BerandaTradisinesia
Rabu, 2 Mei 2023 12:00

Tata Kota Peninggalan Hamengku Buwono I; Sumbu Filosofi Yogyakarta

Sumbu Filosofis Yogyakarta tengah diusulkan menjadi Warisan Dunia. (Kebudayaan Kemendikbud)

Lebih dari itu, ternyata tata ruang kota Yogyakarta memiliki makna filosofis yang tinggi. Seperti apa ya cerita tentang tata kota ini?

Inibaru.id - Salah satu yang membuat Yogyakarta istimewa adalah tata kotanya yang berpatokan pada Sumbu Filosofi Yogyakarta. Itu adalah sebuah sumbu imajiner berupa garis lurus yang membentang dari arah utara hingga selatan, ditarik dari Panggung Krapyak hingga Tugu Pal Putih (tugu Golong-gilig) dan Keraton Yogyakarta sebagai titik pusatnya.

Menurut Visitingjogja (29/3/2023), Sumbu Filosofi Yogyakarta melambangkan keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhannya (Hablum min Allah), manusia dengan manusia (Hablum min Annas), maupun manusia dengan alam, yang meliputi api (dahana), tanah (bantala), air (tirta), angin (maruta) dan akasa (ether).

Oleh Sri Sultan Hamengku Buwana konsep tersebut diubah ke filosofi Islam Jawa “Hamemayu Hayuning Bawana”, dan “Manunggaling Kawula lan Gusti”.

Pencipta Sumbu Filosofi Yogyakarta

Pangeran Mangkubumi merupakan arsitek handal. (Kraton Jogja)

Menurut Yuwono Sri Suwito dalam tulisan Mengenal Sumbu Imajiner dan Sumbu Filosofi Kraton Yogyakarta, Hamengku Buwono I atau Pangeran Mangkubumi adalah pencipta Sumbu Filosofi Yogyakarta. Setelah Perjanjian Giyanti, Pangeran Mangkubumi membangun Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan memilih Yogyakarta sebagai ibukota kerajaan.

Pertimbangan ini bukan tanpa alasan, pemilihan Yogyakarta sebagai ibu kota juga berkaitan dengan nilai filosofis magis. Maklum, selain sebagai orang yang ahli di bidang strategi perang, Pangeran Mangkubumi juga seorang arsitek yang sangat memegang teguh nilai historis maupun filosofis.

Beberapa sumber juga menyatakan bahwa Pangeran Mangkubumi sendirilah yang menentukan bentuk dan luas Kraton serta ibu kota Ngayogyakarta kala itu. Sampai sekarang ukuran itu masih disimpan di dalam Kraton Yogyakarta, dan menjadi salah satu pusaka keramat yang dinamai Kyai Baladewa.

Makna Sumbu Filosofi Yogyakarta

Sumbu Filosofis Yogyakarta membentang lurus dari utara hingga selatan. (Instagram/Jogja Istimewa)

Mengutip dari laman Karaton Ngayogyakarya Hadiningrat (30/3), wujud konsep Jawa ke dalam tata ruang Kota Yogyakarta dihasilkan dari proses menep atau perjalanan hidup Pangeran Mangkubumi.

Dalam laman tersebut dijelaskan dalam membangun Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono I menggunakan konsepsi Jawa dengan mengacu pada benteng alam yang ada, seperti gunung, laut, sungai, serta daratan.

Prinsip utama yang dijadikan dasar pembangunan keraton oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I adalah konsepsi Hamemayu Hayuning Bawono. Artinya membuat Bawono (alam) menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat dan lestari).

Oleh sebab itu, Sumbu Filosofi Yogyakarta berada dalam kerangka kosmologi sumbu imajiner Gunung Merapi-Kraton-Laut Selatan.

Sementara itu, sumbu nyata yang membentang dari utara hingga selatan dalam satu garis lurus adalah jalan yang menghubungkan Tugu Golong-gilig, keraton, dan Panggung Krapyak yang di dalamnya menggambarkan perjalanan siklus hidup manusia berdasarkan konsepsi Sangkan Paraning Dumadi.

Poros Keraton Yogyakarta hingga Tugu mencerminkan kewajiban Sultan untuk melindungi dan mengayomi rakyat. Perjalanan dari Panggung Krapyak menuju keraton mewakili konsepsi sangkan (asal) dan proses pendewasaan manusia. Sementara perjalanan dari Tugu Golong gilig menuju ke keraton mewakili filosofi paran (tujuan) yaitu perjalanan manusia menuju Penciptanya.

Wah, keren dan dalam banget makna dari penyusunan tata kota Yogyakarta, ya? Semoga kekayaan filosofi itu nggak berhenti sebagai simbol-simbol belaka. Namun, dapat digunakan sebagai sumber kesadaran akan makna hidup. (Fatkha Karinda Putri/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: