BerandaTradisinesia
Selasa, 14 Agu 2023 14:16

Kisah Kassian Cephas, Fotografer Lokal Pertama di Nusantara

Kassian Cheppas, fotografer lokal pertama di Nusantara. ( Knaap, Gerrit (1999), Cephas, Yogyakarta: Photography in the Service of the Sultan, Leiden: Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies)

Kalau kamu melihat foto-foto Malioboro, Borobudur, Taman Sari, atau Prambanan pada zaman dahulu, bisa jadi foto-foto itu adalah karya Kassian Cephas, fotografer lokal pertama di Nusantara.

Inibaru.id – Pernah terpikir nggak kalau pada abad 1800-an, di Nusantara sudah ada orang yang berprofesi sebagai fotografer? Hal ini ternyata beneran ada, lo. Dia adalah Kassian Cephas yang berprofesi sebagai fotografer saat Sri Sultan Hamengku Buwana VI memerintah Yogyakarta pada 1855 sampai 1877.

Nama asli laki-laki kelahiran 15 januari 1845 ini sebenarnya hanyalah Kassian. Tapi, saat muda, dia belajar di bawah bimbingan seorang misionaris Protestan bernama Christina Petronella Philips-Steven di Bagelen, Purworejo. Saat usianya 15 tahun, dia dibaptis dan kemudian memakai nama Cephas.

Nggak lama kemudian, dia pulang ke Yogyakarta dan magang di bawah pengawasan Simon Willem Camerik, seorang anggota Schutterij, pasukan yang sebenarnya dibentuk Belanda untuk mengawasi gerak-gerik sultan dan anggota Kesultanan Yogyakarta. Tapi, karena memiliki kemampuan fotografi, Camerik justru dipercaya menjadi fotografer keraton.

Tatkala membimbing Kassian, Camerik menyadari anak didiknya punya bakat besar di dunia fotografi. Bakat ini juga diakui oleh Sri Sultan Hamengku Buwana VI. Ditambah dengan kemampuannya dalam melukis, pada 1871, Kassian pun secara resmi menjadi pelukis dan fotografer keraton sekaligus mendapatkan status abdi dalem.

Foto penari Serimpi di Keraton Yogyakarta karya Kassian Cephas. (Tropenmuseum)

Menariknya, meski berstatus abdi dalem, Kassian diperbolehkan mendirikan studio fotonya sendiri. Dia membukanya di lantai dua sebuah bangunan yang ada di Lodji Ketjil Wetan. Kini, lokasinya ada di Jalan Mayor Suryotomo.

Tapi, karena profesi utamanya adalah fotografer resmi keraton, pekerjaan utamanya tentu saja adalah membuat potret sultan dan keluarga kerajaan. Dia juga diminta untuk mengabadikan upacara atau acara-acara tradisi keraton.

Selain itu, aktivitas masyarakat setempat dan berbagai lokasi di sekitar Yogyakarta juga dia abadikan. Berkat foto-fotonya yang masih tersimpan rapi hingga sekarang, kita bisa mengetahui seperti apa kondisi Jalan Malioboro, Benteng Vredeburg, Taman Sari dan lokasi-lokasi ikonik lain di Yogyakarta pada zaman dahulu.

Kassian saat akan memotret Candi Borobdur pada 1890. (Wikipedia/Tropenmuseum)

Foto-fotonya yang menarik membuatnya cepat populer di kalangan masyarakat umum dan orang Eropa di Nusantara kala itu. Permintaan memotret untuk keperluan pembuatan buku, penelitian, atau bahkan studi meningkat tajam. Kompas, (17/2/2023) bahkan menulis Kassian pernah mendapatkan bayaran 3.000 Gulden untuk mengambil 300 foto dari Candi Borobudur. Apa yang dia dapat saat itu memang cukup mahal karena profesi fotografer masih cukup langka. Asal kamu tahu saja, per cetakan foto kala itu bisa dihargai dengan emas 100 gram, lo.

Kassian juga pernah memotret satu per satu dari seluruh relief panel Ramayana yang ada di Candi Prambanan. Hasil foto ini dianggap sangat berharga karena bisa dipelajari oleh para sejarawan.

Karena dianggap mampu melestarikan budaya Jawa lewat foto-fotonya, Kassian sampai mendapatkan medali emas Ordo van Oranje-Nassau dari Ratu Belanda Wilhelmina pada 1901. Empat tahun kemudian, Kassian pensiun dari dunia fotografi yang membuatnya melegenda.

Pada 16 November 1912, Kassian Cephas tutup usia. Tapi, foto-foto yang dia ambil lebih dari seabad silam masih banyak yang bisa kita lihat hingga sekarang. Namanya pun melegenda menjadi fotografer lokal pertama di Nusantara. (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

KPU Jateng Fasilitasi Debat Cagub-Cawagub Tiga Kali di Semarang

4 Okt 2024

Masih Berdiri, Begini Keindahan Bekas Kantor Onderdistrict Rongkop Peninggalan Zaman Belanda

4 Okt 2024

Gen Z Cantumkan Tagar DESPERATE di LinkedIn, Ekspresikan Keputusasaan

4 Okt 2024

Sekarang, Video Call di WhatsApp Bisa Pakai Filter dan Latar Belakang!

4 Okt 2024

Mengapa Banyak Anak Muda Indonesia Terjerat Pinjol?

4 Okt 2024

Ini Waktu Terbaik untuk Memakai Parfum

4 Okt 2024

Wisata Alam di Pati, Hutan Pinus Gunungsari: Fasilitas dan Rencana Pengembangan

4 Okt 2024

KAI Daop 4 Semarang Pastikan Petugas Operasional Bebas Narkoba Lewat Tes Urine

4 Okt 2024

Indahnya Pemandangan Atas Awan Kabupaten Semarang di Goa Rong View

5 Okt 2024

Gelar HC Raffi Ahmad Terancam Nggak Diakui, Dirjen Dikti: Kampusnya Ilegal

5 Okt 2024

Kisah Pagar Perumahan di London yang Dulunya adalah Tandu Masa Perang Dunia

5 Okt 2024

Penghargaan Gelar Doktor Honoris Causa, Pengakuan atas Kontribusi Luar Biasa

5 Okt 2024

Ekonom Beberkan Tanda-Tanda Kondisi Ekonomi Indonesia Sedang Nggak Baik

5 Okt 2024

Tembakau Kambangan dan Tingwe Gambang Sutra di Kudus

5 Okt 2024

Peparnas XVII Solo Raya Dibuka Besok, Tiket Sudah Habis Diserbu dalam 24 Jam

5 Okt 2024

Pantura Masih Pancaroba, Akhir Oktober Hujan, Masyarakat Diminta Jaga Kesehatan

6 Okt 2024

Pasrah Melihat Masa Depan, Gen Z dan Milenial Lebih Memilih Doom Spending

6 Okt 2024

Menikmati Keseruan Susur Gua Pancur Pati

6 Okt 2024

Menilik Tempat Produksi Blangkon di Gunungkidul

6 Okt 2024

Hanya Menerima 10 Pengunjung Per Hari, Begini Uniknya Warung Tepi Kota Sleman

6 Okt 2024