BerandaTradisinesia
Rabu, 6 Des 2022 15:35

Siasat Belanda yang Membuat Hubungan Pakubuwono IX dengan Ronggowarsito Renggang

Pakubuwono IX, raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat pada tahun 1861 sampai dengan 1893. (Tropen Museum)

KGPH Prabuwijaya atau Pakubuwono IX memiliki hubungan kurang baik dengan pujangga legendaris Ronggowarsito. Hal itu karena kejadian kurang menyenangkan yang dialami keduanya pada masa lalu.

Inibaru.id – Pada 1861 sampai dengan 1893, Kasunanan Surakarta Hadiningrat dipimpin oleh Pakubuwono IX. Dia merupakan anak dari Pakubuwono VI yang meninggal pada 2 Juni 1849.

Lahir pada 22 Desember 1830, Pakubuwono IX memiliki nama asli Raden Mas Suryo Duksina. Saat menginjak dewasa, dia mendapatkan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Prabuwijaya.

Dikutip dari Kompas (17/11/21), semasa pemerintahannya, Pakubuwono IX aktif dalam menulis karya sastra. Beberapa karyanya yang terkenal adalah Serat Wulang Puteri, Serat Jayeng Sastra, Serat Menak Cina, dan Serat Wirayatna.

Karya-karya tersebut berisi tuntunan agar selalu mengingat Sang Pencipta, keteguhan dalam menjalani hidup, dan budi pekerti yang luhur. Sebagian besar karya Pakubuwono IX memuat tentang tapa brata guna, yaitu sebuah pikiran untuk mencari ketenangan dan terus berbuat baik.

Pada era yang sama, pujangga besar bernama Raden Mas Ngabehi Ronggowarsito hidup. Layaknya Pakubuwono IX, dia juga jago membuat karya sastra. Sayangnya, bukannya bersinergi membuat karya-karya besar, hubungan keduanya justru nggak harmonis.

Dikutip dari Kompasiana (25/06/15), buruknya kedua tokoh ini dipicu oleh pembuangan ayah Pakubuwono IX ke Ambon oleh Belanda pada 1830. Alasannya, dia dianggap bersekutu dengan Pangeran Diponegoro. Masalahnya, muncul isu bahwa hal ini diadukan oleh juru tulis keraton, yaitu Mas Pajangswara atau ayah dari Ronggowarsito.

Raden Mas Ngabehi Ronggowarsito, seorang pujangga yang hidup pada zaman Pakubowono IX berkuasa. (Intisari)

Isunya, Pajangswara ditangkap dan dimintai kesaksian oleh Belanda. Dia disiksa hingga tewas. Nah, pada saat interogasi sadis itulah, Pajangswara memberikan informasi terkait hubungan ayah Pakubuwono IX dengan Pangeran Diponegoro.

Meski nggak bisa dipastikan kebenarannya, kabar burung ini sudah cukup untuk merusak hubungan harmonis dari keluarga Pakubuwono IX dan Pajangswara. Ketidakharmonisan ini menurun sampai anak-anaknya.

Ronggowarsito yang merasa ayahnya nggak berbuat kesalahan tetap menghormati keluarga Pakubuwono IX. Dia bahkan mempersembahkan Serat Cemporet yang berisi nilai-nilai pendidikan kepada Pakubuwono IX.

Belanda yang nggak ingin hubungan dua keluarga ini kembali harmonis pun kembali berulah. Mereka menganggap Ronggowarsito sebagai jurnalis berbahaya. Tulisan-tulisannya dianggap provokatif dan dikhawatirkan bisa membangkitkan semangat kaum pribumi.

Tekanan yang bertubi-tubi dari penjajah membuat Ronggowarsito menyerah. Dia memutuskan untuk undur diri sebagai redaksi surat kabar Bramartani pada 1870 dan menikmati masa tuanya hingga meninggal pada 24 Desember 1873. Tapi, tanggal meninggalnya ini cukup aneh karena sama persis dengan tanggal perilisan Serat Sabdajati. Diduga, dia meninggal karena dieksekusi Belanda.

Sementara itu, Pakubuwono IX masih melanjutkan kepemimpinannya hingga tutup usia pada 17 Maret 1893. Tampuk kepemimpinan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat pun berpindah ke puteranya, Pakubuwono X.

Fitnah dan pecah belah yang dilakukan Belanda memang luar biasa ya, Millens, sampai bisa membuat kalangan kerajaan nggak harmonis. (Kharisma Ghana Tawakal/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024