BerandaTradisinesia
Sabtu, 17 Mei 2024 17:00

Kisah Orang-orang Jawa di Kaledonia Baru

Orang Jawa di Kaledonia Baru jumlahnya mencapai 4 ribuan. (Kemlu)

Meski berjarak lebih dari 6 ribu kilometer, ada 4 ribuan orang Jawa di Kaledonia Baru. Ngapain ya mereka bisa sampai ada di sana?

Inibaru.id – Kita mengenal Prancis sebagai sebuah negara yang ada di Eropa Barat. Tapi, kamu tahu nggak kalau wilayah Prancis lebih luas dari itu? Soalnya, negara ini masih mengenal wilayah Overseas France. Nah, salah satu teritori Prancis yang masuk dalam istilah wilayah tersebut adalah Kaledonia Baru.

Di Overseas France, terdapat 13 wilayah koloni yang secara administrasi di bawah kekuasaan Prancis. Lokasi koloni-koloni ini tersebar di Samudera Hindia, Samudera Pasifik, Samudera Atlantik, hingga di benua Amerika Latin, lo.

Nah, khusus untuk Kaledonia Baru, bisa kamu temui di Samudera Pasifik, tepatnya di 1.500 kilometer sebelah timur Australia. Dari Prancis yang ada di balik bumi, jarak Kaledonia Baru adalah 17 ribu kilometer. Nah, yang menarik dari negara kepulauan yang ada di tengah-tengah samudera ini, kamu bisa menemui banyak orang Jawa di Kaledonia Baru.

Jarak antara Jawa dan Kaledonia Baru padahal lebih dari 6.000 kilometer. Ditambah dengan kecenderungan orang Jawa yang nggak punya budaya kuat untuk merantau, bagaimana bisa ya ada sekitar 4 ribu orang hidup di Kaledonia Baru, ya?

“Iya, kalau berdasarkan sensus penduduk Kaledonia Baru pada 2021, keturunan Indonesia, tepatnya Jawa mencapai 4 ribu orang. Artinya, 1,4 persen penduduk Kaledonia Baru memiliki darah Indonesia,” ungkap Konsulat Sosial Budaya KJRI Noumea Kaledonia Baru Ema Noviana sebagaimana dilansir dari RRI, Rabu (16/5/2024).

Usut punya usut, kisah Orang Jawa di Kaledonia Baru bermula pada masa penjajahan Belanda. Pada 16 Februari 1896, sebanyak 170 orang Jawa yang kebanyakan adalah kuli kontrak tiba di Kaledonia Baru yang dikirim pemerintah Hindia Belanda. Mereka dibutuhkan untuk bekerja di berbagai perkebunan layaknya orang-orang Jawa yang dikirim ke Suriname.

Orang Jawa di Kaledonia Baru pada masa penjajahan Hindia Belanda. (Kemlu)

“Kebanyakan dari Yogyakarta, Solo, Wonosobo, Pekalongan, Kediri, Surabaya, Batavia, dan Bandung. Mereka diminta untuk membabat alas untuk dijadikan perkebunan dan pertambangan. Ada yang juga jadi pembantu rumah tangga,” ungkap Iwan Santosa dalam buku Sejarah Kecil: Indonesia – Prancis 1800 -2000.

Setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada 1970-an, booming tambang Nikel kembali membuat banyak orang Jawa berdatangan ke sana. Orang-orang Jawa ini banyak yang menikah dengan sesama orang Jawa yang ada di sana, tapi banyak pula yang menikahi orang dari ras lain. Yang pasti, orang-orang Jawa ini dikenal dengan istilah Wong Baleh, Sojourner, atau Trekker.

O ya, nggak semua orang Jawa di Kaledonia yang terus-menerus menjadi kuli. Sejarah mencatat banyak orang Jawa yang sukses dan kemudian memiliki banyak apartemen untuk disewakan. Ada juga yang menjadi pemilik bengkel, pemilik tempat makan, dan lain-lain. Meski minoritas, bisa dikatakan orang Jawa di Kaledonia baru diakui eksistensinya.

“Yang pasti, di Kaledonia Baru ada budaya lokal yang dipengaruhi budaya Jawa seperti “Slametan” untuk acara berduka. Bahkan, banyak istilah Bahasa Jawa yang dicampur dengan Bahasa Prancis yang kemudian dikenal luas oleh orang Kaledonia Baru seperti contohnya‘gateau-nya di-coupe’ yang bermakna ‘kuenya dipotong,” lanjut Ema.

Nggak disangka ya, Millens. Jauh di Samudera Pasifik sana, ternyata ada orang-orang Jawa di Kaledonia Baru. Kepikiran nggak untuk main atau berwisata ke sana? (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024