Inibaru.id - Nyanyian "pukul mundur, pukul mundur, pukul mundur krisis iklim" nyaring terdengar di sepanjang trotoar Jalan Pemuda, Kota Semarang. Pagi itu Jumat (15/9/2023) ratusan orang terdiri dari anak-anak hingga dewasa berduyun-duyun dari Tugu Muda menuju Balai Kota.
Mereka adalah peserta aksi "Semarang Climate Strike 2023". Mengenakan pakaian putih dan ikat kepala berwarna kuning, mereka menyuarakan kegelisahan soal kondisi bumi yang semakin panas.
Sekitar pukul 07.40 WIB, mereka tiba di depan gerbang Balai Kota Semarang. Sebelum menyampaikan aspirasinya, mereka membentuk barisan lalu membentangkan beragam poster tentang kondisi bumi serta spanduk besar bertuliskan "Semarang Tenggelam Kalau Kita Diam".
Lagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan. Panggung aspirasi dibuka dengan pembacaan puisi oleh anak-anak, lalu disusul menyanyikan lagu "Heal The Word", peragaan busana, dongeng, orasi, flash mob dan ditutup dengan doa bersama.
Koordinator Komunitas Jaringan Peduli Iklim dan Alam (Jarilima) Ellen Nugroho menuturkan, aksi Semarang Climate Strike itu sebagai seruan agar orang-orang sadar akan ancaman perubahan iklim. Menurutnya, suhu bumi yang semakin panas, kemarau berkepanjangan, cuaca ektsrem, kenaikan permukaan air laut dan lain-lainnya merupakan dampak perubahan iklim yang harus segera ditangani.
"Kita tidak bisa terus kecanduan dengan bahan bakar fosil seperti sekarang ini. Saya tidak bisa membayangkan seperti apa perubahan iklim 10 tahun ke depan," kata perempuan yang akrab disapa Ellen.
Suara Anak Muda Menentukan
Aksi semacam ini di Kota Lunpia sudah empat kali dilakukan. Dari aksi-aksi tersebut Ellen berharap anak-anak muda terlibat lebih banyak dalam menyuarakan perubahan iklim. Sebab merekalah yang akan merasakan dampaknya di masa depan.
"Yang akan mewarisi bumi di masa yang akan datang itu anak-anak yang sedang ikut aksi ini," kata Ellen. "Jadi sudah sepantasnya mereka yang menyuarakan dan meminta pertanggungjawaban generasi tua yang telah merusak bumi".
Ellen memperkirakan jika para pemangku jabatan tidak segera menyadari bahaya dari perubahan iklim, maka sepuluh tahun ke depan suhu bumi semakin panas dan bisa mematikan.
Jika hal itu terjadi, Ellen merasa yakin tidak ada orang-orang yang berani keluar rumah. Driver ojek online, pedagang asongan, dan orang-orang yang bekerja di lapangan akan terdampak dengan cuaca yang mematikan tersebut.
Merubah Gaya Hidup
Salah satu solusi untuk bisa menyelamatkan bumi adalah dengan bersama-sama kita mengubah gaya hidup dari tinggi emisi ke rendah emisi karbon. Bagaimana caranya?
"Satu contoh kecilnya dengan mengganti transportasi pribadi ke publik. Bisa juga dengan menggunakan sepeda atau jalan kaki," terang Ellen.
Namun, ibu tiga anak itu menyadari kalau idenya tersebut tak bisa sepenuhnya diterima oleh masyarakat. Maka dari itu, dia membutuhkan peran pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang memudahkan orang-orang untuk bertransisi.
"Generasi tua saat ini bisa dibilang sudah menikmati hidup. Sudah merasakan enaknya mengeksploitasi alam. Mereka harus bertanggungjawab terhadap kehidupan anak dan cucu di masa depan," tutup Ellen berapi-api.
Yap, melihat kondisi cuaca yang semakin mengkhawatirkan ini sebaiknya kita semua mulai aware untuk menyelamatkan bumi. Kalau kamu sepakat dengan gagasan Ellen ini, ayo mulai ubah gaya hidup jadi lebih ramah lingkungan! (Fitroh Nurikhsan/E10)