BerandaTradisinesia
Kamis, 13 Apr 2022 15:00

Cerita Desa Dasun di Rembang, Pusat Galangan Kapal Sejak Zaman Kerajaan

Ilustrasi: Pembuatan kapal di Rembang, Jawa Tengah. (Antara Foto/Aji Styawan)

Nenek moyang bangsa kita dikenal sebagai pelaut yang tangguh. Hal ini dibuktikan dengan adanya catatan sejarah terkait Desa Dasun yang ada di Kecamatan Lasem, Rembang. Desa ini dulunya adalah pusat galangan kapal atau tempat pembuatan kapal pada zaman kerajaan, termasuk Majapahit dan Demak.

Inibaru.id – Sekilas, Desa Dasun yang ada di Kecamatan Lasem, Rembang, terlihat seperti desa-desa khas pesisir Pantai Utara Jawa. Namun, desa ini ternyata kaya akan nilai sejarah. Bagaimana nggak, desa ini ternyata sudah jadi pusat galangan kapal saat Jawa masih diperintah oleh sejumlah kerajaan. Seperti apa sih cerita desa yang cukup unik ini?

Sejarah mencatat, Desa Dasun sudah eksis sejak masa Kerajaan Pucangsulo pada abad ke-13. Sementara itu, di situs Kemenparekraf.go.id, disebutkan kalau desa ini jadi pusat produksi kapal Kerajaan Majapahit.

Hal ini dibuktikan dengan catatan Mpu Santi Badra bernama Serat Badra Santi tahun 1479. Dalam catatan berbahasa Jawa tersebut, disebutkan kalau pada 1351 Masehi (1273 Saka), wilayah Lasem, termasuk Desa Dasun, sudah jadi tanah perdikan Majapahit.

Menariknya, di masa itu, pemimpin Lasem adalah seorang perempuan bernama Dewi Indu. Namanya bahkan disebutkan di dalam Kitab Negarakertagama, lo. Maklum, dia adalah keponakan Hayam Wuruk dan mendapatkan gelar Bhre Lasem.

Karena posisi Desa Dasun yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa, maka di sini dijadikan pusat pembuatan kapal Kerajaan Majapahit, khususnya untuk kebutuhan perdagangan dan militer. Proses produksinya bahkan dipimpin langsung oleh Panglima Angkatan Laut Majapahit Prabu Rajasa Wardana yang juga suami dari Bhre Lasem.

Alasan lain yang membuat wilayah ini jadi pusat pembuatan kapal adalah pada masa itu, Rembang bagian selatan masih berupa hutan lebat dengan pohon-pohon berukuran besar. Pohon-pohon itulah yang kemudian dijadikan bahan pembuatan kapal. Sayangnya, kini sulit mencari pohon dengan ukuran tersebut di sana.

Kala pengaruh Majapahit meredup dan Kesultanan Demak Berjaya, produksi kapal di Desa Dusun terus berlanjut. Sejarah mencatat 100 kapal diproduksi desa ini untuk keperluan ekspedisi ke Malaka demi melawan Portugis. Ekspedisi ini dipimpin oleh Adipati Unus.

Galangan kapal di Desa Dasun. (dasun-rembang.desa.id)

Tetap Eksis di Masa Penjajahan Belanda dan Jepang

Buku Children of the Colonial State: Population Growth and Economic Development in Java 1795-1880 yang dibuat oleh Peter Boomgaard menulis Lasem sudah jadi pusat produksi kapal sebelum Belanda datang. Jumlah pekerja di sana bahkan lebih dari 500 orang.

Galangan kapal Desa Dasun pun semakin menggeliat berkat disodetnya Sungai Lasem ke muara Dasun. Jadi, dulu sungai ini bermuara di Kaeringan, Millens. Nah, berkat aliran baru ini, maka semakin mudah membuat kapal di Desa Dasun.

Tatkala Belanda datang, bisnis pembuatan kapal di desa ini pun sama sekali nggak surut. Hal ini diungkap oleh Sudaryo. Laki-laki asli Dasun ini masih berusia 9 tahun tatkala membantu bapaknya bekerja di galangan kapal ketika masa kolonial. Kapal-kapal yang dibuat kemudian dipakai untuk mengangkut hasil bumi dari Jawa.

“Waktu itu Lasem ramai sekali. Lebih dari 200 orang bekerja di galangan kapal. Mereka membuat kapal besi sepanjang lebih dari 30 meter,” ungkapnya, September 2008.

Tatkala Jepang datang, mereka bahkan menambah lagi jumlah galangan kapal di sana.

“Tahun 1942 saat Jepang datang, galangan kapal Belanda diambil alih. Jepang membuat dua galangan lagi untuk kapal kayu," lanjutnya.

Jejak Belanda dan Jepang di galangan kapal Desa Dasun masih bisa dilihat dengan adanya tiga pondasi batu dengan bentuk cetakan perahu sepanjang lebih dari 50 meter. Lokasinya persis di pinggir sungai Lasem. Selain itu, ada juga Bong atau makam Belanda yang ada di selatan lapangan Desa Dasun.

Menarik juga ya menilik cerita galangan kapal di Desa Dasun Rembang yang penuh sejarah, Millens. (Sol, Kom, Wik/IB09/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024