Inibaru.id - Keraton Yogyakarta nggak pernah melewatkan peringatan-peringatan besar dalam Agama Islam, seperti Maulud Nabi Muhammad, Lebaran Idulfitri, dan Lebaran Iduladha. Keraton selalu mengadakan tradisi sedekah Grebeg Gunungan pada tiga perayaan itu.
Jadi, dalam satu tahun, senggaknya Keraton Yogyakarta akan menggelar tradisi Grebeg Mulud, Grebeg Syawal, dan Grebeg Besar. Kamu pasti sudah sering mendengar tradisi itu kan, Millens? Bisa saja tradisi serupa juga ada di daerahmu.
Dalam tradisi sedekah Grebeg itu, ada satu ikon yang selalu dinanti-nantikan masyarakat, yaitu Gunungan. Biasanya Gunungan berisi berbagai makanan yang disusun hingga menjulang, lalu nantinya diperebutkan oleh masyarakat. Banyak orang percaya, jika bisa memperoleh isi Gunungan, maka mereka bisa mendapat keberkahan yang berlimpah.
“Masyarakat masih memercayai kalau dapat gunungan akan memperoleh berkah, sejahtera hidupnya. Kalau yang petani ya sawahnya akan subur, kalau peternak ya ternaknya sehat, kalau pedagang ya jualannya lancar,” tutur Murdijati Gardjito, salah satu peneliti pangan senior di perguruan tinggi negeri di Yogyakarta, dikutip dari Kumparan (12/8/2019).
Kenapa Berbentuk Gunung?
Seperti namanya, Gunungan selalu berbentuk menyerupai gunung. Nggak banyak yang tahu asal muasal bentuk Gunungan itu. Tapi pemilihan bentuk ini nggak lepas dari kepercayaan masyarakat Jawa bahwa gunung merupakan tempat yang sakral dan suci. Mereka juga meyakini bahwa di tempat itulah Yang Maha Kuasa bersemayam.
“Gunung itu tinggi, jadi yang di atas gunung itu dilambangkan sebagai tempat yang paling suci, yang paling terhormat, dan yang paling berkuasa. Di situlah adanya para dewa-dewa di zaman dulu. Lalu setelah Islam masuk, ya Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi bentuk gunung itu simbol tempat yang suci, paling atas,” ujar Murdijati.
Bentuk Gunungan ada tujuh jenis, dan masing-masing melambangkan anggota keluarga keraton: Raja, permaisuri, pangeran, putri, hingga anak dan cucu. Masing-masing disimbolkan dalam rupa Gunungan: Gunungan Jaler, Estri, Darat, Gepak, Pawuhan, Picisan, dan Bromo.
Gunungan Bromo bisa dibilang Gunungan yang spesial karena hanya muncul setiap Tahun Dal dalam penanggalan Jawa atau sekali setiap delapan tahun. Gunungan ini unik dibanding gunungan lainnya karena bisa memunculkan asap dari dalam.
“Kalau Tahun Dal itu istimewa. Ada satu lagi Gunungan-nya, Gunungan Bromo yang bisa mengeluarkan asap. Bromo itu api,” ungkap KRT Purwadiningrat selaku Pengageng Kalih pada Jumat (9/8/2019)
Pakem Gunungan
Membentuk Gunungan itu nggak boleh asal karena ada pakem-pakem yang harus dipatuhi. Murdijati mengatakan, ukurannya selalu berdiameter 1 meter dan tingginya 2 meter.
Isian Gunungan juga nggak boleh sembarangan. Ada ketentuan yang harus dipatuhi karena masing-masing punya filosofi. Misalnya, pada Gunungan Jaler atau Gunungan Kakung, harus ada rangkaian telur, kacang panjang, cabai merah, cabai hijau, dan kucur.
“Telur mengingatkan supaya selalu mengingat Sang Maha Pencipta. Karena telur itu awal kehidupan. Di samping itu telur memiliki makna kebulatan tekad,” kata Murdijati.
Selain itu, kacang panjang memiliki makna atau doa supaya memiliki umur yang panjang. Lalu cabai merah dengan warna merah dan rasanya pedas adalah simbol dari kekuatan dan keberanian.
Ada banyak lagi jenis Gunungan yang masing-masing mempunyai pakem ya, Millens. Kamu bisa melihat Gunungan yang penuh dengan makna ini pada setiap acara Grebeg yang diselenggarakan Keraton Yogyakarta. (Siti Khatijah/E07)