BerandaTradisinesia
Sabtu, 15 Apr 2022 09:26

Arti Sebatang Hio saat Orang Tionghoa Sembahyang

Hio selalu digunakan sebagai salah satu pelengkap peribadatan umat Konghucu. (Inibaru.id/Kharisma Ghana Tawakal)

Tertancap dalam sebuah bejana kuning keemasan, hio menjadi salah satu pelengkap dalam prosesi peribadatan umat Konghucu. Dari setiap batangnya, hio ternyata membawa makna sendiri, lo.

Inibaru.id – Bau harum yang menyerbak tercium wangi tatkala saya memasuki bangunan yang bernuansa warna merah dengan ornamen keemasan. Aroma itu cukup akrab bagi mereka yang berkeyakinan Konghucu dan sering beribadah di klenteng.

Pada sudut-sudut dan tengah bangunan, tampak hio swa menancap dalam bejana di muka altar para dewa. Kepulan asap hio dianggap sebagai media penyaluran doa-doa bagi umat Tionghoa menuju Sang Pencipta, terlebih jika kepulannya tampak lurus ke atas.

Hio biasanya dibuat dari campuran serbuk kayu, lem, pewarna, pewangi, dan air. Dengan campuran komposisi yang pas, adonan hio selanjutnya dicampur merata kemudian ditempel pada batang kayu dan dibentuk sesuai kebutuhan.

Hio swa juga harus melalui proses pengeringan di bawah terik matahari selama dua sampai tiga hari. Kalau cuaca nggak cerah, ada solusinya sih. Hio tinggal dimasukkan di dalam oven dan dipanaskan.

Oya, penggunaan hio nggak sesederhana yang kamu bayangkan. Mematikan hio ternyata juga harus dengan aturan khusus, lo. Kalian harus mengibaskan hio secara perlahan sampai padam. Hio bahkan nggak boleh ditiup.

Penggunaan hio juga nggak melulu di klenteng. Hio juga boleh dibakar di luar atau di dalam rumah. Bisa juga ditancap di atas meja hingga nisan makam para leluhur.

Ternyata ada aturan tersendiri dalam penggunaa jumlah hio yang dibakar dalam peribadatan umat Konghucu. (Josuamarcelc)

Esensi Penggunaan Jumlah Hio

Kamu tahu nggak Millens kalau jumlah hio yang dibakar punya makna yang berbeda-beda? Nah, berikut adalah penjelasannya.

Satu Hio

Pembakaran satu hio memiliki makna esa yang berarti tunggal. Saat seseorang membakar satu hio dan beribadah, maka ibadah tersebut hanya dikhususkan kepada Tuhan sebagai satu-satunya Sang Pencipta.

Dua Hio

Dua batang hio dipercaya memiliki makna dualitas, dengan kata lain hubungan doa dua arah antara pendoa dan leluhurnya. Hal ini juga dapat diartikan sebagai cara untuk mendoakan orang tua.

Tiga Hio

Membakar tiga hio memiliki makna beribadah untuk alam semesta yang menaungi kita. Ketiganya adalah unsur bumi, langit, dan manusia.

Empat Hio

Dalam kepercayaan Tionghoa, bumi berisikan empat penjuru lautan yang dianggap saudara. Empat hio yang dibakar melambangkan arah laut utara, selatan, timur, dan barat.

Lima Hio

Ada lima elemen yang dipercaya masyarakat Tionghoa saat beribadah, yaitu kayu, tanah, api, logam, dan air.

Enam Hio

Angka enam dalam bahasa Mandarin adalah Liu He yang bermakna persatuan dan kedamaian. Jika ada enam hio yang dibakar, bisa dimaknai sebagai doa untuk persatuan dan kedamaian seluruh umat manusia.

Tujuh Hio

Tujuh rasi bintang berbentuk layangan dengan ekor memanjang masuk dalam kepercayaan Tionghoa. Dibakarnya tujuh hio melambangkan kepercayaan terhadap rasi bintang ini.

Delapan Hio

Serupa dengan makna empat hio, delapan hio memiliki arti pengembangan dari arah penjuru mata angin. Ada timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, barat laut, utara, timur laut. Dengan membakar hio, maka doa yang dipanjatkan ditujukan kepada alam semesta yang agung.

Sembilan Hio

Orang-orang Tionghoa percaya jika angka sembilan adalah angka tertinggi dan yang paling sempurna. Sehingga penggunaan hio berjumlah sembilan bermakna doa terbaik yang mereka panjatkan.

Di zaman sekarang, penggunaannya hio mengalami perkembangan. Nggak hanya jadi salah satu benda wajib dalam peribadatan, hio juga digunakan sebagai media wewangian ruangan bagi seluruh umat tanpa memandang status.

Kalau kamu, apakah pernah menggunakan hio secara langsung, Millens? (Kem, Kla, Ini/IB31/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024