Inibaru.id – Kalau membahas tentang perusahaan terkaya di dunia, yang terpikir tentu adalah raksasa seperti Google, Microsoft, dan lain-lain. Hanya, belakangan ada yang menyebut perusahaan paling kaya dalam sejarah adalah Verenidge Oost Indische Compagnie atau VOC, nama yang sering disebut dalam sejarah Indonesia.
VOC sering diidentikkan dengan penjajah Belanda. Meski sebenarnya adalah perusahaan dagang, realitanya, VOC memang diberi hak khusus dari Belanda sehingga memiliki ribuan tentara. Dengan tentara-tentara ini, mereka memonopoli perdagangan rempah di hampir seluruh penjuru nusantara.
Gara-gara monopoli rempah inilah, VOC pun mendapatkan keuntungan luar biasa. Selama 200 tahun berjalan, nilai kekayaannya pun mencapai 78 juta Gulden. Kalau angka ini disetarakan dengan inflasi masa kini, nilainya setara dengan 7,9 triliun Dollar Amerika Serikat. Angka ini setara dengan kombinasi nilai-nilai perusahaan besar sekarang seperti Apple, Amazon, Exxonmobil Microsoft, dan lain-lain.
Sayangnya, di balik nilai kekayaannya yang luar biasa, ada masalah di dalam VOC. Korupsi dan kebrobokan moral mendarah daging di manajemennya. Di kantor utama VOC yang ada di Batavia, praktik korupsi dan jual beli jabatan marak terjadi. Sogokan juga bukan hal yang langka.
Banyak orang yang akhirnya mau melakukan segala cara untuk menempati jabatan penting di VOC. Tujuannya? Tentu saja agar bisa melakukan korupsi dan meraih kekayaan. Masalahnya, banyak pegawai rendahan dengan gaji kecil yang melakukannya. Alhasil, nilai kekayaan VOC pun lambat laun berkurang karena habis digerogoti karyawan-karyawannya sendiri.
Hal lain yang membebani keuangan VOC adalah seringnya terjadi peperangan di sejumlah daerah akibat pemberontakan. Logistik untuk peperangan, termasuk menggaji tentara bayaran nggak sedikit. Hal ini membuat VOC pun mulai jatuh sejak 1790-an hingga akhirnya benar-benar tamat pada 31 Desember 1799.
Sejak saat itu, segala operasional, utang, sekaligus kekayaan VOC diambil alih pemerintah Belanda. Pamor saham dan perdagangan saham Belanda sudah menurun setelah pusat keuangan dunia beralih ke New York, Amerika Serikat.
Nggak nyangka ya, Millens, ternyata perusahaan terkaya di dunia pernah ada di Nusantara. Sayangnya, kita nggak pernah benar-benar merasakan kejayaannya. (Mer/IB09/E05)