Inibaru.id - Beberapa waktu lalu, Desa Kaliputu, Kecamatan Kota, Kudus menyelenggarakan Kirab Budaya Tebokan Jenang. Acara yang digelar dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam itu menampilkan banyak gunungan yang dibetuk dari rangkaian jenang. Nggak hanya itu, beragam kesenian juga ada di sana.
Ketimbang tahun sebelumnya, kirab kali ini berlangung meriah. Peserta kirab ada 18 kelompok yang berasal dari masing-masing RT, sementara masyarakat yang menonton membeludak.
Kesuksesan acara tersebut tentunya nggak lepas dari peran serta anak muda. Meski kuat dengan tradisi, pemudi pemuda di sana nggak lantas tak acuh. Sebaliknya, mereka bahu membahu menyumbangkan ide, tenaga, dan semangat demi berlangsungnya acara yang digelar di desa penghasil jenang itu.
Fatichatin Nabella adalah salah seorang pemudi yang terlibat dalam acara itu. Warga Desa Kaliputu RT.7 RW.1 itu menjadi peserta dan bertugas membawa tampah berisi jenang-jenang yang sudah disusun rapi.
Nabella, begitu dia biasa disapa, telah melakukan persiapan beberapa hari sebelumnya. Dia mengaku senang dan antusias bisa menjadi bagian dalam Kirab Budaya Tebokan Jenang tahun ini.
"Sejak kecil, saya hanya di rumah ketika ada kirab. Tidak pernah menjadi peserta langsung. Jadi, ketika tahun ini diminta untuk ikut serta, saya senang sekali dan antusias meramaikan kirab," katanya kepada Inibaru.id.
Belajar dari Kisah Leluhur
Rasa bangga dan bahagia yang sama juga dirasakan Mentari Julia. Apalagi kala itu timnya berhasil meraih juara kedua dalam lomba kreativitas Kirab Budaya Tebokan Jenang. Baginya, rasa panas dan lelah ggak sebanding dengan kepuasannya berpartisipasi pada kegiatan yang bertujuan untuk melestarikan budaya ini.
Mentari, panggilan akrabnya, mengaku nggak hanya adu kreativitas, dalam acara tersebut dia juga bisa memetik banyak pelajaran. Misalnya sejarah tebokan jenang, asal usul Desa Kaliputu, kisah Mbah Depok, hingga alasan kenapa banyak warga Desa Kaliputu yang memproduksi jenang.
Dirinya berharap, makin banyak anak muda di Desa Kaliputu yang bersedia melestarikan budaya desa tersebut. Caranya, tentu saja dengan ikut meramaikan kegiatan desa, ritual budaya dan membangun Desa Kaliputu lebih maju dan terkenal lagi.
"Semoga banyak anak-anak muda warga Kaliputu mau meneruskan kebudayaan yang sudah ada di desa. Biar orang-orang tahu asal usul Desa Kaliputu. Sebab, banyak kisah dan pesan yang bisa diambil dari kegiatan tersebut," ungkap Mentari.
Ya, rupanya di desa penghasil jenang itu masih banyak generasi muda yang bersemangat melestarikan budaya. Antusiasme mereka memang patut kita jadikan contoh nih, Millens. Ingatlah, maju tidaknya sebuah desa bisa dilihat dari aktif tidaknya para anak muda di sana. Setuju? (Hasyim Asnawi/E10)