BerandaPasar Kreatif
Rabu, 21 Sep 2021 12:47

Bukan Semata Nilai Rupiah, 'Resik Becik' Tukar Sampah untuk Kebaikan

Bukan Semata Nilai Rupiah, 'Resik Becik' Tukar Sampah untuk Kebaikan

Ika Yudha dan tas alat tulis buatannya yang terbuat dari plastik bekas. (Inibaru.id/ Bayu N)

Saat mendirikan Bank Sampah 'Resik Becik', Ika Yudha nggak berharap warga sekitar hanya mengejar nilai rupiah, tapi menekankan bahwa kegiatan tukar sampah adalah untuk kebaikan bersama.

Inibaru.id - Barang nggak terpakai seperti koran bekas, kardus, hingga jelantah yang ditukarkan ke Bank Sampah Resik Becik (BSRB) bisa punya nilai rupiah. Namun, empunya bank sampah, Ika Yudha, enggan menyebutnya sebagai transaksi jual-beli, karena dia lebih menginginkan para warga melakukannya demi kebaikan, bukan uang.

Ika, demikian perempuan berhijab ini biasa disapa, sejak awal memang berharap bank sampah yang berlokasi nggak jauh dari pusat Kota Semarang itu bisa menjadi wadah untuk menampung barang bekas atau sampah plastik nggak terpakai yang bakal berdampak buruk kalau dibuang sembarangan.

“Saya prihatin karena kondisi lingkungan sekitar tempat tinggal yang banyak sampah. Latar belakang (pendidikan) saya kesehatan masyarakat, jadi makin tergugahlah untuk membuat suatu gerakan,” terang alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang itu, belum lama ini.

Jadi, bisa dipastikan bahwa tujuan utama Ika bukanlah semata keuntungan, tapi lingkungan yang lebih baik. Berdiri pada 15 Januari 2012, bertahun-tahun perempuan ramah ini mencoba membulatkan niat, harapan, dan kerja keras untuk mengedukasi warga bahwa sampah harus diolah, bukan dibuang begitu saja.

"Harapan kami, masyarakat melek kebersihan dan kesehatan lingkungan dengan menyortir sampah rumah tangga mereka," terang Ika.

Pengumpul an Pengrajin

Tampak depan halaman rumah Ika yang dipenuhi karung berisi sampah dan barang bekas. (Inibaru.id/ Bayu N)

Sampah warga yang dikumpulkan ke BSRB biasanya akan langsung disortir, lalu ditampung di rumah Ika. Setelahnya, sampah yang sudah dikelompok-kelompokkan itu dijual kembali ke pengepul. Barang-barang yang dikumpulkan di antaranya kertas, botol plastik, minyak jelantah, dan ponsel bekas.

Selain dilempar ke pengepul, Ika juga membuat pelbagai kerajinan tangan dari sampah tersebut. Dia nggak melakukannya sendiri. Untuk mengubah barang bekas menjadi berbagai pernak-pernik seperti kotak pensil, tas selempang, hingga kantong belanja, dia memberdayakan warga sekitar.

Ika juga menggandeng para pengrajin tas di sekitar rumahnya untuk hasil kerajinan yang nggak kaleng-kaleng. Dengan begini, tas daur ulang pun tetap memiliki nilai jual yang baik. Hal tersebut otomatis juga akan berimbas baik pada perputaran ekonomi BSRB dan warga sekitar.

“Kalau misal lagi ada (banyak) pesanan, biasanya saya langsung mengajak pengrajin sekitar untuk bikin (pesanan kerajinan),” akunya kepada Inibaru.id.

Ratusan Kilogram Sampah Per Bulan

Harga dan daftar barang yang bisa ditukar di BSRB. Daftar tersebut tertera dengan jelas di depan rumah Ika. (Inibaru.id/ Bayu N)

Sampah atau barang bekas yang bisa ditukarkan ke RSRB cukup beragam. Harganya pun setali tiga uang. Ika yang membelinya dalam hitungan per kilogram mengaku sengaja memasang daftar harga di depan rumahnya agar warga bisa melihat sampah apa yang memungkinkan dibarter di rumah mereka.

Sebelum pandemi Covid-19, Ika mengungkapkan, BSRB mampu menampung hingga ratusan kilogram barang bekas berbagai jenis saban bulannya. Barang-barang tersebut kerap kali memenuhi sebagian besar halaman depan rumahnya, yang sekaligus menjadi base camp BSRB, di Jalan Cokrokembang No 11, Krobokan, Semarang Barat.

Sedari awal mendirikan BSRB, Ika memang mengaku mengalami kendala terkait tempat penampungan sampah. Dia yang hanya memiliki sepetak rumah untuk mewujudkan pendirian UMKM itu pun kemudian menjadikan halaman rumahnya sebagai penampungan.

Kendati hal ini berdampak pada menumpuknya barang bekas di rumahnya, Ika enggan mengeluh. Dia sudah memutuskannya sendiri, jadi harus tetap menjalankannya tanpa berpikir untuk menyerah. Alhasil bisnis bank sampah pun berjalan hingga hampir menginjak usia satu dekade.

Babak Belur Dibekap Pandemi

Sebelum pandemi, BSRB bisa menerima hingga 500 kilogram barang bekas dalam sebulan. (Inibaru.id/ Bayu N)

Sebelum pandemi, menjumpai sekitar 500-an kilogram barang bekas di halaman rumah Ika adalah pemandangan yang lazim. Orang-orang datang silih berganti memasok barang bekas. Namun, wabah Covid-19 mengubah peruntungan perempuan yang gemar mengenakan baju bermotif batik tersebut.

Awal pandemi, Ika mengatakan pasokan sampah di BSRB sempat turun drastis. Bahkan, dia mengaku sempat berada di titik nggak mendapatkan omzet sama sekali. Namun, dia pun bereaksi cepat dengan membuat sejumlah program baru dan menggandeng beberapa pihak untuk berkolaborasi.

Sampai kapan pun, Ika mengaku akan bertahan sembari berikhtiar. Tekadnya sudah bulat, yakni menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan tempat tinggal mereka. Dia nggak peduli harus tinggal di rumah penuh tumpukan barang bekas atau babak belur dibekap pandemi.

“Yang penting, masyarakat bisa melihat nilai kebaikan dari bank sampah ini!” tandasnya.

Sepakat banget! Hidup cuma sekali, berbuat baiklah berkali-kali hingga orang hanya melihat kebaikan hingga kamu meninggalkan dunia ini suatu hari nanti. Begitu kali ya, Millens! (Bayu N/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ihwal Mula Kampung Larangan di Sukoharjo, 'Zona Merah' yang Pantang Dimasuki Bumiputra

12 Apr 2025

Lagu "You'll be in My Heart" Viral; Mengapa Baru Sekarang?

12 Apr 2025

Demi Keamanan Data Pribadi, Menkomdigi Sarankan Pengguna Ponsel Beralih ke eSIM

12 Apr 2025

Bikin Resah Pengguna Jalan, Truk Sampah Rusak di Kota Semarang Bakal Diperbaiki

12 Apr 2025

Ketika Pekerjaan Nggak Sesuai Dream Job; Bukan Akhir Segalanya!

12 Apr 2025

Lindungi Masyarakat, KKI Cabut Hak Praktik Dokter Tersangka Pelecehan Seksual secara Permanen

12 Apr 2025

Mengenal Getuk Kethek, Apakah Terkait dengan Monyet?

13 Apr 2025

Di Balik Mitos Suami Nggak Boleh Membunuh Hewan saat Istri sedang Hamil

13 Apr 2025

Kisah Kampung Laut di Cilacap; Dulu Permukiman Prajurit Mataram

13 Apr 2025

Mengapa Manusia Takut Ular?

13 Apr 2025

Nilai Tukar Rupiah Lebih Tinggi, Kita Bisa Liburan Murah di Negara-Negara Ini

13 Apr 2025

Perlu Nggak sih Matikan AC Sebelum Matikan Mesin Mobil?

14 Apr 2025

Antrean Panjang Fenomena 'War' Emas; Fomo atau Memang Melek Investasi?

14 Apr 2025

Tentang Mbah Alian, Inspirasi Nama Kecamatan Ngaliyan di Kota Semarang

14 Apr 2025

Mengenal Oman, Negeri Kaya Tanpa Gedung Pencakar Angkasa

14 Apr 2025

Farikha Sukrotun, Wasit Internasional Bulu Tangkis yang Berawal dari Kasir Toko Bangunan Kudus

14 Apr 2025

Haruskah Tetap Bekerja saat Masalah Pribadi Mengganggu Mood?

14 Apr 2025

Grebeg Getuk 2025 Sukses Meriahkan Hari Jadi ke-1.119 Kota Magelang

14 Apr 2025

Tradisi Bawa Kopi dan Santan dalam Pendakian Gunung Sumbing, Untuk Apa?

15 Apr 2025

Keindahan yang Menakutkan, Salju Turun saat Sakura Mekar di Korea Selatan

15 Apr 2025