawali akar filosofinya. Namanya ritual Mangulosi atau “memberikan ulos”. Seseorang hanya boleh “mangulosi” mereka yang menurut tutur atau silsilah keturunan berada di bawah. Misalnya Natoras tu ianakhon (orang tua kepada anak), tetapi tidak sebaliknya.

Jenis ulos yang diberikan juga harus sesuai dengan ketentuan adat. Kapan digunakan, disampaikan kepada siapa, dan dalam upacara adat yang bagaimana, fungsinya tidak bisa bertukar karena tiap ulos bermakna tersendiri.

Misalnya, jenis ulos Ragidup sebagai simbol kehidupan dan paling tinggi derajatnya ketimbang jenis lain itu tak bisa sembarangan diberikan selama status orang tersebut belum menikahkan anak, meski ia sedang menghadapi momen penting menjadi mempelai. Sebagai gantinya, mempelai akan diberi ulos Ragihotang yang bermakna doa.

Dalam perkembangannya, ulos juga diberikan kepada orang nonBatak. Pun digunakan sebagai jimat (tondi) yang diyakini memiliki kekuatan melindungi raga dari hal jahat lewat sisipan doa.

Penempatan ulos yang digunakan pun bermakna, yakni menangkal cuaca panas dan dingin, hingga memperlihatkan status.

Budayawan Raya Siregar menjelaskan, ulos ada yang dikalungkan, digunakan sebagai syal, dilingkarkan ke badan, dan posisi lain seperti pengikat kepala. Umumnya, ulos yang diselempangkan itu untuk para raja. Motif ulos bisa berbeda-beda, sesuai kasta dan keturunan. Sementara soal warna, para raja dan ratu biasa menggunakan emas dan merah.

Baca juga:
Kala Jokowi Berkurban “Anak Ayam” untuk Kahiyang
Ritus Suku Saghe Menyambut Kedatangan Imam Baru

Saat ini, segelintir pemerhati kelestarian ulos telah berinovasi menghidupkan kembali teknik pewarnaan alam yang dikenal dengan istilah harimontong seperti warna biru keungu-unguan, dan kulit pohon jabi-jabi (beringin) untuk warna cokelat.

Perlu diketahui, pada dasarnya warna ulos hanya tiga, dan memiliki makna spiritual bagi masyarakat Batak.

"Yaitu warna hitam, putih, dan merah. Ketiga warna ini merupakan ragi kehidupan. Merah artinya keberanian, hitam artinya kepemimpinan, dan putih artinya kesucian," ujar Monang Naipospos, pegiat budaya Batak dikutip Tribun Medan.

Dia juga meluruskan kesalahan anggapan bahwa ulos memiliki warna yang beragam. "Di luar ketiga warna ini disebut dengan nama sekka-sekka," tegasnya. (EBC/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: