BerandaTradisinesia
Senin, 15 Sep 2019 19:51

Mengapa Tayub Kerap Dikaitkan dengan Erotisisme?

Seorang ledhek tengah memasuki panggung. (Java Promo)

Sebagai kesenian tradisional Jawa, Tayub memiliki citra yang negatif. Lantaran sering dipenuhi gerakan-gerakan erotis, kesenian ini dianggap menjadi pelacuran terselubung. Sebenarnya, gimana awal mula citra negatif ini terbentuk?

Inibaru.id – Nakal dan membangkitkan berahi! Mungkin, kesan itulah yang masih didapatkan sebagian orang saat menonton pertunjukan Tayub. Kesenian dari Jawa Tengah ini sering dikaitkan sebagai kesenian yang vulgar.

Penilaian ini ditengarai muncul lantaran pada zaman dulu tayub nggak hanya menampilkan gerakan yang erotis, tapi juga kostum yang memamerkan tubuh para ledhek (penari).

Anggapan ini nggak lepas dari faktor sejarahnya. Sebagai tarian kesuburan, tayub semula menjadi bentuk rasa syukur para petani atas hasil panen. Namun, gerakan tarian ini kemudian menjadi semacam ritual. Harapan mereka, semakin erotis tarian para ledhek, semakin subur pula tanah yang akan digarap para petani.

Baca Juga: Nggak Melulu Erotis, Tayub Adalah Tarian untuk Menharap Kesuburan Tanah

Tarian yang semula menjadi ajang memamerkan keluwesan tubuh pun berubah menjadi hiburan orang dewasa. Dari sanalah tradisi saweran (memberi uang pada penari) kemudian muncul.

https://etnis.id/content/images/size/w2000/2019/05/Tari-Tayub-7.jpg

Tayub menjadi simbol kesuburan yang kemudian diidentikan dengan hubungan seksual. (Etnis)

Pandangan bahwa tayub merupakan kesenian vulgar nggak hanya dimiliki masyarakat, namun juga para bangsawan. Keraton Surakarta Hadiningrat nggak lepas dari kontroversi kesenian ini. Konon, sebelum berubah nama menjadi tayub, keraton mengenal tarian ini sebagai Tari Bedhaya.

Sejak awal, para penari bedhaya memang ditujukan untuk menjadi penghibur sekaligus pemenuh hasrat biologis sang raja. Nggak jarang pula, para penari ini merupakan anak-anak dari para abdi dalem.

Baca Juga:
Mengenal Tayub, Lenggak-lenggok Para Bidadari yang Memesona Banyak Mata
Bukan Semata untuk Kesenangan, Minuman Keras Dalam Kesenian Tayub Memiliki Fungsi Ini

Mereka yang mau melayani raja biasanya berharap hamil sehingga bisa mengangkat status sosial dan ekonomi. Meski begitu, nggak semua penari bedhaya mau melakukannya, lo. Mereka yang menolak biasanya akan menggunakan menstruasi sebagai alasannya.

Dalam buku Kehidupan Dunia Keraton Surakarta, Darsiti Soeratman mencatat bahwa Sultan Paku Buwana X merupakan salah satu raja yang memiliki banyak penari bedhaya sebagai simpanannya.

http://infopublik.id/resources/album/agustus-2018/JOGET_SENI_TAYUB_BLORA.JPG

Para penonton nggak jarang memberi saweran supaya para ledhek lebih erotis dalam menari. (Info Publik)

Pada masa Sultan Paku Buwana XII, peraturan yang melarang putri raja untuk mempelajari tarian ini kemudian dihapus. Sejak itu, nggak sedikit putri raja yang tertarik menjadi penari bedhaya.

Baca Juga:
Berasal dari Alam 'Bidadari', Tayub Masih Lestari di Kabupaten Wonogiri
Kesenian Tayub Ada Sejak Zaman Singasari sebagai Bagian dari Upacara Syukuran

Meski memiliki sejarah yang nggak lepas dari seksualitas, sejumlah seniman tayub modern berusaha menghilangkan citra negatif ini, lo. Jadi, kalau kamu pengin mempelajarinya, nggak usah khawatir bakal diminta berpakaian terbuka. Sekarang, para ledhek lebih sering menggunakan kebaya lengan pendek ketimbang kemben, kok.

Citra negatif sebetulnya muncul dari otak manusia. Erotis atau tidak, kalau kita melihat itu sebagai semata bentuk kesenian, harusnya nggak bakal ada masalah, kan? (IB15/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: