BerandaInspirasi Indonesia
Minggu, 3 Okt 2020 20:00

Koh Liong, Man of Tai Chi dari Kota Semarang

Liong di sela-sela melatih di Klenteng Hok Sing Bio, Bugangan, Citarum. (Inibaru.id/ Audrian F)

Koh Liong telah puluhan tahun mendalami seni bela diri tai chi. Dia kini dikenal sebagai pelatih senam kebugaran dengan dasar tai chi di Klenteng Hok Sing Bio Semarang. Inilah cerita lengkapnya.<br>

Inibaru.id - Hai Yu sebagai guru Tai Chi dalam film Man of Tai Chi (2013) selalu menolak apabila muridnya, Tiger Chen, menggunakan kemampuan tersebut untuk kekerasan, semisal bertarung. Pesannya, Tai Chi adalah keseimbangan jiwa dan raga, sedangkan pertarungan adalah hal lain.

Hal senada juga diungkapkan Liong Kwektha Wae. Dia adalah guru Tai Chi di Kota Semarang, Jawa Tengah. Sosok yang akrab disapa Koh Liong itu mengatakan, Tai Chi seperti gemericik air yang hening dan meditatif, sementara pertarungan hanya menimbulkan bara dan dengam kesumat.

“Gerakan dimulai dengan cinta kasih, diakhiri dengan cinta kasih. Nggak ada gerakan yang keras,” ujarnya saat ditemui Inibaru.id di Toko Moaci Gemini Kentangan, Kecamatan Semarang Tengah, Senin (28/9/2020).

Sebelumnya, saya bertemu lalaki 66 tahun itu saat dia tengah melatih senam Tai Chi di Klenteng Hok Sing Bio, Bugangan, Citarum, Semarang Timur. Gerakan Tai Chi yang perlahan dan penuh penghayatan memang cocok digunakan untuk senam kesehatan. Liong mengajar di sana tiap Minggu.

Kendati tanpa gelar atau sertifikat khusus, agaknya siapa pun tahu seberapa dalam pemahaman Liong tentang seni bela diri yang juga disebut Taijiquan itu. Liong telah mengenal Tai Chi sejak 1979. Kala itu dia berumur 22 tahun dan lebih dari separuh hidupnya dia habiskan untuk belajar Tai Chi.

Berlatih Sembunyi-Sembunyi

Kata Liong, Tai Chi seperti gemericik air yang hening dan meditatif<br>

Awal berlatih Tai Chi, Koh Liong mengaku harus melakukannya dengan sembunyi-sembunyi. Perlu kamu tahu, selama Orde Baru berkuasa, etnis Tionghoa cukup ditekan, termasuk kesenian, tradisi, dan budayanya. Belajar Tai Chi pun nggak bisa dilakukan di ruang terbuka.

“Latihannya di Klenteng Tay Kak Sie. Tertutup sekali waktu berlatih. Muridnya memang sengaja sedikit. Kalau ramai malah kami yang takut,” kenang sosok yang menggunakan nama Indonesia Hari Santoso tersebut.

Liong mengenal Tai Chi berkat sang guru, Tee Lien Hwat atau yang akrab disapa Mister Watopi. Selain guru Tai Chi, Mister Watopi juga dikenal sebagai ahli batu mulia di Pecinan. Konon, menurut penuturan Liong, gurunya bisa menerka keaslian batu akik, meski dari ruangan yang minim cahaya.

Kendati Mister Watopi punya anak yang juga belajar Tai Chi, Liong mengungkapkan, justru dia yang diserahi tanggung jawab meneruskan ajarannya. Secara simbolis, legacy itu diwujudkan dengan pemberian pedang dan baju zirah.

Berlatih dengan Keras

Liong belajar Tai Chi selama 42 tahun. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Tai Chi adalah salah satu seni bela diri aliran halus dari Tiongkok. Gerakannya sama sekali nggak menggambarkan kekerasan. Namun demikian, Koh Liong perlu berlatih begitu keras agar bisa menguasai Tai Chi klasik 108 jurus.

Liong mengatakan, butuh waktu 42 tahun baginya untuk menguasai jurus tersebut. Bahkan, dulu, kendati sudah belajar 10 tahun, gurunya belum juga meluluskannya.

“Jurus itu sekarang sudah hampir punah. Tugas saya menjaga dan melestarikannya,” kata Liong.

Dia menambahkan, meski gerakannya lugas dan nggak keras, jurus yang dipelajarinya itu sungguh detail. Setiap gerakan nggak bisa sembarangan dilakukan, perlu penghayatan yang dalam. Semua mencakup gerak otot dan olah pernapasan.

“Kosong adalah isi. Isi adalah kosong. Begitulah cara kerja Tai Chi,” ungkapnya, yang mengaku sampai sekarang masih terus mamakai Tai Chi klasik 108 jurus tersebut, termasuk saat melatih senam kesehatan.

Nggak Mau Dibayar

Selama menularkan ilmu, Liong nggak mengaharapkan imbalan. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Dalam melatih Tai Chi, Liong nggak pernah mau dibayar. Kalau ada yang memberi, pemilik Toko Sepatu Sogo di Jalan Pemuda itu memilih mengarahkan mereka untuk menyumbangkannya ke klenteng.

“Saya nggak cari materi. Niatnya memberi ilmu,” tutur sosok bersahaja yang mengaku kakinya sudah nggak lagi prima tersebut.

Sifat welas asih yang coba dipraktikkan Liong itu, lanjutnya, dia dapatkan dalam ajaran Tai Chi yang memang menekankan kelembutan, laiknya ajaran Tio Sam Hong (Zang Shang Feng), penemu aliaran Tai Chi cum pertapa Taoisme asal Pegunungan Wudang, Tiongkok.

Liong pun berkisah, Tio Sam Hong awalnya adalah pendekar yang selalu berkelahi di mana pun dia berada. Namun, seiring waktu berjalan, dia lelah dengan itu semua, termasuk dengan pertumpahan darah.

“Maka terciptalah Tai Chi yang penuh welas asih,” jelasnya.

Bukan Sekadar Jurus dan Gerakan

Selain latihan gerakan, Liong juga berlatih olah pernapasan untuk mengasah chi dalam tubuh. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Bela diri Tai Chi nggak hanya tentang gerakan-gerakan dan jurus. Liong menuturkan, yang paling sulit adalah melatih pernapasan, karena inilah intinya. Pernapasan, imbuhnya, melatih ketenangan dan pengaturan pola napas yang baik, aliran chi terolah dengan baik, sehingga menjadi aspek penting saat mengeluarkan jurus-jurus Tai Chi.

“Semacam melatih tenaga dalam. Percaya nggak percaya, dalam Tai Chi, tanpa menyentuh pun sudah bisa melakukan pukulan,” jelasnya.

Syahdan, kalau ada orang yang mengaku bisa Tai Chi namun gerakannya masih keras kendati sedikit, Liong memastikan bahwa ilmunya belum berisi.

"Maka, butuh belajar lagi," tegasnya, singkat.

Saat ini Liong terus mengajarkan ilmu Tai Chi yang dimilikinya. Tentu saja Liong nggak sekeras gurunya yang membuatnya belajar selama 42 tahun. Bagi Liong, pengenalan kepada masyarakat merupakan aspek yang lebih penting. Terlebih, aliran yang dimilikinya hampir punah.

“Yang penting, orang tahu dulu. Tujuan saya mengajak orang sehat dengan jurus-jurus Tai Chi,” pungkasnya.

Tekad Liong layak diacungi jempol. Menurut saya, dia adalah Man of Tai Chi dari Kota Semarang, Millens. Kamu sepakat? (Audrian F/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024