BerandaTradisinesia
Selasa, 5 Mei 2025 09:25

Menguak Sejarah Kecamatan Pasar Kliwon di Kota Surakarta

Kecamatan Pasar Kliwon di Kota Surakarta. (Marwan Baradja)

Ada Pasar Klewer yang lebih besar dan lebih populer, tapi pasar ini justru masuk dalam wilayah Kecamatan Pasar Kliwon. Kepikiran nggak kok yang disematkan jadi nama kecamatan malah pasar tersebut?

Inibaru.id – Pasar Klewer telah lama menjadi salah satu destinasi wisata belanja kenamaan di Kota Solo. Lokasinya yang bersebelahan dengan Keraton Surakarta membuat tempat ini acap menjadi bagian dari "paket wisata" orang-orang saat berkunjung ke Kota Bengawan.

Yang menarik, pasar ini berlokasi di Kecamatan Pasar Kliwon. Perlu kamu tahu, selain Pasar Klewer, kawasan tersebut juga memiliki tiga pasar besar lain, yakni Pasar Gading, Notoharjo, dan Kliwon. Namun, ukuran ketiganya lebih kecil; pamornya juga nggak sepopuler Klewer.

Pertanyaannya, alih-alih menggunakan nama Pasar Klewer yang lebih populer, kenapa kecamatan yang berada di pusat kota itu justru dinamai "Pasar Kliwon"?

Sedikit informasi, Pasar Klewer dibangun sekitar awal abad ke-20. Cukup tua untuk sebuah pasar tradisional yang masih mempertahankan eksistensinya hingga sekarang. Namun, Pasar Kliwon rupanya berusia jauh lebih tua ketimbang Klewer.

Pasar Kliwon diyakini telah menjadi bagian dari masyarakat Solo sejak abad ke-16. Artinya, keberadaan pasar ini merupakan saksi bisu perkembangan Surakarta dari zaman kerajaan hingga kini masuk dalam bagian Republik Indonesia.

Kamu mungkin pernah mendengar cerita bahwa bangsa Arab telah masuk ke Nusantara untuk berdagang sejak abad ke-4. Namun, kedatangan terbesar mereka terjadi sekitar abad ke-13 hingga ke-15, yang sebagian dari mereka memilih untuk tinggal dan berdagang di tepi Sungai Bengawan Solo, tepatnya di Bandar Bengawan Semanggi.

Mengapa di tepi sungai? Karena dulu Bengawan Solo jadi jalur lalu lintas perdagangan di Surakata dan kota-kota lain yang dilintasi sungai tersebut. Dengan tinggal di tepi sungai ini, bangsa Arab pun bisa dengan mudah melakukan distribusi atau transaksi barang yang diperdagangkan, bukan?

Transaksi jual beli yang ramai di Masjid Riyadh, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. (Espos/Candra Septian)

Alasan lainnya adalah saat kekuasaan penjajah Belanda sangat kuat, Belanda menetapkan peraturan wijken stelsel yang bikin orang-orang dari bangsa Timur Asing, termasuk di antaranya adalah bangsa Arab, harus tinggal di lokasi yang sama agar lebih mudah diawasi. Nah, di sanalah kemudian mereka membangun komunitas dan permukiman.

Lantas, mengapa kemudian tersemat nama Kliwon? Ternyata, pada masa penjajahan pula, di kawasan di mana keturunan Arab itu tinggal, setiap kali hari pasaran Jawa Kliwon, selalu diramaikan dengan transaksi jual beli kambing. Warga Solo dan sekitarnya pun kemudian jadi terbiasa menyebut wilayah tersebut jadi Pasar Kliwon, Millens.

Meski begitu, seiring dengan perkembangan zaman, khususnya setelah Indonesia merdeka, Pasar Kliwon nggak lagi jadi tempat eksklusif di mana bangsa keturunan Arab tinggal. Banyak warga dari suku lain pada akhirnya ikut tinggal di sana. Makanya, meski dikenal sebagai Kampung Arab, nyatanya penghuni Pasar Kliwon berasal dari berbagai macam ras yang hidup rukun hingga sekarang.

“Benar, Pasar Kliwon kini nggak hanya dihuni orang Arab maupun muslim. Banyak dari suku lain, bahkan orang non-muslim juga. Kami hidup rukun dan harmonis,” ucap Hannafi Assegaf sebagaimana dinukil dari Alif, (22/11/2021).

Hm, siapa sangka, ternyata sejarah Pasar Kliwon sudah ada sejak berabad-abad silam, ya, Millens? Pantas saja sampai dijadikan nama Kecamatan di Kota Surakarta, ya? (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: