Inibaru.id - Sekilas, nama Dukuh Kasuran di Desa Margodadi, Kecamatan Seyegan, Sleman, DIY, terlihat normal sebagaimana dukuh atau desa pada umumnya. Namun, ada yang unik, yakni adanya tradisi warga nggak boleh tidur di atas kasur.
Pantangan tidur di kasur ini sudah berlangsung ratusan tahun lo, Millens. Meski nggak nyaman, warga Dukuh Kasuran tetap menerapkannya. Kalau melanggar, ada kekhawatiran bisa menyebabkan datangnya musibah, penyakit, atau hal-hal yang di luar nalar.
Larangan ini bermula dari adanya mitos Kiai Kasur dan Nyai Kasur yang hidup di zaman Perang Diponegoro, dulu. Nah, pasangan suami istri ini ternyata berselisih paham soal apakah harus ikut berjuang melawan penjajah atau tinggal di rumah.
Kiai Kasur tergerak hatinya untuk ikut perjuangan Pangeran Diponegoro. Tapi, Nyai Kasur, menolaknya. Pada akhirnya, pasangan ini pun berpisah karena nggak ada satu pun yang mau mengalah. Sebelum berpisah, pasangan yang dikenal cukup berpengaruh di wilayahnya ini kemudian membuat perjanjian.
Isinya, warga Dukuh Kasuran nggak boleh lagi tidur di atas kasur. Keduanya bahkan nggak baikan usai perang. Kiai Kasur memilih tinggal di Kasuran Wetan, sementara Nyai Kasur berada di Kasuran Kulon. Gara-gara hal ini juga, ada pantangan di antara kedua warga wilayah ini untuk menikah atau besanan.
Kejadian Aneh bagi yang Melanggar
Percaya nggak, orang yang melanggar pantangan ini di Dukuh Kasuran beneran mengalami hal aneh? Hal ini diceritakan oleh Kadus Kasuran Wetan Noor Sidiq pada 5 Agustus 2021 lalu.
“Dulu tahun 1972 pernah terjadi peristiwa aneh. Ada seorang warga pendatang yang bertugas di KUA pindah ke sini dan menyewa sebuah rumah. Dia tidur menggunakan kasur, dan setiap Jumat, di atas kasur miiknya dijumpai seekor ular melingkar,” ceritanya.
Baca Juga:
Perjanjian Giyanti, Pecah Kongsi Kerajaan Mataram, serta Berdirinya Yogyakarta dan SurakartaLantas, apakah warga tidur di atas lantai atau hanya tikar saja? Nah, Noor Sidiq menjelaskan kalau 90 persen warga Dukuh Kasuran Wetan tidur dengan memakai spon. Spon dianggap berbeda dengan kasur karena lebih tipis namun bisa memberikan kenyamanan dibandingkan dengan tidur di atas tikar.
“Ada 985 warga dengan jumlah KK sebanyak 348 di sini. Sekarang 90 persennya sudah tidur menggunakan spon,” jelasnya.
Sebaliknya, dari 608 warga di Dukuh Kasuran Kulon, 90 persen di antaranya masih setia dengan tradisi dan tidur di atas tikar.
Bagaimana Jika Ada yang Perlu Tidur di Atas Kasur?
Untungnya sih ya, tradisi ini lebih fleksibel. Kalau ada warga yang perlu tidur di atas kasur karena kondisi tertentu, boleh kok melakukannya. Tapi, warga bakal melakukan ruwatan bersama-sama terlebih dahulu. Jadi, orang yang mau tidur di atas kasur nggak bakal kena masalah, deh.
“Tapi, karena banyak warga yang ingin mengikuti tradisi tidur tanpa kasur, jadi ruwatan ini tidak pernah dilakukan,” pungkas Noor Sidiq.
Ingat ya, kalau main ke Dukuh Kasuran di Sleman, mungkin kamu nggak dapat kasur, Millens. (Sle,Mer/IB09/E05)