BerandaPasar Kreatif
Rabu, 25 Feb 2025 10:51

Antara Inovasi Kimia Hijau dan Produk Kosmetik yang Kita Boikot

Ilustrasi: Selain karena mengandung senyawa kimia berbahaya, menghentikan penggunaan produk kosmetik tertentu bisa dilakukan karena alasan proses pembuatannya merusak lingkungan. (Oskia)

Inovasi kimia hijau nggak hanya menitikberatkan pada keamanan bahan kimia yang dipakai, tapi juga gimana proses pembuatannya.

Inibaru.id - Setelah mengetahui bahwa dirinya hamil, Aminah segera memutuskan untuk memensiunkan sejumlah produk kosmetik yang biasanya selalu ada di meja rias. Hampir sebagian besar produk, mulai dari pemulas bibir hingga cat kuku ditanggalkannya.

"Aku nggak tahu alasan pastinya, tapi semua produk yang di dalamnya mengandung paraben dan ftalat aku tinggalkan," tutur perempuan 27 tahun tersebut baru-baru ini.

Aminah memilih untuk nggak lagi memakai produk-produk kosmetik tersebut dan menggantinya dengan yang lebih "aman" berdasarkan saran dari seorang teman kerjanya di kantor. Dia percaya dengan saran tersebut, karena temannya itu juga melakukannya saat hamil dan menyusui sekitar dua tahun lalu.

"Sebagian produk aku ganti, tapi yang basic saja. Lagipula sekarang aku mulai jarang pakai mekap yang aneh-aneh, jadi produk yang nggak penting kayak cat kuku atau perona pipi sekarang aku skip," akunya.

Boikot Produk Kosmetik

Menghindari produk kosmetik tertentu saat sedang hamil atau menyusui memang banyak dilakukan para perempuan di Indonesia, kendati nggak semua orang benar-benar tahu alasannya. Hal ini juga sempat diungkapkan Heri Purwanto kala menceritakan tentang istrinya yang hamil setahun lalu.

"Istri saya puasa pakai bedak, pelembap, lipstik, dan mekap lain pas hamil," kata Heri di Semarang. "Kata dia, nggak cantik juga nggak apa-apa, yang penting bayi kami lahir dengan normal."

Ilustrasi: Kita acap memboikot produk kosmetik tertentu tanpa tahu alasan pasti kenapa melakukannya. (Pixabay/Huy An Nguyen)

Heri yang kala itu nggak terlalu ambil pusing memilih nggak menanyakan lebih lanjut alasan produk-produk itu diboikot istrinya. Dia bersyukur, kehamilan itu lancar dan bayinya lahir dengan kondisi baik. Namun, belakangan dia tahu bahwa produk yang dihindari istrinya adalah yang mengandung paraben.

"Kalau nggak salah yang mengandung paraben. Itu semacam pengawet, kan, ya?" kata dia, sedikit ragu.

Bahan Kimia Sintesis

Sedikit informasi, paraben yang disebut Heri dan Aminah adalah bahan kimia sintetis yang berfungsi sebagai pengawet yang acap digunakan dalam obat-obatan dan makanan, termasuk produk kosmetik. Senyawa ini bisa ditemukan dalam pelbagai produk kosmetik yang ada di pasaran, termasuk bedak dan lipstik.

Sementara itu, ftalat atau eter ftalat adalah senyawa kimia yang biasa ditambahkan ke dalam plastik untuk meningkatkan fleksibilitas, transparansi, daya tahan. Dalam industri kosmetik, bahan ini biasa dipakai sebagai pengawet.

Sebuah riset yang dimuat dalam jurnal ilmiah Environmental Health Perspectives mengemukakan, paparan ftalat dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko gangguan hormonal, perkembangan reproduksi, bahkan risiko kanker pada manusia.

Lebih dari itu, penelitian dari University of California juga menyebutkan bahwa limbah yang dihasilkan selama produksi kosmetik juga berkontribusi terhadap polusi air dan tanah, yang tentu saja mengancam ekosistem akuatik di sekitarnya.

Bijak Memilih Produk Kosmetik

Kesadaran untuk menghindari produk kosmetik tertentu yang mengandung bahan kimia sintetis berbahaya sangatlah diperlukan, yang tentu saja nggak hanya dilakukan saat hamil. Kesadaran ini juga nggak terbatas pada perempuan, karena lelaki pun menggunakannya.

Pilihan yang jauh lebih beragam saat ini memungkinkan kita untuk lebih bijak memilih produk kosmetik tertentu atau memboikot lainnya. Alasannya, nggak hanya terbatas pada masalah keselamatan diri, tapi juga lebih luas ke arah "kesehatan" lingkungan.

Ilustrasi: Inovasi kimia hijau yang mulai menjangkau industri kosmetik dinilai sebagai langkah yang baik. (Beenaturals)

Kita diuntungkan dengan tren "kimia hijau" yang belakangan mulai menjangkau industri kosmetik. Salah satunya yang belum lama ini dilakukan para ilmuwan dari Raston Lab di Flinders University, Australia. Mereka mengklaim telah berinovasi dengan menerapkan proses produksi kosmetik yang lebih "ramah".

"Untuk mendukung prinsip kimia hijau ini, kami mengembangkan perangkat fluida pusaran berputar cepat (vortex fluidic device/ VFD) yang memanfaatkan dinamika cairan untuk mengubah atau mencampur berbagai bahan sehingga bisa menghasilkan produk yang lebih bersih dalam produksi obat-obatan, makanan, bahan bakar, serta produk industri dan konsumen lainnya," jelasnya.

Mengenal Kimia Hijau

Dina Mustafa dalam satu artikel ilmiah bertajuk Kimia Hijau dan Pembangunan Kesehatan yang Berkelanjutan di Perkotaan menuliskan, kimia hijau adalah konsep dan penerapan kimia untuk menciptakan zat-zat kimia yang lebih baik dan aman dan berkelanjutan.

Dikutip dari Detik (15/9/2022), pendekatan ini berupaya menentukan cara yang paling aman dan efisien, termasuk meminimalisasi sampah kimia yang dihasilkan, untuk memproses senyawa tertentu dengan tujuan menghilangkan dampak buruk proses pembuatan zat kimia tersebut.

Selain proses yang ramah lingkungan, kimia hijau juga menitikberatkan pada bahan yang lebih organik, sebagaimana yang dilakukan para ilmuwan di Raston Lab. Bekerja sama dengan sebuah perusahaan kosmetik organik, mereka menggunakan metode VFD untuk memproduksi sampo dan kosmetik organik yang lebih "aman".

"Inovasi ini penting karena banyak sampo dan produk perawatan diri lain mengandung bahan penstabil dan pengawet sintetis. Sampo organik juga (proses pembuatannya) panjang dan rumit. Nah, VFD membuat pembuatan produk ini lebih sederhana, tapi tetap efektif dan ramah lingkungan," tandasnya.

Mengetahui tentang kimia hijau akan membuatmu jauh lebih selektif terhadap produk mekap yang akan kamu pakai, karena fokus utamanya nggak semata pada bahan kimia sintesis yang dipakai, tapi juga gimana proses pembuatan produk kosmetik tersebut. (Siti Khatijah/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: