BerandaTradisinesia
Kamis, 12 Jun 2019 17:21

Kupat untuk Indonesia Bersatu Dalam Prosesi Kupatan Kanjeng Sunan Muria

Gunungan kupat lepet diarak sebelum diperebutkan dalam parade Sewu Kupat di Desa Colo, Rabu (12/6). (Inibaru/ Imam Khanafi)

Sebanyak 21 gunungan berisi ketupat diarak oleh warga mulai Makam Sunan Muria, Desa Colo, Kecamatan Dawe, dan iring-iringan gunungan ketupat dalam Parade Sewu Kupat berakhir di Taman Ria Colo. Sementara itu tampak ribuan warga berkerumun untuk menanti gunungan. Meraka yang menunggu entah sekadar menyaksikan dan ada yang sudah bersiap untuk berebut isi gunungan.

Inibaru.id - Kudus menjadi salah satu daerah yang memiliki tradisi syawalan, Millens. Bada Kupat atau Lebaran Kupat, yang jatuh tiap 8 Syawal di Kudus dan sekitarnya, konon untuk merayakan selesainya puasa sunah 6 hari sehabis Idulfitri 1 Syawal.

Masyarakat Kudus dan sekitarnya merayakan Bada Kupat dengan membagi-bagikan kupat lepet dan opor ayam kepada tetangga untuk untuk memperindah silaturahim.

Pengunjung menunggu ketupat dibagikan. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Nggak cuma tradisi weweh (membagikan makanan pada kerabat atau tetangga), masyarakat Kabupaten Kudus memiliki budaya untuk meluhurkan kiprah Walisongo. Salah satunya dengan menggelar Prosesi Kupatan Kanjeng Sunan Muria atau sering masyarakat menyebut Sewu Kupat.

Sewu Kupat merupakan kearifan lokal warga setempat untuk menghormati tokoh Islam yang tergabung dalam Walisongo, yaitu Sunan Muria.

Agenda budaya kupatan seperti ini merupakan bagian yang nggak pernah dilewatkan oleh masyarakat lereng Pegunungan Muria. Digelar sepekan setelah Hari Raya Idulfitri, tahun ini tradisi tersebut jatuh pada Rabu (12/6/2019) pagi.

Dari 21 gunungan nggak semua berisi ketupat kok. Ada juga terpajang berbagai hasil bumi lereng Pegunungan Muria dan jajanan tradisional. Hanya satu gunungan yang didoakan di Makam Sunan Muria sebagai prosesi, dan sisanya menunggu sampai arak-arakan dimulai.

Siswa-siswi sedang mempertontonkan kebolehannya. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Menurut kepala UPT Wisata Colo Mutrikah, selain untuk memuliakan perjuangan Sunan Muria dalam menyebarkan agama islam, tradisi ini digelar untuk memohon keselamatan dan keberkahan kepada Sang Khalik atau Ngalap Berkah.

“Tradisi ini merupakan agenda rutin tahunan. Kemeriahan tradisi ini diharapkan bisa mendongkrak kuantitas wisatawan yang berkunjung ke Desa Colo,” jelasnya lebih lanjut.

Dari 21 gunungan kupat dan lepet yang ditampilkan, empat di antaranya adalah persembahan empat RW di Desa Colo, sedangkan sisanya dari masing-masing desa di wilayah Kecamatan Dawe.

Gunungan-gunungan itu diarak dari Makam Sunan Muria diiringi grup musik tradisional terbang papat dari Yayasan Masjid Makam Sunan Muria, dan beberapa kelompok pedagang Kaki Lima (PKL dan Asongan, siswa SD 1 Colo, Ml Mardhotus Sa’diyah Colo, MTs NU Raden Umar Saw Colo, MA NU Raden Umar Said Colo, MI NU Dukuh Kombam Colo).

Acara ini juga makin meriah dengan pantas hiburan yang melibatkan anak-anak dari SD Japan, siswa MA NU Raden Umar Said Colo dan Remaja Desa setempat, lo. Mereka menampilkan lagu dari sejumlah daerah dan diiringi musik kolaborasi diatonik serta pentatonik. Ada juga selingan penari latar yang bertajuk “Kupat untuk Indonesia Bersatu”. Seru banget ya, Millens!

“Saya berharap dengan adanya acara ini dapat meningkatkan kunjungan wisata dan meningkatkan perkomomian desa Colo, selain itu acara ini merupakan cara bersyukur kepada Tuhan,” kata Kepala Desa Colo, Awang Ristihadi.

Jadi gimana, mau datang tahun depan nggak nih? (Imam Khanafi/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024