BerandaHits
Kamis, 3 Agu 2022 10:41

Tradisi Kematian Masyarakat Jawa yang Tetap Lestari hingga Kini

Nggak hanya kelahiran, kematian di Jawa juga sarat dengan tradisi. (Antara Foto/Yudhi Mahatma)

Ada beberapa tradisi kematian yang dilakukan masyarakat Jawa dari dulu hingga sekarang. Apa saja itu?

Inibaru.id – Seperti halnya kelahiran, kematian di Jawa juga sarat dengan tradisi. Banyak kebiasaan yang mengiringi orang meninggal. Tradisi itu dilakukan baik oleh keluarga yang ditinggalkan maupun orang lain seperti tetangga dan saudara-saudaranya.

Beberapa tradisi tersebut masih lestari sampai sekarang. Sebagian hanya eksis di desa-desa, tapi ada juga yang masih dilakukan di perkotaan. Apa saja ya tradisi kematian itu?

1. Memasang Bendera Kematian

Bendera kuning di ujung gang menandakan ada orang meninggal yang rumahnya ada di dalam gang tersebut. (Pedulirakyat)

Bendera kematian biasanya dipasang di depan rumah atau di jalan terdekat dari rumah orang yaang meninggal. Bendera ini merupakan tanda atau pemberitahuan sehingga para warga sekitar tahu dan melayat ke rumah.

Ada sejumlah warna bendera kematian yang bisa kamu temui di Jawa. Yang paling umum adalah bendera berwarna kuning. Adapula bendera berwarna merah yang biasa digunakan di Solo, Sukaharjo, Klaten, dan Boyolali. Sementara bendera warna putih dengan palang hitam bisa kamu lihat di Wonosobo, Kebumen, dan Purbalingga.

2. Pengumuman Kematian di Masjid atau Musala

Pengumuman kematian lewat speaker masjid bertujuan agar orang-orang sekitar mengetahui kabar kematian. (DW)

Saat gelombang varian Delta Covid-19 menggila pada pertengahan 2021 lalu, kamu pasti sering mendengar pengumuman kematian di masjid atau musola dekat rumah. Pengumuman kematian melalui speaker musola tersebut merupakan tradisi yang nggak hanya masih dilakukan masyarakat desa lo.

Di pemukiman padat penduduk yang ada di perkotaan juga pengumuman ini masih sering terdengar. Tujuannya agar warga sekitar rumah duka bisa segera datang melayat atau membantu mengurus pemakaman.

3. Brobosan

Tradisi brobosan merupakan wujud bakti dan penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal. (Boombastis)

Brobosan adalah tradisi yang dilakukan sebelum peti jenazah dimakamkan. Sebelum peti jenazah atau keranda dibawa ke permakaman, keluarga yang ditinggalkan berjalan tiga kali di bawah peti jenazah atau keranda tersebut.

Caranya, keluarga yang melakukan brobosan bisa berjalan dari sebelah kanan keranda. Lalu, dia melakukannya lagi ke sebelah kiri, dan kemudian kembali melakukan dari sebelah kanan. Biasanya anggota keluarga laki-laki paling tua yang melakukan kali pertama. Setelah itu, barulah anggota keluarga lain mengikutinya.

Brobosan ini adalah wujud bakti dan penghormatan terakhir dari keluarga ke orang yang sudah meninggal. Ada juga yang menyebut hal ini dilakukan agar kebaikan orang yang sudah meninggal menurun kepada anak dan cucunya.

Brobosan biasanya hanya dilakukan jika anggota keluarga yang meninggal sudah cukup tua. Kalau yang meninggal adalah anak-anak atau remaja, nggak dilakukan.

4. Menabur Bunga

Bunga yang ditaburkan adalah mawar merah dan putih, melati gambir, sedap malam, kantil, melati, dan kenanga. (Okezone/Oris)

Setelah jenazah dimakamkan, pihak keluarga biasanya akan menabur bunga atau menyiramkan air pada makam tersebut. Tradisi ini dilakukan agar makam beraroma wangi.

“Mengapa bunga? Agar aroma makam wangi,” ungkap Budayawan Irfan Afifi, Kamis (24/3/2022).

Biasanya, bunga yang ditaburkan adalah mawar merah dan putih, melati gambir, sedap malam, kantil, melati, dan kenanga. Orang Jawa menyebutnya dengan "kembang tujuh rupa".

Nah, apakah tradisi-tradisi itu masih ada di lingkunganmu, Millens? (Cnn,Boo/IB09/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: