BerandaPasar Kreatif
Rabu, 13 Agu 2019 13:27

Sardinah si Pembuat Besek dari Jepara: Nggak Menyangka Pesanan dan Harga Bakal Meningkat

Seorang pengrajin di Desa Kendengsidialit sedang menyelesaikan anyaman besek. (Inibaru.id/ Pranoto)

Terbuat dari anyaman bambu yang <i>eco-friendly</i>, besek menjadi wadah alternatif yang tengah naik daun selama Iduladha ini. Seberapa banyak peningkatannya? Simak kisah Sardinah, pembuat besek asal Desa Kendengsidialit, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara!

Inibaru.id - Bagi yang belum pernah menggunakannya, besek adalah sebuah wadah berbentuk kotak yang terdiri atas dua bagian, yakni wadah dan tutup dan terbuat dari anyaman bambu. Fungsinya, bermacam-macam, mulai dari penyimpan makanan sampai wadah hantaran.

Belakangan, besek mendadak terkenal lantaran wadah ini dianggap sebagai pengganti yang pas untuk daging kurban yang bakal dibagi-bagikan dalam perayaan Iduladha, hari raya terbesar kedua umat Islam setelah Idulfitri.

Besek yang eco-friendly pun banyak diburu panitia kurban sejak menjelang Iduladha. Rupanya, ini juga berpengaruh pada nilai ekonominya yang melambung tinggi, hal yang nggak pernah disangka Sardinah, seorang pengrajin besek di Desa Kendengsidialit, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

Nenek 70 tahun itu mengaku heran, harga kerajinan beseknya dihargai agak tinggi jelang Hari Raya Kurban. Padahal, sejak puluhan tahun menggeluti pekerjaan itu, maksimal besek bikinannya hanya dihargai Rp 10 ribu se-jinah (10 buah).

"Sakniki telulas ewu, biasane rak mung sepuluh ewu entuk sejinah,” tutur Sardinah kepada Inibaru.id dalam bahasa Jawa belum lama ini, yang artinya kurang lebih: Sekarang harganya Rp 13 ribu, biasanya cuma Ep 10 ribu per 10 buah.

Dari bilah bambu, jadilah besek. (Inibaru.id/ Pranoto)

Selama ini dia hanya membuat dan menitipkan besek untuk dijual ke pasar. Maka, wajar jika nenek murah senyum itu baru tahu tren penggunaan besek saat Iduladha tersebut.

Pesanan Meningkat

Selain harga, jumlah pesanan besek pun meningkat. Namun, lantaran keterbatasan tenaga, Sardinah mengaku nggak sanggup memenuhi semua pesanan. Ini karena proses pembuatan besek tidaklah mudah. Terlebih, umurnya juga sudah terlampau tua.

Sardinah mengatakan, menggeluti usaha membuat besek telah dilakukannya sejak usia 15 tahun. Bahkan, hingga sang suami tutup usia, dia masih setia dengan pekerjaan tersebut.

Untuk membuat besek, semula Sardinah membeli bambu apus. Bambu itu kemudian dibelah tipis, lalu dijemur di terik matahari hingga mengering. Setelahnya, bilah bambu dianyam membentuk kotak.

Sebatang bambu bisa dibuat menjadi 40 pasang besek (tutup dan wadah). Dengan tenaganya yang sekarang, Sardinah mengaku hanya bisa menggarap maksimal dua batang bambu apus.

"Mlenet-mlenet dadi kotak ya rada angel, karan wis tua (Melipat-lipat supaya jadi kotak sempurna ya susah, karena tenaganya sudah tua)," ujarnya sembari tetap sibuk dengan pekerjaannya.

Pengrajin Menyusut

Kepala Desa Kendeng Sidialit Kahono mengungkapkan, saat ini jumlah pengrajin besek di wilayahnya telah banyak berkurang.

"Tinggal nenek-nenek yang menekuni kerajinan tersebut. Warga lain, sudah beralih profesi jadi pembuat tusuk satai atau tali dari bambu," kata dia.

Seperti kebanyakan warga di Desa Kendeng Sidialit, Sardinah juga nggak lagi punya penerus karena anaknya kini lebih memilih membuat tusuk satai, karena pembuatannya lebih mudah, dan untungnya lumayan besar.

Hm, kesadaran masyarakat untuk beralih dari bungkus plastik menjadi besek mungkin bakal menjadi angin segar untuk bisnis besek pada tahun-tahun mendatang. Semoga Nenek Sardinah bakal punya banyak penerus, biar penggunaan kantong plastik bisa terus ditekan! (Pranoto/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

KPU Jateng Fasilitasi Debat Cagub-Cawagub Tiga Kali di Semarang

4 Okt 2024

Masih Berdiri, Begini Keindahan Bekas Kantor Onderdistrict Rongkop Peninggalan Zaman Belanda

4 Okt 2024

Gen Z Cantumkan Tagar DESPERATE di LinkedIn, Ekspresikan Keputusasaan

4 Okt 2024

Sekarang, Video Call di WhatsApp Bisa Pakai Filter dan Latar Belakang!

4 Okt 2024

Mengapa Banyak Anak Muda Indonesia Terjerat Pinjol?

4 Okt 2024

Ini Waktu Terbaik untuk Memakai Parfum

4 Okt 2024

Wisata Alam di Pati, Hutan Pinus Gunungsari: Fasilitas dan Rencana Pengembangan

4 Okt 2024

KAI Daop 4 Semarang Pastikan Petugas Operasional Bebas Narkoba Lewat Tes Urine

4 Okt 2024

Indahnya Pemandangan Atas Awan Kabupaten Semarang di Goa Rong View

5 Okt 2024

Gelar HC Raffi Ahmad Terancam Nggak Diakui, Dirjen Dikti: Kampusnya Ilegal

5 Okt 2024

Kisah Pagar Perumahan di London yang Dulunya adalah Tandu Masa Perang Dunia

5 Okt 2024

Penghargaan Gelar Doktor Honoris Causa, Pengakuan atas Kontribusi Luar Biasa

5 Okt 2024

Ekonom Beberkan Tanda-Tanda Kondisi Ekonomi Indonesia Sedang Nggak Baik

5 Okt 2024

Tembakau Kambangan dan Tingwe Gambang Sutra di Kudus

5 Okt 2024

Peparnas XVII Solo Raya Dibuka Besok, Tiket Sudah Habis Diserbu dalam 24 Jam

5 Okt 2024

Pantura Masih Pancaroba, Akhir Oktober Hujan, Masyarakat Diminta Jaga Kesehatan

6 Okt 2024

Pasrah Melihat Masa Depan, Gen Z dan Milenial Lebih Memilih Doom Spending

6 Okt 2024

Menikmati Keseruan Susur Gua Pancur Pati

6 Okt 2024

Menilik Tempat Produksi Blangkon di Gunungkidul

6 Okt 2024

Hanya Menerima 10 Pengunjung Per Hari, Begini Uniknya Warung Tepi Kota Sleman

6 Okt 2024