BerandaIslampedia
Rabu, 6 Mar 2018 12:25

Geliat Pondok Pesantren pada Masa Kolonial

Kiai dan santri. (Fabana.id)

Pada zaman kolonialisme Belanda, pondok pesantren yang menjadi rumah belajar para santri pun memperoleh keterbatasan ruang gerak kala itu. Meski begitu, pesantren tumbuh di mana-mana.

Inibaru.id – Sejak Islam masuk ke Indonesia, pondok pesantren mulai bermunculan. Tidak seperti kemudahan pada masa kini, dulu pertumbuhan pesantren dinilai sulit, khususnya pada Masa Kolonial. Saat itu, pesantren dibangun dari bambu dan hanya berbentuk persegi, lo.

Penjelasan mengenai hal tersebut dipaparkan oleh Imron Arifin dalam bukunya Kepemimpinan Kyai (2003), seperti ditulis republika.co.id (3/3/2018).

Nah Millens, memang nggak semua pesantren dibangun dari bambu. Ada sejumlah pesantren yang tiang penyangga dan dindingnya terbuat dari kayu. Pesantren seperti ini biasanya berada di desa-desa yang sudah makmur.

Kendati demikian, secara umum pesantren pada zaman itu berupa ruangan besar yang ditinggali bersama. Tidak ada kamar-kamar maupun ruangan khusus. Tidur pun hanya beralaskan tikar pandan atau rotan di dalam ruangan tersebut.

Baca juga:
Masjid, Petilasan, dan Makam, Tiga Jejak Dakwah Islam di Pekalongan
Ziarah ke Makam Kiai Walik di Masjid Al Manshur Wonosobo

Lalu, biasanya pesantren juga memiliki tangga yang terhubung ke sumur. Pada tangga tersebut terdapat sederet batu-batu titian. Struktur pesantren yang seperti ini digunakan agar para santri mencuci kaki sebelum masuk ke gedung pesantren.

Selain memiliki keterbatasan fasilitas, pesantren juga sulit berkembang karena adanya kepentingan-kepentingan Belanda yang membatasi ruang gerak mereka. Mengutip Anzar Abdullah dalam Perkembangan Pesantren dan Madrasah di Indonesia dari Masa Kolonial sampai Orde Baru (2013), pemerintah kolonial Belanda sempat menetapkan bahwa sekolah Agama Kristen wajib ada di setiap Keresidenan. Bagai memperkuat hal itu, pemerintah juga membentuk badan khusus yang mengawasi kehidupan dan pendidikan Islam, Priesterraden.

Nggak ingin tinggal diam, kelompok santri bersama pejuang lainnya turut melakukan aksi pemberontakan terhadap Belanda. Setelah memperoleh sejumlah perlawanan, pada akhir abad ke-19 Belanda mencabut peraturan yang membatasi jamaah haji. Kebijakan ini meningkatkan jumlah pengajar Islam, yang juga turut meningkatkan kuantitas pesantren.

Kian lama, pesantren kian berkembang. Tidak hanya agama, para santri juga mempelajari ilmu umum lainnya di sekolah atau madrasah. Para kiai mengadopsi sistem yang mereka dapatkan ketika berada di Mekah. Mengutip blog taimullah.wordpress.com, pesantren Tebuireng merupakan salah satu pelopor sistem ini, dimulai pada tahun 1920. Pesantren itu mengajarkan pelajaran bahasa Belanda, ilmu bumi, aljabar, dan sebagainya.

Baca juga:
Jejak Islam di Masjid Kauman Sragen
Masjid Agung Keraton Surakarta dan Pusat Kegiatan Tradisi Keislaman

Geliat pesantren melipatgandakan jumlah santri. Nggak lama, lahirlah organisasi-organisasi Islam oleh para santri, seperti Muhammadiyah yang didirikan KH Ahmad Dahlan pada 1912 dan NU yang didirikan oleh KH Hasyim Asy’ari pada 1926.

Kini, pengelolaan secara modern memungkinkan pesantren untuk menyediakan fasilitas-fasilitas yang menunjang para santrinya. Mereka pun dapat mengembangkan diri di laboratorium penelitian, tempat olahraga, dan area pengembangan minat lainnya.

Pondok pesantren semakin menunjukkan kemajuan pada era modern ini. (AYU/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: