BerandaTradisinesia
Minggu, 6 Jul 2019 09:43

Ching Pho Ling, Sebuah Tarian Kuno dari Purworejo

Ching Pho Ling. (Taricingpooling.blogspot)

Tak banyak lagi yang memainkannya. Keberadaan kesenian dari Purworejo ini juga berpotensi punah. Namun, Ching Pho Ling tetap harus dikenang sebagai salah satu kesenian kuno yang masih bertahan hingga kini.

Inibaru.id – Nggak banyak lagi yang mengenal kesenian ini, bahkan di daerah asalnya, yakni Purworejo, Jawa Tengah. Ching Pho Ling namanya. Ini wajar, karena konon kelompok kesenian ini hanya tinggal satu saja di sana, yakni Tunggul Wulung yang berdiri pasa 1957 di Desa Kesawen, Kecamatan Pituruh.

Kesenian Ching Pho Ling terdiri atas seni tari dan musik. Untuk memainkannya, terdapat sembilan orang penari dan enam orang pemusik yang semuanya laki-laki.

Kesembilan orang penari tersebut punya peran berbeda-beda. Ada pemayung yang memimpin barisan, penari pemencak, penari pengiring, serta pembawa instrumen musik kendang buntung atau ketipung, dan penari pembawa instrumen kecrek.

Dosen Jurusan Tari di Pascasarjana Institut Seni Indonesia Nanik Sri Prihatin sempat mengatakan bahwa Ching Pho Ling merupakan kesenian hasil dari budaya pisowanan masyarakat Purworejo pada masa lampau.

Pisowanan merupakan kegiatan pelaporan yang dilakukan para demang kepada adipati. Dalam perjalanan melaporkan kondisi masyarakat yang mereka pimpin itu, para demang didampingi para pengawal.

Lantaran perjalanan yang ditempuh cukup jauh, rombongan pun membawa paying, pedang, dan alat bunyi-bunyian untuk hiburan. Nah, arak-arakan inilah yang kemudian melahirkan kesenian Ching Pho Ling di Purworejo.

Tampak manarik? Sayang, kesenian ini mungkin nggak bakal berumur panjang karena nggak banyak lagi yang melestarikannya. Jika kamu punya waktu, nggak ada salahnya, lo, mengulik lebih lajut kesenian tersebut, barangkali bisa kamu kreasikan menjadi lebih modern? (IB20/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024