Inibaru.id – Tayub merupakan salah satu kesenian populer dari Jawa Tengah. Sebagian daerah seperti Sragen, Blora, Wonogiri, dan Karanganyar menjadi tempat berkembangnya kesenian ini. Lewat gerakan-gerakannya, tayub berhasil menyedot perhatian nggak hanya masyarakat, tapi juga para bangsawan.
Menilik artinya, tayub berarti menari bersenang-senang dengan penari. Menurut Budayawan Jawa Poerbatjaraka, kata “nayub” berasal “sayub” yang berarti makanan yang sudah hampir basi. Makanan yang hampir basi ini dikaitkan dengan tape yang jika hampir basi lantas mengeluarkan cairan. Cairan ini menjadi bahan minuman keras yang kerap dikonsumsi penonton saat menyaksikan tayub. Nggak heran jika tayub kemudian dianggap sebagai kesenangan yang memabukkan.
Kesenian ini nggak hanya dilakukan secara solo, tapi juga berpasangan. Selama pertunjukan, penari, atau yang disebut ledhek, biasanya memberikan sampur (selendang sempit dan panjang) pada tamu. Mereka yang menerima sampur kemudian ikut menari.
Tarian ini nggak jarang melahirkan gerakan yang erotis hingga memancing penonton untuk mencolek para ledhek. Diiringi musik gamelan, para tamu dibuat tenggelam dalam kesenangan. Lantaran erotis pula, nggak heran jika tarian ini dulu sering digelar pada malam hari.
Penonton yang diberi sampur boleh ikut menari bersama ledhek. (Info Publik)
Dengan pelbagai pertimbangan norma sosial, tayub kemudian digelar pada siang hari. Tarian ini nggak melulu berisi gerakan erotis kok. Tayub digunakan pula dalam ritual yang berkaitan dengan pertanian. Usai panen, para petani menggelar petunjukan tayub sebagai bentuk rasa syukur.
Lewat tarian ini, mereka berharap Tuhan memberi mereka tanah yang subur. Hm, ini menunjukkan bahwa tayub bukanlah kesenian dengan citra yang negatif terus, Millens.
Hm, setelah tahu fungsinya, apa kamu tertarik mempelajari kesenian ini? Supaya tayub nggak musnah, yuk, ikut melestarikan kesenian Jawa Tengah ini. (IB15/E03)