BerandaTradisinesia
Jumat, 15 Sep 2022 17:05

Menjembatani Keluarga yang Berpulang dengan Tradisi Boyong Lisang

Menjembatani Keluarga yang Berpulang dengan Tradisi Boyong Lisang

Ilustrasi trek lisang di samping rumah. (Nu Online)

Di Klaten, Jawa Tengah, ada sebuah tradisi yang dilakukan untuk mempertemukan anggota keluarga yang sudah meninggal. Seperti apa ya tradisi ini?

Inibaru.id – Di zaman yang serba modern seperti sekarang ini, warga Klaten masih memegang teguh sebuah tradisi yang cukup unik, yaitu Boyong Lisang. Tradisi ini dilakukan demi menghormati anggota keluarga yang sudah meninggal.

Tradisi boyong lisang sebenarnya terkait dengan trek lisang, sebuah makam bagi bayi yang meninggal karena keguguran. Makam ini diletakkan di samping rumah orang tua sebagai cara agar sang bayi tidak merasa sendirian dan jauh dari keluarganya.

Lantas, apa yang dimaksud dengan boyong lisang? Dalam Bahasa Jawa, "boyong" bisa diartikan sebagai pemindahan ke tempat lain. Jadi, saat bayi yang meninggal karena keguguran tersebut sudah berusia 1.000 hari, maka makamnya akan dipindah dari trek lisang yang ada di dekat rumah ke tempat permakaman umum.

Ritus Boyong Lisang

Prosesi membungkus pisang mirip prosesi pengkafanan jenazah. (Wajib baca)

Tradisi boyong lisang dimulai dengan kedatangan seorang pemimpin upacara atau tetua desa ke trek lisang. Dia membawa anakan pohon pisang dengan jumlah yang sesuai dengan isi trek lisang yang akan dipindahkan. Selain itu, ada juga seikat kain mori dan tas kecil berisi bermacam-macam pelengkap upacara laiknya ubo rampe.

Pemimpin upacara itu lantas duduk bersimpuh dan membakar dupa. Jumlah dupa yang dibakar juga harus sesuai dengan jumlah isi trek lisang yang akan dipindahkan. Setelah itu, mantra-mantra diucapkan.

Setelah mantra dirapalkan, genting yang ada di atas trek lisang diambil. Di atasnya, diletakkan kain mori dan anakan pisang yang tadi disiapkan. Tetua desa kembali merapalkan mantra sembari menaburkan bunga mawar. Setelah itu, dia mengambil tanah untuk ditaburkan di atas anakan pisang dan kain mori.

Di sela-sela pengambilan tanah, disiramkan sedikit minyak ke trek lisang dan jajaran genting. Sesudah itu, anakan pisang diikat di dalam kain mori sebagaimana jenazah yang dibungkus kain kafan. Terakhir, ikatan kain mori dimasukkan ke dalam peti bersama dengan jenazah sang leluhur di tempat permakaman umum.

Masyarakat Klaten percaya bahwa dengan melakukan tradisi ini, anggota keluarga yang sudah meninggal pun kembali dipersatukan. Mereka juga kini mendapatkan tempat peristirahatan yang lebih layak.

Tradisi yang cukup menarik ya, Millens. Kalau di tempatmu, masih ada nggak tradisi boyong lisang? (Etn/IB31/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ihwal Mula Kampung Larangan di Sukoharjo, 'Zona Merah' yang Pantang Dimasuki Bumiputra

12 Apr 2025

Lagu "You'll be in My Heart" Viral; Mengapa Baru Sekarang?

12 Apr 2025

Demi Keamanan Data Pribadi, Menkomdigi Sarankan Pengguna Ponsel Beralih ke eSIM

12 Apr 2025

Bikin Resah Pengguna Jalan, Truk Sampah Rusak di Kota Semarang Bakal Diperbaiki

12 Apr 2025

Ketika Pekerjaan Nggak Sesuai Dream Job; Bukan Akhir Segalanya!

12 Apr 2025

Lindungi Masyarakat, KKI Cabut Hak Praktik Dokter Tersangka Pelecehan Seksual secara Permanen

12 Apr 2025

Mengenal Getuk Kethek, Apakah Terkait dengan Monyet?

13 Apr 2025

Di Balik Mitos Suami Nggak Boleh Membunuh Hewan saat Istri sedang Hamil

13 Apr 2025

Kisah Kampung Laut di Cilacap; Dulu Permukiman Prajurit Mataram

13 Apr 2025

Mengapa Manusia Takut Ular?

13 Apr 2025

Nilai Tukar Rupiah Lebih Tinggi, Kita Bisa Liburan Murah di Negara-Negara Ini

13 Apr 2025

Perlu Nggak sih Matikan AC Sebelum Matikan Mesin Mobil?

14 Apr 2025

Antrean Panjang Fenomena 'War' Emas; Fomo atau Memang Melek Investasi?

14 Apr 2025

Tentang Mbah Alian, Inspirasi Nama Kecamatan Ngaliyan di Kota Semarang

14 Apr 2025

Mengenal Oman, Negeri Kaya Tanpa Gedung Pencakar Angkasa

14 Apr 2025

Farikha Sukrotun, Wasit Internasional Bulu Tangkis yang Berawal dari Kasir Toko Bangunan Kudus

14 Apr 2025

Haruskah Tetap Bekerja saat Masalah Pribadi Mengganggu Mood?

14 Apr 2025

Grebeg Getuk 2025 Sukses Meriahkan Hari Jadi ke-1.119 Kota Magelang

14 Apr 2025

Tradisi Bawa Kopi dan Santan dalam Pendakian Gunung Sumbing, Untuk Apa?

15 Apr 2025

Keindahan yang Menakutkan, Salju Turun saat Sakura Mekar di Korea Selatan

15 Apr 2025