BerandaTradisinesia
Rabu, 24 Sep 2024 11:14

Serunya Melihat Langsung Pembuatan Jenang Tradisional

Proses pembuatan jenang tradisional yang sudah semakin jarang ditemukan. (Inibaru.id/ Arie Widodo)

Jenang tradisional dimasak dalam waktu 4-6 jam. Proses pengadukan adonan jenang yang liat juga cukup melelahkan. Makanya yang memasak jenang biasanya adalah lelaki.

Inibaru.id – Saking banyaknya jasa katering atau penjual jajan pasar di berbagai tempat, kini kita sulit melihat langsung proses pembuatan jajanan-jajanan tradisional seperti jenang. Untungnya, pada Minggu (22/9/2024) sore, saya berkesempatan melihat langsung proses pembuatan jenang tradisional yang konon sangat melelahkan tersebut.

Kali terakhir saya melihat proses pembuatan jenang adalah saat masih anak-anak, sekitar 2 dekade silam di Purbalingga, Jawa Tengah. Samar-samar dalam ingatan, yang mengaduk adonan jenang yang liat adalah bapak-bapak kekar. Mereka seringkali bertelanjang dada karena kepanasan akibat berjam-jam mengaduk adonan jenang yang dimasak langsung di wajan yang diletakkan di atas tungku.

Nggak disangka, saya akhirnya bisa melihat pemandangan yang sudah sangat jarang ditemukan jika ada hajatan digelar tersebut. Di Desa Jubelan, Sumowono, keluarga Chamid mengadakan acara doa bersama untuk memperingati dua tahun kematian ibunya. Untuk menjamu tamu yang sudi ikut mendoakan mendiang, Chamid memutuskan untuk membuat jenang tradisional. Ya, Chamid nggak membeli jenang yang sudah jadi, untuk dijadikan camilan pendamping teh hangat dan jajanan lainnya.

“Sebenarnya jenang ini nggak harus ada untuk acara-acara seperti ini. Tapi saya memilih untuk membuatnya karena kalau membeli jenang sudah jadi kadang nggak awet dan kurang enak. Kalau bikin sendiri kan bisa dipastikan kualitasnya,” ucap Fauziah, istri dari Chamid, Minggu (22/9).

Untungnya undangan untuk acara tahlilan nggak begitu banyak, hanya 90 orang. Fauziah pun nggak perlu membuat jenang dalam porsi besar. Dia hanya menyiapkan 6 kilogram tepung beras, 18 buah kelapa yang dijadikan santan, dan 5 kilogram gula merah. Setelah adonan jenang dari bahan-bahan tersebut siap, jenang pun dimasak di wajan berukuran diameter kurang lebih 1,2 meter yang disebut kenceng (dibaca sepeti 'lempeng') selama lebih dari 4 jam.

Adonan jenang dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam plastik. (Biggo)

“Sebenarnya, idealnya jenang dimasak sekitar 6 jam. Tapi setelah 4 jam dan kita cicipi kok sudah matang,” ungkap Chamid yang bergantian mengaduk adonan jenang dengan tiga anak laki-lakinya selama periode memasak tersebut.

Setelah adonan dipindah ke baki, jenang dipotong tipis-tipis seukuran separuh telapak tangan dan dibungkus dengan plastik mika. Setelah itu, jenang ditempatkan di wadah jajanan yang disajikan untuk para tamu yang datang keesokan harinya untuk mengikuti acara doa bersama.

“Sebenarnya sempat khawatir jenangnya kurang. Tapi setelah acara selesai malah sisa banyak. Akhirnya jenang yang belum kepotong kita potong-potong lagi dan dibagikan ke tetangga yang ikut membantu memasak kemarin,” terang perempuan yang kerap dipanggil Pau oleh warga setempat tersebut.

Proses pembuatan yang lama dan menghabiskan cukup banyak tenaga inilah yang bikin pembuatan jenang tradisional sudah semakin jarang dilakukan. Padahal, dulu bukan hal aneh melihat jenang dibuat oleh bapak-bapak saat acara hajatan. Semoga saja budaya membuat jenang ini bisa terus eksis dan anak cucu kita juga bisa melakukannya di masa depan, ya, Millens. (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024

Menyusuri Perjuangan Ibu Ruswo yang Diabadikan Menjadi Nama Jalan di Yogyakarta

11 Nov 2024

Aksi Bersih Pantai Kartini dan Bandengan, 717,5 Kg Sampah Terkumpul

12 Nov 2024

Mau Berapa Kecelakaan Lagi Sampai Aturan tentang Muatan Truk di Jalan Tol Dipatuhi?

12 Nov 2024

Mulai Sekarang Masyarakat Bisa Laporkan Segala Keluhan ke Lapor Mas Wapres

12 Nov 2024

Musim Gugur, Banyak Tempat di Korea Diselimuti Rerumputan Berwarna Merah Muda

12 Nov 2024

Indonesia Perkuat Layanan Jantung Nasional, 13 Dokter Spesialis Berguru ke Tiongkok

12 Nov 2024

Saatnya Ayah Ambil Peran Mendidik Anak Tanpa Wariskan Patriarki

12 Nov 2024