Inibaru.id – Mengingat Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan alam yang melimpah, tentu cukup ironis jika ada daerah yang kesulitan mendapatkan air bersih. Namun, hal ini benar-benar terjadi di Kecamatan Jatinom, Klaten.
Warga Dukuh Bunder Jarakan, Desa Bandungan hanya bisa mengandalkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari. Maklum, di tempat tinggal mereka, nggak ada satu pun mata air ditemukan.
Omong-omong, dukuh ini ada di lereng sebelah tenggara Gunung Merapi, tepatnya di ketinggian 1000 meter di atas permukaan air laut (mdpl). Masalahnya, kondisi geologis di bawah permukaan tanah dukuh ini adalah bebatuan. Hal ini membuat pengeboran sumur nggak mungkin dilakukan.
“Jarak dari puncak Gunung Merapi dalam radius aman 15 km. Namun tidak ditemukan mata air. Selama ini warga sini mengandalkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari,” ujar salah satu warga, Sunarno.
Mengingat air hujan nggak bisa didapatkan sepanjang tahun, warga Dukuh Bunder Jarakan pun membuat komunitas bernama Kandang Udan. Di sinilah warga bisa saling berbagi ilmu dan melakukan penelitian terkait dengan penggunaan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari. Jadi, air yang sangat berharga ini nggak bakal mudah habis, khususnya di musim kemarau.
Menariknya, kearifan lokal mengumpulkan air hujan di kedung atau danau kecil ini sudah dilakukan sejak dulu. Nah, warga sekarang tinggal melanjutkan tradisi menjaga kedung tersebut agar tetap bisa menampung air yang dibutuhkan warga.
“Komunitas ini dinamai Kandang Udan karena ada danau kecil yang sudah ada sejak zaman embah-embah dulu,” ungkap Sunarno yang juga menjabat sebagai Presiden Kandang Udan.
Ikut Merayakan Hari Air Sedunia
Menyadari pentingnya keberadaan air, warga Dukuh Bunder Jarakan, juga merayakan Hari Air Sedunia setiap 22 Maret. Mereka mementaskan Wayang Jantur dan kenduri bersama. Gelaran wayang ini bercerita tentang pentingnya menjaga alam, khususnya air. Selain itu, warga juga menggelar tradisi Dandan Kedung yang berarti memperbaiki kedung tempat penampungan air hujan.
Meski nggak lazim, warga yakin keberadaan air hujan yang mereka konsumsi bisa memberikan manfaat kesehatan lebih besar.
“Ternyata jauh lebih murni, dan berkualitas daripada air dalam tanah. Sebab, kandungan material di air hujan jauh lebih sedikit dan lebih menyehatkan,” kata Sunarno.
Kalau setahumu, apakah juga ada daerah lain yang mengonsumsi air hujan sebagaimana warga Dukuh Bunder Jarakan ini, Millens? (Tim, Eku/IB09/E05)