BerandaKulinary
Selasa, 18 Feb 2019 16:11

Dingin-Dingin di Semarang, Hangatkan Tubuh dengan Wedang Kacang Tanah Kapuran

Wedang kacang tanah ala Kacang Ijo Kapuran. (Inibaru.id/ Ida Fitriyah)

Hujan terus menerpa Kota Semarang, dinginnya menusuk tulang. Hangatkan dengan Wedang Kacang Tanah khasnya!

Inibaru.id – Sebagian besar wilayah di Indonesia dilanda suhu dingin belakangan ini. Kendati nggak seekstrem di Amerika, suhu tersebut sukses membuat sebagian orang enggan keluar dari selimutnya. Minuman hangat di jalanan pun cepat habis karena banyak orang yang butuh menghangatkan diri.

Nah, ngomongin masalah minuman hangat atau biasa disebut "wedang", Semarang juga punya wedang khas. Lantaran berbahan utama kacang tanah, minuman hangat tersebut diberi nama Wedang Kacang Tanah.

Kendati dibilang kondang, cukup sulit menemukan wedang kacang tanah di Kota ATLAS. Saya bahkan harus bertanya pada beberapa orang dulu untuk memperoleh beberapa rekomendasi. Penelusuran ini kemudian membawa saya ke Warung Kacang Ijo Kapuran di Jalan Ki Mangunsarkoro, Jagalan, Semarang Tengah.

Sesuai namanya, wedang itu berisi kacang tanah yang direbus. Namun, jangan bayangkan kacangnya masih keras ya, karena sebaliknya, kacang dalam wedang itu begitu lembut. Tanpa perlu mengunyah, kacang itu lumat sendiri begitu masuk mulut.

Kacang tanah yang ada dalam wedang terasa lembut. (Inibaru.id/ Ida Fitriyah)

Kacang tanah itu disajikan dengan wedang yang nggak terlalu bening. Semula, saya pikir ini adalah air jahe, ternyata keliru. Rasanya dominan manis, meski nggak begitu kentara, serta menyisakan rasa hangat.

Pemilik warung Kacang Ijo Kapuran Sriyati mengungkapkan, wedang itu merupakan sari kacang tanah yang direbus cukup lama.

“Ya, air sari kacang yang direbus, lalu ditambah gula,” tutur Sri yang mengaku mendapat resep wedang tersebut dari sang bapak.

Lantaran direbus cukup lama, kacang tanah jadi empuk, tapi rasanya hambar. Nah, kuahnya yang manis menjadikan minuman hangat itu terasa pas manisnya. Bagi saya, ini sudah pas, meski teman minum saya mengaku masih terlalu manis.

Pemilik warung Kacang Ijo Kapuran Sriyati (baju putih) sedang melayani pengunjung. (Inibaru.id/ Ida Fitriyah)

Beda dengan Magelang

Selain di Semarang, wedang kacang ini juga ada di Magelang. Namun, berdasarkan sejumlah referensi, wedang kacang tanah keduanya berbeda. Di Magelang, wedang kacang dihidangkan dengan ketan di dalam mangkuk. Rasanya juga gurih, nggak semanis wedang kacang di Semarang.

Hal tersebut juga dibenarkan Sri. Kendati belum pernah mencicipi, Sri meyakini bahwa rasa wedang kacang ala Magelang pasti bakal beda dengan yang ada di Semarang.

"Ya mungkin (bentuknya) sama, tapi rasanya lain,” tegas Sri.

Untuk menikmati semangkuk wedang kacang tanah, kamu hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp 7.000 saja. Seperti wedang kacang hijau, ada dua cara penyajian yang bisa kamu pilih, yakni hangat dan dingin dengan menambahkan es.

Wedang kacang tanah cocok dinikmati bersama lunpia. (Inibaru.id/ Ida Fitriyah)

Di Kacang Ijo Kapuran, selain memesan Wedang Kacang Tanah, kamu juga bisa mencampurnya dengan wedang lain, yakni Wedang Kacang Ijo atau Wedang Duren.

(Baca Juga: Kedai Wedang di Semarang yang Selalu Ramai Pembeli: Warung Kacang Ijo Kapuran)

Kemudian, untuk menemani wedang-wedang tersebut, kamu juga bisa menikmati camilan seperti lunpia bumbu pedas khas Kacang Ijo Kapuran. Pas banget dinikmati saat cuaca dingin, nih!

Jalan-jalan ke Kota Semarang, tak lupa beli wedang kacang tanah. Err, ya, sudah begitu saja. Ini bukan pantun, kok! Ha-ha. (Ida Fitriyah/E03)

 

Kacang Ijo Kapuran

Kategori             : Street Food

Alamat               : Jalan Ki Mangunsarkoro, Jagalan, Semarang Tengah, Kota Semarang

Jam Buka           : Pukul 14.30-22.00 WIB (Minggu tutup)

Harga Minuman   : Rp 7.000

Harga Makanan   : Rp 3.000 s.d. Rp 9.000

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Mengenal 4 Budaya Kota Semarang yang Kini Berstatus Warisan Budaya Takbenda

21 Nov 2024

Memahami Perempuan Korea di Buku 'Bukannya Aku Nggak Mau Menikah' Karya Lee Joo Yoon

21 Nov 2024

AI Bikin Cerita Nyaris Sempurna, Tapi Nggak Mampu Bikin Pembaca Terhanyut

21 Nov 2024

Dilema Membawa Anak ke Tempat Kerja

21 Nov 2024

La Nina Masih Berlanjut, BMKG Minta Kita Makin Waspada Bencana Alam

21 Nov 2024

Kematian Bayi dan Balita: Indikator Kesehatan Masyarakat Perlu Perhatian Serius

21 Nov 2024

Ketua KPK Setyo Budiyanto: OTT Pintu untuk Ungkap Korupsi Besar

22 Nov 2024

Menelisik Rencana Prabowo Pengin Indonesia Hentikan Impor Beras Mulai 2025

22 Nov 2024

Meriung di Panggung Ki Djaswadi, sang Maestro Kentrung dari Pati

22 Nov 2024

Menemukan Keindahan dalam Ketidaksempurnaan, Itulah Prinsip Wabi-Sabi

22 Nov 2024

Mencegah Kecelakaan Maut di Turunan Silayur, Ngaliyan, Semarang Terulang

22 Nov 2024

Apa Alasan Orang Jepang Tidur di Lantai?

22 Nov 2024

Rute Baru Semarang-Pontianak Resmi Dibuka di Bandara Ahmad Yani Semarang

22 Nov 2024

Bagaimana Sebaiknya Dunia Pariwisata Menghadapi Kebijakan PPN 12 Persen?

23 Nov 2024

Asal Mula Penamaan Cepogo di Boyolali, Terkait Peralatan Dapur

23 Nov 2024

Mengapa Warna Bangunan di Santorini Dominan Putih dan Biru?

23 Nov 2024

Kekerasan pada Perempuan; Siapa yang Salah?

23 Nov 2024

Wejangan Raden Alas: Warga Blangu, Sragen Dilarang Beristri Dua

23 Nov 2024

Alokasi Ditambah, Serapan Pupuk Bersubsidi di Jawa Tengah Capai 60,23 Persen

23 Nov 2024

Menguak Sejarah dan Alasan Penamaan Tulungagung

24 Nov 2024