BerandaTradisinesia
Rabu, 18 Jun 2024 11:07

Penanggalan Jawa, Cermin Kekayaan Budaya dan Spiritual Sultan Agung

Penanggalan Jawa, Cermin Kekayaan Budaya dan Spiritual Sultan Agung

Penanggalan Jawa masih lekat dengan masyarakat Jawa zaman sekarang. (Kratonjogja)

Sultan Agung telah mewariskan kepada kita sebuah sistem penanggalan Jawa yang terlahir dengan memadukan Kalender Saka dari Hindu dan Kalender Hijriyah dan Islam. Hal itu menjadi cermin kekayaan budaya dan spiritual yang dimiliki oleh Sultan Agung.

Inibaru.id - Hari ini, 18 Juni 2024, Keraton Solo akan menggelar acara Grebeg Besar. Prajurit keraton, sejumlah makanan, dan gunungan berjalan dari Keraton menuju Masjid Agung Keraton Solo. Acara ini memang rutin digelar pada momentum Hari Raya Iduladha.

Namun untuk tahun ini, Grebeg Besar diadakan satu hari sesudah Iduladha. Kenapa? Pangageng Parentah Keraton Solo, KGPH Adipati Dipokusumo mengatakan Grebeg Besar tahun ini diadakan pada 18 juni karena Keraton Solo melaksanakannya berdasarkan kalender Sultan Agung.

"Kenapa Grebeg Besar tahun ini diadakan tanggal 18, karena Keraton Surakarta melaksanakan Grebeg Besar dengan dasar Kalender Sultan Agung," katanya.

Bagi masyarakat Jawa, Kalender dari Sultan Agung itu sudah nggak asing lagi. Biasanya kalender ini digunakan untuk menentukan hari raya dan tradisi kultural, waktu yang tepat untuk acara penting, dan memahami kepribadian beradasarkan weton.

Lalu, apa sih sebenarnya Kalender Jawa Sultan Agungan ini? Sultan Agung adalah raja ketiga dari Kerajaan Mataram Islam. Pada masa itu, masyarakat Jawa menggunakan kalender Saka yang berasal dari India. Kalender Saka didasarkan pergerakan matahari, berbeda dengan Kalender Hijriyah atau Kalender Islam yang didasarkan pada pergerakan bulan (lunar).

Oleh karena itu, perayaan-perayaan adat yang diselenggarakan oleh keraton nggak selaras dengan perayaan-perayaan hari besar Islam. Sementara Sultan Agung menghendaki agar perayaan-perayaan tersebut dapat bersamaan waktu.

Sultan Agung ingin menyelaraskan perayaan penting dalam kehidupan sehari-hari, maka dibuatlah sistem penanggalan baru. (Instagram/@kkang733)

Untuk itulah diciptakan sebuah sistem penanggalan baru yang merupakan perpaduan antara kalender Saka dan kalender Hijriyah. Sistem penanggalan inilah yang kemudian dikenal sebagai kalender Jawa atau kalender Sultan Agungan.

Dikutip dari kratonjogja ((2/4/2019), kalender itu meneruskan tahun Saka, namun melepaskan sistem perhitungan yang lama dan menggantikannya dengan perhitungan berdasar pergerakan bulan. Karena pergantian tersebut nggak mengubah dan memutus perhitungan dari tatanan lama, maka pergeseran peradaban itu nggak mengakibatkan kekacauan, baik bagi masyarakat maupun bagi catatan sejarah.

Seperti pada penggalangan lain, Kalender Jawa memiliki 12 bulan dengan umur tiap bulannya berselang-seling antara 30 dan 29 hari. Bulan-bulan tersebut memiliki nama serapan dari Bahasa Arab yang disesuaikan dengan lidah jawa yaitu Suro, Sapar, Mulud, Bakdamulud, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rejeb, Ruwah, Pasa, Sawal, Dulkangidah, dan Besar.

Wah, yang dilakukan Sultan Agung ini benar-benar mencerminkan nilai-nilai keberagaman dan kehidupan berdampingan dalam masyarakat Jawa, ya? Kalender Jawa ini bisa menjadi simbol warisan budaya dan sejarah yang patut kita hargai, Millens. (Siti Khatijah/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ihwal Mula Kampung Larangan di Sukoharjo, 'Zona Merah' yang Pantang Dimasuki Bumiputra

12 Apr 2025

Lagu "You'll be in My Heart" Viral; Mengapa Baru Sekarang?

12 Apr 2025

Demi Keamanan Data Pribadi, Menkomdigi Sarankan Pengguna Ponsel Beralih ke eSIM

12 Apr 2025

Bikin Resah Pengguna Jalan, Truk Sampah Rusak di Kota Semarang Bakal Diperbaiki

12 Apr 2025

Ketika Pekerjaan Nggak Sesuai Dream Job; Bukan Akhir Segalanya!

12 Apr 2025

Lindungi Masyarakat, KKI Cabut Hak Praktik Dokter Tersangka Pelecehan Seksual secara Permanen

12 Apr 2025

Mengenal Getuk Kethek, Apakah Terkait dengan Monyet?

13 Apr 2025

Di Balik Mitos Suami Nggak Boleh Membunuh Hewan saat Istri sedang Hamil

13 Apr 2025

Kisah Kampung Laut di Cilacap; Dulu Permukiman Prajurit Mataram

13 Apr 2025

Mengapa Manusia Takut Ular?

13 Apr 2025

Nilai Tukar Rupiah Lebih Tinggi, Kita Bisa Liburan Murah di Negara-Negara Ini

13 Apr 2025

Perlu Nggak sih Matikan AC Sebelum Matikan Mesin Mobil?

14 Apr 2025

Antrean Panjang Fenomena 'War' Emas; Fomo atau Memang Melek Investasi?

14 Apr 2025

Tentang Mbah Alian, Inspirasi Nama Kecamatan Ngaliyan di Kota Semarang

14 Apr 2025

Mengenal Oman, Negeri Kaya Tanpa Gedung Pencakar Angkasa

14 Apr 2025

Farikha Sukrotun, Wasit Internasional Bulu Tangkis yang Berawal dari Kasir Toko Bangunan Kudus

14 Apr 2025

Haruskah Tetap Bekerja saat Masalah Pribadi Mengganggu Mood?

14 Apr 2025

Grebeg Getuk 2025 Sukses Meriahkan Hari Jadi ke-1.119 Kota Magelang

14 Apr 2025

Tradisi Bawa Kopi dan Santan dalam Pendakian Gunung Sumbing, Untuk Apa?

15 Apr 2025

Keindahan yang Menakutkan, Salju Turun saat Sakura Mekar di Korea Selatan

15 Apr 2025