BerandaTradisinesia
Kamis, 22 Apr 2020 17:00

Tahun Ini Tradisi Dhandhangan Tinggal Kenangan

Menara biasanya menjadi pusat keramaian tradisi Dhandhangan. (Inibaru.id/ Rafida Azzundhani)

Di Kudus, apalah Ramadan tanpa tradisi Dhandangan. Tradisi ini nyaris nggak pernah absen dari beratus tahun lamanya. Namun, tampaknya tahun cerita yang berbeda. Untuk kali pertama, tradisi Dhandhangan ditiadakan.

Inibaru.id – Nggak terasa Ramadan tinggal menghitung hari. Tapi saya nggak menjumpai tradisi Dhandhangan di sepanjang jalan Menara Kudus. Biasanya, akan ada pasar rakyat, wahana permainan, dan kirab budaya. Saya menduga Dhandhangan harus absen untuk mencegah penyebaran virus corona.

Hm, kira-kira orang-orang Kudus merasa kehilangan nggak ya? Penasaran, saya mencoba mencari tahu lebih lanjut mengenai Dhandhangan. Tempat pertama yang saya tuju adalah Masjid Menara Kudus. Setahu saya pihak masjid yang mengurus tradisi Sunan Kudus ini. Menurut pengurus Masjid Menara Kudus, pihaknya sudah nggak lagi terlibat dalam kepanitiaan langsung, dan menyarankan saya untuk datang langsung ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus.

Sampai di Pemkab, petugas mengarahkan saya untuk datang ke Dinas Perdagangan. Setibanya di sana, saya dapat respon yang kurang baik.

Akhirnya, saya memutuskan untuk melihat langsung bagaimana respon masyarakat tentang Dhandhangan yang absen.

Pada Selasa (14/4), saya sempat berbincang dengan salah seorang penjual martabak di depan Menara Kudus. Saat Dhandangan tiba dia nggak lagi berjualan martabak, tapi berganti jualan intip ketan, makanan khas Dhandhangan.

Penjual martabak bernama Muzaenah menceritakan sedikit keluh kesahnya. Dia mengaku jika ada penurunan omzet akibat ditiadakannya Dhandhangan.

Pedagang sekitar menara biasanya laris manis dan ramai oleh pembeli, serta penyewa listrik saat Dhandhangan. (Inibaru.id/ Rafida Azzundhani)

“Biasanya sebelum puasa kan, 10 hari sebelum masuk bulan puasa, biasanya sudah ramai,” ungkapnya.

Meski begitu, penjual asal Desa Damaran, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus ini mengungkapkan jika dia merasa setuju dengan keputusan pemerintah untuk meniadakan Dhandhangan. Menurutnya, demi kesehatan dan keamanan mending ditiadakan.

“Setuju, ndak ada yo ndak papa, biar cepat selesai lo, biar penyebarannya nggak semakin banyak gitu. Kalo soal kerugian kan kita cari-cari masih bisa,“ kata Muzaenah.

Tradisi Dhandhangan memang terkenal dengan pasar rakyatnya, Millens. Banyak masyarakat yang mengais rezeki sebelum puasa di sana. Pedagang bukan cuma orang-orang Kudus. Mereka datang dari berbagai daerah.

Fauziah, pemilik toko buku dan perlengkapan haji di kawasan Menara Kudus juga merasakan hal yang sama. Jika biasanya tokonya ramai saat Dhandhangan, hal itu nggak lagi dirasakan olehnya. Dia bercerita jika ditiadakannya Dhandhangan membuat pendapatan tambahannya ikut menurun.

Tari Gusjigang turut memeriahkan acara Visualisasi Tradisi Dhandhangan, Minggu (5/5/2019) di Alun-Alun Simpang 7 Kudus. (Inibaru.id/ Ida Fitriyah)

“Kalau pas Dhandhangan biasanya nyewain tempat dan listrik untuk pedagang buah, parkir motor. Sekarang ya kosong pendapatan tambahannya,” ujar Fauziah. Meski begitu, dia setuju jika Dhandhangan ditiadakan sementara untuk mencegah penyebaran virus.

Lalu, gimana generasi muda menanggapi keputusan ditiadakannya Dhandhangan?

Lina, sebagai pengunjung setia Dhandhangan mengaku mendukung kebijakan ini. Menurutnya, langkah ini memang perlu diambil untuk meminimalisasi penyebaran virus corona.

“Apalagi sekarang Kudus makin bertambah jumlah ODP-nya. Jadi kooperatif aja sama keputusan ditiadakan Dhandhangan, dengan nggak usah berpergian yang nggak penting dan stay di rumah saja,” ungkap Lina.

Dia juga berpesan pada generasi muda yang sudah sedikit banyak memahami tentang Covid-19. Nggak perlu takut berlebihan, yang penting sudah berusaha menjaga kebersihan diri, memakai masker, dan melakukan anjuran pemerintah.

“Yakin saja ini untuk kebaikan bersama. Untuk sementara ini tetep mengurangi nongkrong nggak penting juga, karena untuk memutus mata rantai corona. Mengerikan pokoknya!” pesan Lina pada generasi muda.

Betul juga ya? Semoga tahun depan bisa menikmati tradisi ini kembali ya, Millens? (Rafida Azzundhani/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024