Inibaru.id – Tanpa disadari, banyak tempat-tempat yang kita lewati sehari-hari adalah tempat bersejarah. Di Yogyakarta misalnya, ada Ringin Pendowo, sebuah pohon beringin yang ada di tengah-tengah pertigaan kecil yang ada di Kalurahan Pandowoharjo, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lokasi pohon beringin ini persis di persimpangan antara Jalan Pandowoharjo, Jalan Noto Sukardjo, dan Jalan Temon. Pohonnya berukuran cukup besar sehingga membuat persimpangan tersebut rindang. Nah, kalau kamu berhenti sejenak, bakal melihat ada satu prasasti kecil yang ada di sisi selatan dekat pohon tersebut. Prasasti Brayut namanya.
“Tanggal 6 Mei 1949. Aku hanya benda mati. Namun demi Illahi, saya menjadi saksi. Di Brayut ini, penjajah Belanda mendapatkan perlawanan rakyat. Darah mengalir, jiwa melayang,” terang tulisan di prasasti tersebut.
Jika kita mencari tanggal tersebut, nggak jauh-jauh dari Serangan Umum 1 Maret 1949 dan ditariknya tentara Belanda dari Yogyakarta yang kala itu berstatus Ibu Kota Indonesia pada 29 Juni 1949. Artinya, di lokasi di mana pohon beringin itu berdiri, memang ada pertempuran bersejarah.
Meski Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, nyatanya Belanda masih nggak terima karena merasa Indonesia seharusnya masih berada di kekuasannya. Makanya, Agresi Militer Belanda 1 dilancarkan pada Juli – Agustus 1947 dan kemudian dilanjutkan dengan Agresi Militer Belanda 2 yang dilakukan pada Desember 1948 – Januari 1949.
Khusus untuk agresi militer yang kedua, Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Sejumlah pemimpin seperti Soekarno, Hatta, dan Sjahrir ditangkap dan diasingkan. Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) pun dibentuk dari 22 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949 dan dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara dengan Ibu Kota Bukittinggi, Sumatra Barat.
Tapi agresi militer ini bukanlah lonceng kematian dari perjuangan Indonesia. Pada 1 Maret 1949, serangan umum digelar di Yogyakarta. Serangan ini jadi penanda bahwa perjuangan Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan terus menyala setelah sebelumnya diklaim Belanda sudah melemah.
Nah dari sekian banyak perjuangan yang dilakukan setelah serangan umum ini, terjadi pertempuran di dekat Ringin Pendowo. Meski banyak pejuang yang gugur dalam pertempuran tersebut, terus ngototnya para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia membuat Belanda nggak lagi meremehkan dan sadar kalau pejuang Indonesia bakal terus melawan jika agresi militer tetap dilakukan.
Pihak PBB sampai mengadakan Perjanjian Roem – Roijen yang salah satu isinya adalah meminta perang gerilya di Indonesia dihentikan, mengembalikan perdamaian, dan akhirnya mengadakan perjanjian lebih lanjut di Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda yang menghasilkan penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda ke Republik Indonesia Serikat pada akhir 1949.
Luar biasa ya, Millens, kisah pertempuran kaya sejarah di Ringin Pendowo ternyata juga ikut berpengaruh besar pada perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. (Arie Widodo/E05)