BerandaTradisinesia
Senin, 6 Des 2020 17:00

Masih Misterius, Siapa Sebenarnya Pencipta Aksara Jawa?

Kira-kira siapa pencipta aksara Jawa? (Krjogja)

Aksara Jawa menjadi bukti bahwa sedari dulu nenek moyang telah melek secara literasi. Huruf-huruf Jawa bisa dibilang mempunyai keunggulan dibanding aksara lain di dunia. Nggak percaya? Coba perhatikan penyusunannya yang nggak serampangan. Sepertinya orang yang menciptakannya memiliki jiwa seni yang sangat tinggi. Tapi, siapa kira-kira?

Inibaru.id – Hingga kini belum bisa dipastikan siapa sebenarnya penemu huruf Jawa. Nggak diketahui pula kapan huruf ini mulai ada. Apakah pada setelah zaman sejarah atau pra-sejarah? Meskipun belum ada jawaban valid, paling nggak ada tiga versi mengenai siapa penemu aksara tersebut.

Aji Saka

Versi pertama merupakan yang paling banyak diyakini secara turun temurun. Pencipta huruf Jawa adalah Aji Saka. Sosok ini konon pemuda asal India yang baru saja selesai menuntut ilmu di sebuah padepokan. Aji Saka nggak sendiri. Dia bersama dua pembantunya, Dora dan Sembada ketika mengembara menemukan negeri yang subur bernama Nusantara.

Perjalanan panjang membuat Aji Saka terbebani dengan barang bawaan yang banyak. Ketika ketiganya singgah di Pulau Majeti, Dora diminta tinggal dan menjaga barang-barang Aji Saka. Sang tuan berpesan agar nggak membiarkan siapa pun mengambil barang-barang tersebut kecuali dirinya.

Saka akhirnya berhasil menjadi raja di Nusantara usai mengalahkan Dewatacengkar, seorang raja kanibal. Saka teringat pada Dora dan mengutus seseorang untuk menjemputnya. Berangkatlah Sembada menjemput Dora.

Ternyata misi ini nggak mudah. Dora nggak begitu saja percaya pada Sembada. Dia ingat pesan Saka yang mengatakan hanya dia yang berhak mengambil kembali barang-barangnya.

Keduanya perang argumen dan saling ngotot jika itu adalah perintah tuannya. Pertarungan pun nggak bisa dihindari. Kedua orang ini sama-sama kuat dan sakti. Hingga akhirnya kedua abdi setia ini tewas.

Aji Saka yang telah menjadi prabu sangat terpukul mendengar kedua bawahannya mati karena mempertahankan kesetiaan. Setelah mengubur jenazah keduanya, Saka pergi untuk bertapa. Dia kemudian mendapatkan ilham tentang serangkaian huruf yang dia tulis di atas sebuah prasasti yang berbunyi:

Ha na ca ra ka (Ada utusan)

Da ta sa wa la (Saling berdebat, bertengkar)

Pa dha ja ya nya (Keduanya sama-sama sakti)

Ma ga ba tha nga (Terserah kepada Anda, semuanya menjadi bangkai)

Lahir pada Zaman Majapahit

Pendapat berbeda datang dari Moch Choesni. Dia mengilustrasikan aksara Jawa berkaitan erat dengan penyerangan Mongol ke Singasari yang berhasil digagalkan oleh Raden Wijaya dan Arya Wiraraja pada 1293. Dengan menggunakan tipu muslihat, pasukan Mongol nggak jadi menaklukan Singasari dan justru membantu kerajaan ini menumpas pasukan Kadiri.

Choesni mengilustrasikan situasi ini dengan Ha-na-ca-ra-ka (ada utusan), da-ta-sa-wa-la (tanpa peperangan), pa-dha-ja-ya-nya (sama-sama jaya, tercapai cita-citanya), dan ma-ga-ba-tha-nga (mangga batagen; silahkan ditebak). Jika merujuk pada pendapat ini, huruf Jawa kali pertama diciptakan pada era awal Majapahit.

Jnanabhadra

Versi ketiga aksara Jawa diciptakan Jnanabhadra. Pendapat ini dikemukakan oleh Wasisto. Jnanabhadra adalah seorang sarjana asli Jawa. Dia juga seorang pendeta Budha Hinayana. Sosok ini menjabat sebagai Emban Tuwanggana serta Mahapatih Mangkubumi pada saat Sanjaya berkuasa di Mataram kuno.

Wasisto juga menyebut Jnanabadra mempunyai nama lain yaitu Dahyang Smarasanta atau lebih dikenal dengan Semar. Nah, kalau merujuk pada versi ketiga ini, aksara Jawa diciptakan pada abad 8 Masehi.

Gimana, kamu percaya versi yang mana? BTW, kamu masih bisa nulis aksara Jawa nggak nih, Millens? (Moj/IB21/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024