BerandaInspirasi Indonesia
Kamis, 18 Nov 2020 16:00

Pencetus Gaya Semarangan, Coach Sartono Anwar: Sepak Bola Sampai Habis Usia

Sartono Anwar yang identik dengan topi petnya. (Inibaru.id/ Audrian F)

Reputasi dan filosofi sepak bola Sartono Anwar membuatnya menyandang nama besar, khususnya bagi Kota Semarang. Usianya sudah memasuki 74 tahun, tapi dia enggan beristirahat. Sepak bola, kata dia, sampai habis usia!<br>

Inibaru.id - Kota Semarang masih diguyur hujan saat kami, Akademi Tugu Muda, berlatih penguasaan bola kala itu. Lapangan Citarum yang belum berganti menjadi rumput sintesis digenangi air di mana-mana. Namun, alih-alih menghentikan latihan, Sartono Anwar justru kian lantang berteriak.

“Kalau kontrol bola, jauhkan dari lawan! Itu prinsip. Prinsip adalah prinsip!” serunya, yang membuat kami bergeming tanpa berani memalingkan pandangan darinya.

Kalau Pak Sar, sapaan akrab kami, sudah berteriak, pasti ada sesuatu yang kacau. Teriakan-teriakannya kala itu selalu terngiang di telinga saya hingga sekarang.

Saya bersyukur pernah dilatih lelaki yang identik dengan topi pet itu, yang melahirkan banyak bakat baru di jagat sepak bola Tanah Air, khususnya dari Kota Semarang. Untuk alasan ini pulalah belum lama ini saya menemui Pak Sar, mencoba menggali banyak hal dari lelaki paruh baya tersebut.

Sartono dan segala pernak-pernik bola di rumahnya. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Sartono kini jauh lebih tua. Tubuhnya nggak lagi gempal. Rambutnya memutih. Kulitnya juga mulai tampak keriput digurat waktu. Hanya wajahnya yang masih seangker dulu: ramah, tapi tegas. Bisa membayangkannya?

“Saya sudah 74 (tahun). Sekarang ya masih melatih SSB. Saya nggak bisa kalau disuruh diam di rumah,” sambut Pak Sar setelah mempersilakan saya duduk di ruangan yang dipenuhi pernak-pernik bola.

Sartono memang mengaku nggak bisa lepas dari sepak bola. Dia melatih sejak berumur 27 tahun, usia yang umumnya menjadi masa keemasan bagi pemain sepak bola. Keputusan itu diambilnya lantaran sadar, kemampuannya nggak cukup istimewa sebagai pemain.

Kejadian ini bermula pada 1975. Kala itu, pelatih PSIS melakukan indisipliner dan dicopot dari jabatannya. Atas kesepakatan tim, Sartono ditunjuk sebagai pelatih lantaran dianggap memiliki karakter yang kuat dan disiplin tinggi.

Nggak lama berselang, Sartono diminta menjadi pendamping dari Pelatih Timnas Indonesia Wiel "the Albert Einstein of Football" Coerver (1975-1976) dalam Diklat PSSI di Salatiga. Setelah itu, Sartono langsung ke Belanda untuk menjalani S3 Instrukutur kepelatihan.

Pada 1977 dia melanjutkan pendidikannya di S2 Instruktur Bary B di Inggris. Dua tahun berselang, tepatnya pada 1979 dia mengambil S1 Instruktur Ron Tindal di Australia.

Bersiap melatih. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

“Saat menangani PSSI Diklat Salatiga, saya sempat dianggap remeh karena usia saya sama dengan pemain,” ujar lelaki yang mengaku juga sempat menjadi bagian dari Tim Pelatih PSSI Binatama ke Brazil itu.

Semenjana sebagai pemain, luar biasa sebagai pelatih. Itulah yang saya pikirkan dari sosok Pak Sar. Dia memiliki lisensi kepelatihan yang komplet, termasuk sertifikat pendidikan kepelatihan DFB Jerman serta Lisensi A AFC.

Banyaknya pendidikan pelatih di luar negeri itu agaknya yang menjadikan Sartono selalu menerapkan sepak bola modern di Indonesia.

Wartawan kawakan Tabloid Bola Sumohadi Marsis dalam kolom Catatan Ringan-nya pada 1987 pernah menyebut permainan PSIS pasca-juara perserikatan sebagai “Sartono’s Football” atau yang sekarang dikenal sebagai Sepak Bola Semarangan.

Dibanding tim lain, PSIS yang kala itu diperkuat Budi Wahyono, Saiful Amri dan Ribut Waidi memang memainkan sepak bola yang "berbeda". Mengagumkan. Bahkan, nggak sedikit yang bilang, permainan Timnas harusnya seperti Laskar Mahesa Jenar.

“Saya kan pakai (pola permainan) pendek-pendek-panjang. Main merapat dari samping. Waktu itu kan kiblatnya Inggris yang suka bola-bola panjang,” terangnya.

Harus Dibarengi Disiplin Tinggi

Memberikan wejangan. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Strategi melatih tentu harus dibarengi dengan kedisiplinan yang tinggi. Inilah yang selalu didengungkan Sartono. Saya merasakannya. Sepanjang dilatih Pak Sar, dia nggak pernah terlambat. Dia datang sekitar 1-2 jam sebelum waktu latihan, bahkan untuk sesi latihan pagi.

Di lapangan, coach Sartono juga terkenal tegas. Dia rajin berteriak, juga mengumpat. Saya pikir, ini sudah menjadi rahasia umum.

“Saya, kalau melatih, memang harus keras. Dulu, wah, omongan saya memang kotor-kotor," terang Sartono, lalu tertawa. "Tapi, sekarang saya kurangi. Nggak baik juga kalau sering-sering!”

Ketegasan yang dibarengi dengan attitude dan kemampuan mumpuni di dunia kepelatihan sepak bola itu bukanlah isapan jempol belaka. Dia dipenuhi prestasi gemilang. Yang paling diingat Kota Semarang, tentu saja saat PSIS menjuarai Perserikatan pada 1987.

Tim yang kala itu berjuluk “Jago Becek” itu menjadi juara setelah melunakkan Persebaya Surabaya di Stadion Utama Senayan (sekarang Stadion Gelora Bung Karno).

Sartono Anwar ingin anak didiknya berhasil dengan cara membentuk sikap keras saat melatih. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Prestasi Sartono nggak hanya diukir di Kota Semarang, tanah kelahirannya. Pada 2010, dia membawa Persibo Bojonegoro promosi ke Indonesia Super League (ISL) setelah menjuarai Divisi Utama dengan skuad yang sempat dipandang sebelah mata.

“Waktu di Bojonegoro saya anggap beruntung. Apalagi, sering dikerjain wasit,” jelas ayah dari eks pemain Timnas Indonesia Nova Arianto ini.

Terkait isu dikerjain wasit ini, menurut Sartono, menjadi hal yang paling menjengkelkan bagi dia. Karena, ini ada hubungannya dengan suap. Sartono mengatakan, suap dalam sepak bola Indonesia nggak bisa dihindarkan, karena itulah dia sangat mengecamnya.

“Berat kalau sudah sama suap. Mau instruksi apa pun nggak berguna. Nggak bakal maju sepak bola Indonesia kalau begini terus,” ketus Sartono.

Nggak bisa berhenti dari sepakbola. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Sartono memang seperti nggak bisa dipisahkan dari sepak bola. Demi si kulit bundar, dia seakan rela melakukan apa saja. Dia bercerita, dulu sempat menolak saat disodori perpanjangan kontrak untuk tetap bekerja di Pertamina demi bisa bermain sepak bola.

Oya, satu hal yang mungkin nggak begitu banyak diketahui orang adalah bahwa Sartono adalah pelatih Timnas Futsal Indonesia pertama pada 2002. Di Semarang pun, meski nggak bertahan lama, dia pernah mendirikan sekolah futsal. Saya termasuk salah seorang anak didiknya.

Sartono berjanji, sampai tua dia akan terus melatih. Dia nggak bisa melewatkan hari-harinya tanpa sepak bola. Bahkan, ketika kawan-kawan seumurannya mulai berguguran dan geraknya nggak lagi sesigap dahulu, dia nggak mau berhenti.

Bagi sepak bola Semarang, dia adalah sesepuh sekaligus legenda. Saat saya bertanya, mau sampai kapan akan aktif di dunia sepak bola, dia terdiam. Matanya menerawang jauh dan berkaca-kaca.

“Mungkin sampai habis usia,” tandasnya setelah menghirup napas dalam-dalam.

Ah, saya ikut berkaca-kaca. Sehat selalu, Pak Sar! Demi dirimu, juga demi penerusmu di dunia sepak bola Indonesia! (Audrian F/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: