BerandaTradisinesia
Kamis, 7 Jun 2023 11:13

Kesenian Ebeg; Meski Bisa Bikin Kesurupan, Selalu Laris Diundang Hajatan

Kesenian ebeg khas Banyumasan. (Dunia-energi/Tatan Agus RST)

Penari ebeg bisa kesurupan saat melakukan pementasan, yang nggak jarang membuat para penonton ketakutan. Meski begitu, kesenian ini tetap laris diundang pada hajatan yang digelar di wilayah eks-Karesidenan Banyumas.

Inibaru.id – Kalau kamu sedang menghadiri acara hajatan di wilayah eks-Karesidenan Banyumas, jangan kaget jika hiburan yang digelar pada acara tersebut adalah Ebeg. Apalagi jika kesenian yang lebih dikenal dengan sebutan kuda lumping atau jaranan itu sampai membuat orang kesurupan.

Ebeg biasanya dilaksanakan dengan meriah. Penarinya memakai kostum dan mekap dengan warna yang mencolok. Boneka kuda yang dibuat dari anyaman bambu dan ijuk juga biasanya terlihat menarik. Selain itu, musik yang didendangkan pun mampu menambah semangat siapa saja yang menontonnya.

Menurut Medcom (4/8/2022), ebeg adalah kesenian tradisional yang benar-benar asli dari wilayah Banyumasan. Nggak ada pengaruh apa pun dari budaya daerah lain yang masuk dalam kesenian ini.

Sementara, untuk tariannya, laman Kemendikbud.go.id (30/1/2021) mengungkapkan, tarian pada kesenian ini menggambarkan para prajurit Pangeran Diponegoro yang sedang berlatih demi menghadapi Perang Jawa yang berlangsung pada 1825-1830.

Namun begitu, ada juga versi lain yang menyebut tarian ini muncul pada abad ke-16, tepatnya saat Kesultanan Demak berjaya. Menurut catatan ini, Ebeg adalah representasi dari Pasukan Warok yang memakai kuda untuk menjaga keamanan wilayahnya.

Penari ebeg biasanya terdiri atas 6-20 orang. Mereka melakukan tarian yang terbagi dalam empat babak, yaitu babak Buto Lawas yang dilakukan dua kali, babak Sentewere, serta babak Begon Putri. Para penarinya bergerak dengan selaras sesuai dengan ritme gamelan yang ditabuh.

Penari ebeg kesurupan. (Mancode/Inggil)

Yang menarik, biasanya ada penari yang kesurupan saat melakukan tarian tersebut. Kalau sudah begitu, jangan heran jika mereka melakukan hal-hal yang nggak masuk akal seperti makan daun, pecahan beling, atau berjalan di atas bara api hingga mengupas kelapa hanya dengan giginya. Terkadang, penari ebeg juga bergerak seperti monyet atau hewan lain.

Lantas, bagaimana cara penari yang kesurupan bisa kembali sadar? Nggak perlu khawatir. Pasti ada seseorang yang disebut sebagai penimbun atau penimbul yang siaga di sana. Dialah yang bakal melakukan sejumlah ritual agar para penari tersebut bisa terbebas dari kerasukan.

Keunikan lain dari ebeg adalah pementasannya yang selalu berada di tempat terbuka yang luas. Maklum, gerakan tariannya memang membutuhkan ruang yang cukup banyak. Apalagi jika sampai ada yang kesurupan. Selain itu, pementasannya biasanya dilakukan setelah waktu zuhur, tepatnya dari pukul 13.00 sampai pukul 15.00, Millens.

Sayangnya, meski masih bisa ditemukan di acara hajatan, frekuensi pementasan ebeg memang cenderung menurun jika dibandingkan dengan zaman dahulu. Hal ini pun mendapatkan sorotan dari para pelaku kesenian. Salah satunya adalah Agus Widodo dari Desa Menganti, Kecamatan Kesugihan, Cilacap.

“Ebeg harus dibarengi dengan inovasi. Jadi nantinya akan terus ramai meski nggak meninggalkan pakemnya. Semoga saja kebudayaan ini terus lestari,” ungkapnya sebagaimana dilansir dari Jatengprov (18/12/2022).

Yap, semoga saja harapan Agus dan warga Banyumas lainnya agar kesenian ebeg tetap eksis bisa benar-benar terkabulkan, ya, Millens? (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024