BerandaTradisinesia
Kamis, 20 Des 2023 14:45

Masjid Mantingan dan Cikal Bakal Jepara Dijuluki Kota Ukir

Batu ukir yang ada di Masjid Mantingan, berada di Desa Mantingan Kabupaten Jepara. (wartapancur.blogspot).

Masjid Mantingan salah satu masjid tertua di Jepara menyimpan sejarah panjang. Ornamen ukiran yang tertempel di dinding serambi masjid konon jadi spirit orang-orang Jepara mengukir hingga daerah di pesisir utara Jawa Tengah ini dijuluki sebagai kota ukir.

Inibaru.id - Jepara pernah menyandang status sebagai The World Carving Center atau kota ukir dunia. Julukkan itu bukan tanpa sebab. Sekitar abad ke-19 Jepara dikenal sebagai penghasil ukiran kayu dan mebel terkenal di Tanah Air hingga mancanegara.

Konon, motif ukir Jepara terinspirasi dari ornamen ukiran di Masjid Mantingan. Ornamen-ornamen dari ukiran batu itu masih tertempel dan masih bisa dilihat dengan jelas di dinding serambi masjid.

Seorang warga Jepara, Hendra Setiawan dalam diskusi tentang Ratu Kalinyamat beberapa waktu lalu di Semarang mempertanyakan sejarah tersebut. Diakuinya, motif ukiran di masjid peninggalan Sultan Hadlirin dan Ratu Kalinyamat itu unik dan sangat kultular.

"Apakah ukiran di Masjid Mantingan itu benar cikal bakal Jepara dijuluki Kota Ukir? Di lain sisi kami masih bertanya ukiran itu langsung dikerjakan di Jepara atau di mana?" ucap lelaki yang akrab disapa Hendra tersebut.

Sama halnya dengan Hendra, M. Dafi Yusuf warga Jepara lainnya masih meragukan sejarah itu. Memang berdasarkan penuturan lisan, banyak masyarakat yang bilang ukiran Masjid Mantingan cikal bakal Jepara dijuluki Kota Ukir.

"Ada yang bilang seperti itu. Tapi sejarah pastinya tidak tertulis dengan jelas. Manuskrip Jepara tidak beda jauh dengan Demak. Sedikit abu-abu. Jarang sejarawan yang nulis secara serius," resahnya.

Bukan Motif, tapi Spiritnya

Salah satu motif ukir Jepara yang dipajang saat acara diskusi Ratu Kalinyamat di Santrendelik beberapa waktu lalu. (Inibaru.i/Fitroh Nurikhsan)

Pertanyaan tersebut mendapat respons dari peneliti Motif Ukir Mantingan, Eko Haryanto. Lelaki yang menjadi salah seorang narasumber dalam diskusi tersebut menjelaskan, ukiran yang tertempel di serambi Masjid Mantingan merupakan karya dari seniman pahat bernama Sungging Badarduwung.

Lebih lanjut Eko mengatakan bahwa sejarah ukir Mantingan yang merupakan cikal bakal Jepara jadi Kota Ukir bukan dari motif, tapi spirit atau semangatnya. Sebab ukir Jepara yang kita kenal selama ini orientasinya ke nilai ekonomi. Sementara motif ukir Masjid Mantingan repsentasi multikultural.

"Maka keadaan mengukir pada zaman itu yang terus-menerus pada akhirnya sampai menjadi profesi masyarakat Jepara sekarang," imbuh Eko.

Dijelaskan Eko, motif ukir Jepara juga banyak dipengaruhi daerah lain seperti Cirebon dan Madura. Jika dilihat seksama, ketiga daerah tersebut memiliki motif ukir yang hampir mirip.

Eko Haryanto turut menjadi narasumber di acara diskusi tentang Ratu Kalinyamat di Santrendelik beberapa waktu lalu. (Santrendelik)

Hal itu karena dua putri Sultan Trenggono menikah dengan pangeran asal Cirebon dan Madura. Dan ciri khas motif ukiran ketiga daerah tersebut hasil dari eksplorasi pengaruh Islam.

"Kemunduran ukiran Jepara selama dekade terakhir karena tidak mengadopsi spirit, tapi motifnya," ujar Eko. "Ketika motif itu dikerjakan maka terjadi seragam. Keseragaman inilah yang akhirnya mematikan nilai ekonomi".

Untuk membangkitkan kembali Jepara sebagai kota ukir. Eko menyeru pada para pengrajin agar lebih kreatif menonjolkan motif dan karakteristik yang kuat.

"Ketika mengukir itu konsepnya spirit, maka banyak varian karya, kualitas karya, banyak pendekatan geografis dan budaya. Disinilah yang tidak pernah dijembatani oleh stekholder dan pemikir di Jepara," tukasnya.

Ya, ada banyak nilai seperti nilai agama, sosial, budaya yang terkandung dalam ukir batu yang ada di Masjid Mantingan. Seniman ukir Jepara yang jeli pasti bisa meresapi nilai dan spirit tersebut lalu menuangkan ke dalam karyanya. (Fitroh Nurikhsan/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024

Menyusuri Perjuangan Ibu Ruswo yang Diabadikan Menjadi Nama Jalan di Yogyakarta

11 Nov 2024

Aksi Bersih Pantai Kartini dan Bandengan, 717,5 Kg Sampah Terkumpul

12 Nov 2024

Mau Berapa Kecelakaan Lagi Sampai Aturan tentang Muatan Truk di Jalan Tol Dipatuhi?

12 Nov 2024

Mulai Sekarang Masyarakat Bisa Laporkan Segala Keluhan ke Lapor Mas Wapres

12 Nov 2024

Musim Gugur, Banyak Tempat di Korea Diselimuti Rerumputan Berwarna Merah Muda

12 Nov 2024

Indonesia Perkuat Layanan Jantung Nasional, 13 Dokter Spesialis Berguru ke Tiongkok

12 Nov 2024

Saatnya Ayah Ambil Peran Mendidik Anak Tanpa Wariskan Patriarki

12 Nov 2024