BerandaTradisinesia
Kamis, 28 Jul 2021 17:22

Tradisi Popokan Desa Sendang; Bersyukur dengan Berperang Lumpur

Popokan atau perang lumpur menjadi salah satu bagian dari tradisi unik di Desa Sendang, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. (Youtube/Budi Merdjon)

Popokan menjadi salah satu tradisi unik di Desa Sendang, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. Digelar saban Agustus, tradisi berperang lumpur ini menjadi bentuk rasa syukur masyarakat setempat atas keselamatan hidup yang diberikan Tuhan.

Inibaru.id - Lumpur dipercaya mengandung banyak mineral, bentonit, dan germanium, yang baik untuk kulit. Inilah yang menjadi latar belakang dibuatnya Festival Lumpur Boryeong, salah satu festival musim panas paling populer di Korea Selatan yang (harusnya) digelar pada pertengahan hingga akhir Juli ini.

Untuk alasan yang berbeda, Indonesia juga memiliki sejumlah "festival lumpur" yang nggak kalah seru, salah satunya yang rutin digelar di Desa Sendang, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Masyarakat setempat menyebutnya Popokan alias "perang lumpur".

Laiknya festival lumpur di Korea, secara garis besar Popokan juga merupakan tradisi saling melempar lumpur. Nggak hanya dilakukan anak-anak atau remaja, nggak jarang orang-orang dewasa juga turut serta dalam ritual yang digelar saban Agustus, tepatnya pada Jumat Kliwon di bulan tersebut.

Kendati disebut "perang", masyarakat melakukan tradisi tahunan ini dengan suka cita. Jadi, nggak ada dendam di antara mereka. Bahkan, tradisi yang sudah berlangsung secara turun-temurun itu menjadi cara bagi para warganya untuk menyucikan diri sekaligus menolak bala.

Berawal dari Teror Harimau

Saling melempar lumpur, yang kena nggak boleh marah. (Merahputih/Antara/Aditya Pradana Putra)

Konon, suatu ketika Desa Sendang diteror oleh kemunculan seekor harimau yang mengganggu keselamatan warga. Harimau tersebut juga memakan hewan ternak. Pelbagai cara dan senjata dikerahkan orang-orang untuk mengusir sang macan, tapi selalu gagal.

Kemudian, muncullah seorang pemuka agama yang menyarankan agar orang-orang nggak mengusir harimau dengan kekerasan. Saran dituruti. Warga pun kemudian memopok (melempari) raja hutan itu dengan lumpur sawah; dan berhasil!

Sejak peristiwa tersebut, tradisi popokan atau saling melempar lumpur sawah pun digelar. Tujuannya, untuk menjauhkan kejahatan dan menolak bala di daerah mereka. Selain itu, tradisi ini juga menjadi wujud syukur warga pada Sang Pencipta karena telah diberi keselamatan.

Warga percaya, lumpur yang dilemparkan mengandung berkah. Karenanya, alih-alih marah, mereka justru senang saat terkena lumpur.

Empat Ritual Penting

Tradisi Popokan diawali dengan ritual bersih-bersih sendang dan mata air. (Balasoka)

Popokan merupakan ritual terakhir dari empat rangkaian tradisi yang umumnya digelar dua hari. Pada Kamis sore (sehari sebelum Popokan), masyarakat setempat akan memulainya dengan kerja bakti membersihkan sendang atau sumber mata air. Ritual tersebut dilakukan laki-laki dewasa di desa itu.

Bagi mereka, sendang adalah sumber kehidupan, karena masyarakat memenuhi kebutuhan, mulai dari mengairi sawah, mandi, mencuci pakaian, hingga minum dengan air tersebut. Jika sumber mata air bersih, mereka percaya bakal terhindar dari penyakit dan kotoran.

Selanjutnya, warga desa akan membuat tumpeng, nasi berbentuk gunungan dengan berbagai sayur dan lauk, termasuk ingkung ayam. Tumpeng biasanya melambangkan harmonisasi manusia dengan Tuhan, makhluk lain, dan sesamanya.

Pada acara ini, para lelaki bakal duduk melingkar, lalu membaca doa yang dipimpin modin. Setelahnya, tumpeng diarak menuju area persawahan yang bakal menjadi medan perang lumpur bersama replika macan yang digiring warga. Selama prosesi ini, mereka juga membuat pergelaran seni.

Tumpeng yang diarak kemudian dibawa ke balai desa, lalu didoakan. Setelahnya, warga bakal saling berebut tumpeng untuk mendepatkan berkah dari doa-doa yang dilantunkan pemuka agama setempat.

Terakhir, barulah mereka bakal melakukan ritual popokan. Nggak cuma peserta yang nggak boleh marah saat terkena lumpur, para penonton yang terciprat lumpur juga dilarang mendendam. Hm, seru ya, Millens?

Lantaran masih berada di tengah pandemi, belum ada kabar lagi apakah tradisi popokan di Desa Sendang tahun ini bakal digelar atau tidak. Duh, sayang sekali ya! (Etn/Bud/Inf/MG42/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Tanda Diabetes pada Kulit yang Jarang Disadari

8 Des 2024

Berapa Luas Kamar Tidur yang Ideal?

8 Des 2024

Piknik Santai di Rowo Gembongan Temanggung

8 Des 2024

Ombudsman: Terkait Penanganan Kasus Penembakan Siswa SMK, Polrestabes Semarang Nggak Profesional

8 Des 2024

Dekat dengan Candi Prambanan, Begini Keindahan Candi Sojiwan

8 Des 2024

Pemprov Jateng: Pagu 10 Ribu, Makan Bergizi Gratis Nggak Bisa Sediakan Susu

8 Des 2024

Hadirkan Stefan William di Acara Pembukaan, Miniso Penuhi Gaya Hidup Modern dan Kekinian Warga Kota Semarang

8 Des 2024

Ada Tiga Bibit Siklon Tropis Kepung Indonesia, Apa Dampaknya?

9 Des 2024

Menilik Hasil Rekapitulasi Suara Pilkada 2024 di Lima Daerah

9 Des 2024

Produksi Genting di Desa Papringan, Tetap Autentik dengan Cara Tradisional

9 Des 2024

Rekor 1.000 Poin Megawati Hangestri di Liga Voli Korea

9 Des 2024

Peringati Perang Diponegoro, Warga Yogyakarta Gelar Kirab Tongkat Kiai Cokro

9 Des 2024

Tanpa Transit! Uji Coba Direct Train Gambir-Semarang Tawang, KAI Tawarkan Diskon 50 Persen

9 Des 2024

Sidang Kode Etik Kasus Penembakan di Semarang, Hadirkan Saksi dan Keluarga Korban

9 Des 2024

Apa yang Bikin Generasi Z Sering Dideskripsikan sebagai Generasi Paling Kesepian?

9 Des 2024

Kasus Polisi Tembak Siswa SMK, Robig Dipecat Tidak Dengan Hormat!

10 Des 2024

Penembak Siswa SMK 4 Semarang Dipecat; Ayah Korban: Tersangka Nggak Minta Maaf

10 Des 2024

50 Persen Hidup Lansia Indonesia Bergantung pada Anaknya; Yuk Siapkan Dana Pensiun!

10 Des 2024

Asap Indah Desa Wonosari, Sentra Pengasapan Ikan Terbesar di Jawa Tengah

10 Des 2024

Hanya Membawa Kerugian, Jangan Tergoda Janji Manis Judi Online!

10 Des 2024