Inibaru.id - Kalau pernah nonton Ultraman, kamu tentu pernah melihat kota lengkap dengan bangunan dan tiang listrik yang jadi medan pertempurannya. Pernahkah membayangkan menjadi ultraman berguling-guling dengan monsternya atas bangunan unyu itu? Bikinlah diorama!
Yap, diorama! Diorama merupakan semacam model tiga dimensi dari suatu lanskap atau situasi. Katakanlah sebuah kota. Di dalamnya terdapat replika berupa bangunan lengkap dengan tanaman dan apa pun yang melekat bersamanya, plus denahnya.
Di Semarang, orang mengenal Enggar Sudrajat, pengrajin diorama yang telah melakoni kesenian tersebut sejak 2013. Ditemui di Grand Maerokoco, tempat salah satu karyanya dipajang, Sabtu (8/8/2020), Enggar mengungkapkan, ketertarikan pada diorama sebetulnya bermula dari coba-coba.
“Dulu saya main radio control. Terus, bosan, ya coba-coba bikin diorama,” tuturnya.
Ihwal ketertarikan Enggar pada diorama bermula dari obsesi melihat sesuatu dan ingin dikecilkan. Maka, untuk menyalurkan keinginan tersebut, diorama menjadi medianya. Sebelum membuat diorama, Enggar terlebih dahulu membuat miniatur.
Baca Juga:
Cerita Para Detektif Jack's Angels, Direkrut Orang Misterius dan Menutup Diri dari KeluargaOya, perlu kamu tahu, diorama bisa pula disebut kumpulan miniatur. Begitulah kata Enggar. Jadi, bagian-bagian kecil dari diorama adalah miniatur. Di dunia seni rupa, miniatur punya pehobi sendiri.
“Beda lagi (diorama) dengan maket. Diorama lebih detail,” jelasnya.
Diorama bikinan Enggar bukanlah barang yang bernilai murah. Untuk yang diletakan di Grand Maerokoco itu, dioramanya dihargai Rp 40 juta. Dia membanderol diorama bikinannya antara Rp 30 juta hingga Rp 60 juta.
Kaget? Jangankan kamu, Enggar juga mengaku semula nggak menyangka harga diorama bisa semahal itu. Kata Enggar, yang cenderung pasang harga gila-gilaan adalah para kolektor.
Selain kolektor, dia juga kerap bikin pesanan dari instansi-instansi seperti yang dilakukan Grand Maerokoco. Nggak hanya pembeli lokal, pemesan dioramanya juga datang dari luar negeri.
Untuk pengerjaan yang cukup memakan waktu dan membutuhkan ketelitian, harga yang dipatok Enggar tentu sebanding. Yap, membuat diorama memang nggak mudah. Butuh proses kreatif yang lumayan panjang.
Enggar mengatakan, memetakan lanskap dan bentuk yang akan dijadikan diorama, dia pertama-tama harus melihat bentuknya secara keseluruhan. Dia mengaku melakukannya secara manual, nggak memakai drone.
“Mulai dengan Google Earth, lalu ke lokasi, lihat bentuk bangunannya secara detail,” ungkapnya.
Memanfaatkan Bahan Bekas
Untuk membuat peranti diorama, Enggar mengaku memanfaatkan bahan-bahan bekas. Misal, miniatur dedaunan dibuat dari busa kursi yang dicat hijsu. Kemudian, untuk bangunan rumah, dia menggunakan PVC board. Terus, ada juga yang bahan bakunya diambil dari penutup korek.
Setelah bentuk didapat dan bahan diperoleh, selanjutnya adalah tahap pengerjaan. Pada tahap ini, prosesnya cukup rumit. Kudu teliti. Menurut Enggar, yang paling sulit adalah membuat tekstur tanah. Perlu kesabaran luar biasa untuk membuat teksturnya benar-benar mirip.
“Borosnya memang pada penggunaan lem. Hampir semua bagian harus direkatkan dengan kuat,” tutur lelaki yang juga dikenal sebagai penggawa grup band Rock Star Semarang itu.
Enggar mengatakan, sejauh ini diorama yang paling sulit dikerjakannya adalah lanskap rel kereta api, karena dia juga harus membuat kereta api yang bisa berjalan. Yap, memang begitulah diorama: harus dibuat semirip dan sedetail mungkin.
Hm, kebayang dong berapa biaya yang dikeluarkan ultraman dan para monsternya sekali mereka berguling-guling di antara miniatur bangunan rumah dan replika gedung-gedung perkotaan? Duh, duh, itu bikinnya susah, lo! Ha-ha. (Audrian F/E03)